Micro Drama China Naik Daun, Pendapatannya 2030 Diprediksi Capai Rp269 Triliun

Reporter : Okti Nur Alifia
Senin, 27 Oktober 2025 16:07
Micro Drama China Naik Daun, Pendapatannya 2030 Diprediksi Capai Rp269 Triliun
Pendapatan micro-drama diperkirakan akan melampaui pendapatan box office domestik di China.

DREAM.CO.ID - Industri micro drama alias drama berdurasi pendek dari China semakin digemari banyak pecinta drama. Dalam laporan Media Partners Asia (MPA), pendapatan micro-drama bahkan diperkirakan akan melampaui pendapatan box office domestik di China.

Pendapatan micro drama di China telah meningkat dari sekitar US$0,5 miliar atau Rp8,31 triliun (Rp16.620 per US$) pada 2021 menjadi US$7 miliar atau Rp116,34 triliun pada 2024, serta diperkirakan akan melampaui US$16,2 miliar atau Rp269,24 triliun pada 2030, dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 11,5%.

Pada tahun 2030, iklan akan menyumbang 56% dari total pendapatan, langganan (subscription) sebesar 39%, dan perdagangan (commerce) sebesar 5%.

“ Micro-drama telah berevolusi dari eksperimen kecil menjadi kategori global bernilai miliaran dolar,” kata Direktur Eksekutif MPA, Vivek Couto, dikutip dari deadline, Senin, 27 Oktober 2025.

“ Produksinya murah, tetapi distribusinya mahal. Kesuksesan bergantung pada kecepatan, skala, dan IP yang bisa dikembangkan berulang. Ekosistem China menunjukkan potensi besar ketika konten terintegrasi dengan sistem sosial dan pembayaran, sementara AS membuktikan bahwa ekspansi global bisa berhasil," lanjutnya.

1 dari 3 halaman

Di luar China, pasar micro drama global menghasilkan sekitar US$1,4 miliar atau Rp23,27 triliun pada 2024 dan diperkirakan akan mencapai US$9,5 miliar atau Rp157,89 triliun pada 2030, dengan CAGR sebesar 28,4%.

Secara global, komposisi pendapatan akan tetap didominasi oleh langganan atau pembelian dalam aplikasi (in-app purchase) sebesar 74%, namun pendapatan iklan akan meningkat menjadi 25%, dan perdagangan menjadi 1% pada tahun 2030.

Di China, micro-drama telah menjadi arus utama, dengan pendapatan diperkirakan melampaui US$9,4 miliar atau Rp156,23 triliun pada 2025, dan lebih dari 830 juta penonton yang menonton micro-drama. Dari jumlah itu, hampir 60% di antaranya melakukan pembayaran atau transaksi.

Industri micro-drama di China didukung oleh tiga pemain utama yakni ByteDance (Red Fruit), Tencent (WeChat Video Accounts), dan Kuaishou (Xi Fan). Masing-masing telah membangun aplikasi khusus yang terpisah dari video panjang premium, dan terintegrasi erat dengan ekosistem sosial serta pembayaran.

Platform-platform ini memanfaatkan jalur IP dari COL, China Literature, dan Tomato Novel, dengan cara mengubah novel daring menjadi drama vertikal berseri.

2 dari 3 halaman

Pesatnya Industri Micro Drama China, Pendapatan 2030 Diprediksi Capai Rp269 Triliun

Laporan tersebut juga menemukan bahwa pasar micro-drama China kini memasuki fase baru, dengan munculnya micro-drama premium yang memiliki anggaran Rp6,65 miliar–Rp9,97 miliar (US$400.000–600.000)* per judul, serta potensi untuk dijadikan waralaba (franchise).

Di luar China, Amerika Serikat menjadi pasar paling menguntungkan untuk micro-drama, dengan pendapatan mencapai US$819 juta atau Rp13,62 triliun pada 2024, dan diproyeksikan naik menjadi US$3,8 miliar atau Rp63,16 triliun pada 2030.

Adopsi penonton di AS dipimpin oleh wanita urban berusia 30–60 tahun dengan daya beli tinggi, yang cenderung menyukai kisah romantis, kisah CEO, dan narasi bertema balas dendam.

Platform DramaBox mencatat pendapatan sebesar US$323 juta atau Rp5,37 triliun dan laba bersih US$10 juta atau Rp166,2 miliar pada 2024. Sementara itu, pesaingnya ReelShort mencapai skala yang lebih besar sekitar Rp6,65 triliun atau US$400 juta pada 2024, namun mengalami kerugian akibat biaya pemasaran tinggi dan amortisasi, menurut laporan MPA.

3 dari 3 halaman

Selain China dan AS, Jepang muncul sebagai pasar terbesar di Asia Pasifik selain China, dengan pendapatan yang diperkirakan melampaui US$1,2 miliar atau Rp19,94 triliun pada 2030, didukung oleh integrasi LINE Pay dan produksi lokal yang terus berkembang.

Asia Tenggara dan Amerika Latin disebut sebagai wilayah dengan potensi pertumbuhan tinggi, sementara India masih berada pada tahap eksplorasi dengan platform lokal maupun internasional, menurut laporan tersebut.

“ Pasar seperti Jepang, Korea, India, Asia Tenggara, dan Amerika Latin sedang tumbuh. Pemenangnya adalah operator yang menguasai distribusi dan monetisasi, mengelola biaya akuisisi pelanggan, dan membangun jalur IP yang berkelanjutan,” tambah Vivek Couto.

Beri Komentar