RI-Malaysia Kompak Terbikan Sukuk, Siapa Pilihan Investor?

Reporter : Syahid Latif
Senin, 23 Februari 2015 11:00
RI-Malaysia Kompak Terbikan Sukuk, Siapa Pilihan Investor?
Harga minyak mentah dunia yang turun memaksa Indonesia dan Malaysia menggali sumber pendapatan baru dari sukuk.

Dream - Indonesia dan Malaysia terus bersaing untuk menjadi pusat keuangan syariah dunia. Meski sama-sama menerbitkan surat utang syariah (sukuk) kedua negara mendapat dampak yang bertolak belakang dengan kenaikan turunnya harga minyak dunia.

Harga minyak yang lebih murah ternyata memiliki dampak yang berlawanan pada anggaran fiskal baik bagi Indonesia maupun Malaysia. .

Imbal hasil sukuk dolar AS Indonesia yang jatuh tempo pada 2022 dilaporkan turun ke level terendah 3,72 persen pada bulan Februari. Sementara imbal hasil sukuk Malaysia yang jatuh tempo pada 2021 justru naik 3,05 persen, tertinggi sejak September, menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg.

Risiko gagal bayar (Default risk) untuk Indonesia juga telah turun sembilan basis poin tahun ini menjadi 148. Sebaliknya, faktor yang sama untuk Malaysia justru naik 15-121 seiring rencana kedua negara menerbitkan sukuk global dengan mata uang dolar sebelum Federal Reserve mulai menaikkan suku bunga.

Barclays Plc memperkirakan kredit pemerintah Indonesia akan naik setelah negara tersebut melakukan penyesuaian subsidi bahan bakar terbesar dalam dekade terakhir sebesar US$ 18 miliar pada akhir bulan lalu.

Sementara Malaysia, satu-satunya pengekspor minyak mentah di Asia Tenggara, akan mengalami penurunan pendapatan dan defisit anggaran yang lebih tinggi. Hal ini mendorong perusahaan pemeringkat Fitch Ratings memperingatkan kemungkinan penurunan rating.

" Posisi anggaran Indonesia menguntungkan setelah subsidi dipotong, sementara harga minyak yang murah memiliki dampak yang berlawanan pada anggaran Malaysia," kata Herbie Mohede, manajer pendapatan tetap di PT Samuel Aset Manajemen di Jakarta seperti dikutip dari CPI Financial, Senin, 23 Februari 2015.

" Semua ini akan meningkatkan kepercayaan investor untuk membeli sukuk Indonesia," tambah Herbie.

Biaya asuransi utang pemerintah Indonesia selama lima tahun telah menurun ke level terendah sejak 11 Desember, harga-harga Competition and Markets Authority (CMA) menunjukkan.

Sementara Malaysia meningkat, meski masih terbilang rendah selama enam pekan.

Rebound harga minyak mentah beberapa waktu terakhir mungkin telah mendorong biaya asuransi utang pemerintah Malaysia. Harga minyak mentah pada bulan ini naik 17 persen menjadi US$ 62 per barel, naik dari sebelumnya sebear US$ 45,59.

Penurunan harga minyak mentah sejak Juni 2014 memaksa Malaysia merevisi target defisit anggarannya menjadi 3,2 dari 3 persen. Malaysia juga terpaksa menurunkan perkiraaan pertumbuhan ekonomi mereka.

Outlook negatif Malaysia menandakan Fitch telah mengurangi rating Malaysia karena ketergantungan negara ini pada komoditas minyak mentah yang menjadi kunci kelemahan kredit pemerintah Malaysia.

Fitch memangkas rating outlook Malaysia menjadi A-. Rating tingkat investasi terendah keempat sejak tahun 2013. Standard & Poor dan Moody Investors Service memiliki penilaian kredit yang sama tetapi dengan pandangan masing-masing stabil dan positif.

Untuk Indonesia, Moody dan Fitch memberikan penilaian kredit tiga tingkat lebih rendah dari Malaysia. Sementara S & P mengelompokkan Indonesia sebagai junk.

" Secara keseluruhan fundamental Malaysia masih dipandang sebagai lebih menguntungkan, yang dinilai lebih tinggi," kata Winson Phoon, analis pendapatan tetap di Maybank Investment Bank Bhd.

Penawaran sukuk di seluruh dunia, termasuk dengan mata uang lokal, mencapai US$ 46,3 miliar pada tahun 2014. Angka tersebut merupakan penurunan dari tahun 2012 yang mencapai US$ 46,8 miliar, menurut data Bloomberg. Penjualan sukuk global hingga saat ini mencapai US$ 1,7 miliar.

Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mencabut subsidi bahan bakar pada Desember dan telah menerapkan pajak pada jasa dan barang sebesar 6 pada April sebelumnya untuk menaikkan pendapatan negara.

" Investor mungkin lebih mendukung Indonesia tetapi sebagian besar yang positif punya harga," kata Fakrizzaki Ghazali, seorang analis kredit di RHB Research Institute Sdn. di Kuala Lumpur, Selasa.

" Imbal hasil Malaysia seharusnya bisa menstabilkan suasana karena pemerintah Malaysia terlihat sangat proaktif."

Beri Komentar
Jangan Lewatkan
More