Logo Halal Indonesia (Foto: Shutterstock)
Dream - Indonesia menjadi negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2021, populasi Muslim di Indonesia mencapai 237 juta.
Dengan banyaknya penduduk Muslim, makanan dan minuman halal menjadi hal yang utama dan sangat diperhatikan baik oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mengatakan nilai belanja produk halal dari umat Muslim Indonesia mencapai US$135 miliar per tahun.
Dalam laporan perusahaan riset pasar Populix yang bertajuk “ Insights and Customer Perspective of Halal Industry in Indonesia”, ditemukan bahwa 93 persen responden mengatakan pencantuman logo halal pada produk makanan merupakan hal yang sangat penting dan menjadi pertimbangan yang paling utama ketika membeli sebuah produk.
Survei ini dilakukan terhadap 1.014 laki-laki dan perempuan Muslim berusia 17 hingga 55 tahun, dengan pertimbangan yang ditemukan ketika membeli produk yaitu:
Mayoritas umat Muslim di Indonesia juga mengatakan selain pencantuman logo halal pada produk, aspek lainnya yang tidak kalah penting adalah informasi kandungan produk yang jelas (90 persen), produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan (75 persen), dan kemasan yang ramah lingkungan (52 persen).
Hasil survei tersebut juga menemukan alasan utama konsumen Muslim Indonesia memilih produk dengan logo halal yaitu konsumen merasa aman ketika mengetahui bahwa produk yang dibeli memiliki logo halal (75 persen) dan merasa ada jaminan kualitas mutu ketika membeli produk dengan logo halal (63 persen).
Selanjutnya, konsumen Muslim juga mengatakan membeli produk dengan logo halal sudah menjadi prinsip dalam hidup (44 persen) dan sudah terbiasa (25 persen).
Dalam survei tersebut juga ditemukan bahwa 39 persen konsumen Muslim membeli produk tanpa logo halal dalam 6 bulan terakhir. Dengan alasan konsumen percaya bahwa produk tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang tidak halal (46 persen).
Kemudian konsumen membutuhkan produk ini dan belum ada produk halal lain yang bisa memberikan manfaat yang sama (35 persen), mengetahui bahwa perusahaan tersebut sedang dalam proses mengurus logo halal (32 persen), konsumen tahu bahwa tidak mudah mengurus logo halal (29 persen), dan 5 persen konsumen tidak peduli dengan logo halal.
Sebagian responden juga mengetahui beberapa produk makanan dan minuman yang sempat viral namun tidak memiliki logo halal seperti Mixue dan Mie Gacoan. Bahkan 23 persen konsumen tetap ingin mencoba produk tersebut walaupun belum memiliki logo halal, dan 39 persen konsumen mengatakan tidak ingin mencoba, dan 38 persen konsumen menjawab ragu-ragu.
Selain pencantuman logo halal pada kemasan produk, konsumen Muslim saat ini juga memperhatikan pencantuman logo pada display restoran dan aplikasi pesanan online.
Sebanyak 95 persen konsumen Muslim mengatakan mereka memperhatikan pencantuman logo halal pada display restoran. Bahkan 44 persen konsumen juga mengatakan hanya memilih restoran yang memiliki logo halal.
Mayoritas konsumen (71 persen) juga mengatakan bahwa restoran wajib menampilkan logo halal pada aplikasi pesanan online. Mereka juga selalu memeriksa terlebih dahulu apakah restoran tersebut halal (54 persen)
Membahas lebih lanjut mengenai makna halal pada produk, nyatanya tidak hanya merujuk pada kandungan dalam produk saja, namun juga apakah hewan tersebut dipotong dengan cara yang halal.
Terlebih saat ini banyak restoran yang menyatakan “ no pork, no lard” yang dapat diartikan bahwa restoran tersebut tidak menjual produk babi. Seperti di beberapa daerah atau negara yang memiliki minoritas umat Muslim seperti Bali, Jepang, Korea sehingga tidak banyak restoran halal atau yang memiliki logo halal.
Merujuk pada hal ini, sebanyak 23 persen konsumen Muslim mengatakan bersedia mendatangi restoran yang memiliki disclaimer “ no pork, no lard” dan 31 persen bersedia memilih menu berbahan baku ayam, sapi, atau bebek meskipun restoran tersebut tidak memiliki logo halal.
Namun apabila dapat dihindari, 79 persen konsumen memilih untuk tidak makan di restoran non halal dan lebih memilih untuk memasak (32 persen) dan membawa makanan sendiri (29 persen).
Selain itu, konsumen juga mengungkapkan mengenai penggunaan logo halal di Indonesia yang masih menjadi perhatian seperti masih banyak produk yang beredar dengan menggunakan logo halal palsu (38 persen), penggunaan logo halal merupakan hal yang penting namun bukan keharusan (29 persen), dan MUI masih belum transparan dalam pemberian logo halal (20 persen).
Untuk meratakan peredaran makanan halal di Indonesia, 33 persen responden mengatakan perlu adanya pendampingan untuk produk rumahan agar mendapatkan logo halal secara murah dan tanpa biaya, pemerintah harus mewajibkan logo halal sebelum produk dikeluarkan untuk produk dengan target pasar kaum Muslim (29 persen).
Selanjutnya adanya hukuman tegas untuk produk makanan atau minuman yang beredar tanpa logo halal khusus bagi produk dengan target pasar konsumen muslim (21 persen), dan semakin diketatkan penggunaan logo halal bagi produk impor (14 persen)