Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (Muhammadiyah.or.id)
Dream - Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo mencabut lampiran Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 yang melegalkan investasi industri miras. Keputusan tersebut dinilai menunjukkan sikap Jokowi yang demokratis dan legowo atas keberatan luas umat beragama khususnya Islam.
" Langkah pencabutan Perpres tersebut oleh Presiden merupakan sikap politik yang positif dan menunjukkan keterbukaan Pemerintah atas kritik dan masukan konstruktif masyarakat demi kemaslahatan bangsa," ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, dikutip dari Muhammadiyah.or.id.
Haedar menegaskan Muhammadiyah telah menyampaikan penolakan secara resmi atas rencana pembukaan investasi miras ini. Juga meminta agar Pemerintah mencabut Perpres tersebut.
Pemerintah, ucap Haedar, tentu memahami Miras bukan hanya urusan umat beragama. Tetapi berpotensi merusak mental dan moral bangsa.
Lebih lanjut, Haedar menegaskan pembangunan ekonomi tentu sangat didukung semua pihak. Hal itu selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur Indonesia.
" Masih terbuka banyak bidang yang dapat dikembangkan dalam pembangunan ekonomi dan investasi di negeri ini," kata Haedar.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengingatkan agar Pemerintah sebaiknya bersikap arif dan mendengarkan aspirasi masyarakat dalam menetapkan keputusan. Terutama dari umat Islam.
Mu'ti menyatakan Pemerintah seharusnya tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi dalam menetapkan Perpres Nomor 10 Tahu 2021. Sehingga membuka ruang investasi untuk industri miras yang jelas diharamkan dalam ajaran Islam.
" Sebaiknya Pemerintah tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi saja, tetapi juga dampak kesehatan, sosial, dan moral bangsa," kata Mu'ti.
Lebih lanjut, dia juga mengingatkan Pemerintah tidak hanya bertanggung jawab menciptakan kesejahteraan material. " Juga berkewajiban menjaga dan membina moralitas masyarakat," ucap Mu'ti.
Dream - Presiden Joko Widodo akhirnya mencabut aturan tentang izin investasi baru untuk minuman beralkohol yang sebelumnya memicu penolakan dari masyarakat. Presiden resmi menghapus lampiran Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang melegalkan investasi pada industri minuman keras.
" Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," ujar Jokowi melalui video di akun Sekretariat Presiden, Selasa 2 Maret 2021.
Keputusan tersebut diambil Jokowi setelah mendapatkan masukan dari berbagai pihak terkait, khususnya dari kalangan ulama dan tokoh agama.
" Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas-ormas Islam lainnya serta tokoh-tokoh agama yang lain dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah," kata Jokowi.
Perpres 10 Tahun 2021 ditolak banyak pihak lantaran memberikan peluang pengembangan industri Miras di Indonesia.
Sejumlah ulama dan tokoh nasional menilai investasi tersebut justru memberikan mudarat lebih besar kepada masyarakat.
View this post on Instagram
Dream - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama secara tegas menyatakan penolakan terhadap Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 yang melegalkan investasi minuman keras. Keputusan tersebut dinilai justru mendatangkan mudarat kepada umat.
" Kita sangat tidak setuju dengan Perpres terkait investasi miras. Dalam Alquran dinyatakan wa la tulqu biaidikum ilattahukah (dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan/Surat Al Baqarah ayat 195)," ujar Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siraj, dikutip dari NU Online.
Kiai Said mengingatkan kebijakan Pemerintah harus mendatangkan maslahat sesuai kaidah fikih 'tasharruful imam ala raiyyah manutun bil maslahah' (kebijakan pemimin harus didasarkan pada kemaslahatan). Menurut Kiai Said, agama sudah sangat tegas melarang minuman keras.
" Karena agama telah tegas melarang, maka harusnya kebijakan Pemerintah itu menekan konsumsi minuman beralkohol, bukan malah didorong untuk naik," kata Kiai Said.
Dia juga menyatakan dampak buruk serta bahaya yang timbul akibat minuman keras harus dicegah. Tidak ada toleransi terhadap bahaya tersebut.
Kiai Said pun mengutip kaidah fikih ar ridla bis syaiin ridha bima yatawalladu minhu (rela terhadap sesuatu berarti rela terhadap hal-hal yang keluar dari sesuatu itu).
" Kalau kita rela terhadap rencana investasi miras ini, maka jangan salahkan kalau nanti bangsa kita rusak," kata dia.
Sekretaris Jenderal PBNU, Helmi Faishal Zaini, menyatakan sikap penolakan PBNU terkait miras tidak berubah sejak 2013. Tahun tersebut merupakan awal dari bergulirnya gagasan legalisasi investasi miras.
" Sikap kami tetap tidak berubah sejak 2013, saat pertama kali aturan ini digulirkan pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). PBNU tetap menolak investasi minuman keras dibebaskan. Sebab Indonesia ini bukan negara sekuler," kata Helmy.
Lebih lanjut, Helmy menyatakan Indonesia adalah Negara Pancasila yang Berketuhanan. Dia mengakui Indonesia bukan negara agama namun masyarakatnya beragama.
" Jadi soal investasi minuman keras ini perlu dipertimbangkan mudaratnya," ucap Helmy.
Advertisement
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Selamatkan Kucing Uya Kuya Saat Aksi Penjarahan, Sherina Dipanggil Polisi
Rekam Jejak Profesional dan Birokrasi Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Pengganti Sri Mulyani Indrawati