Temui Jokowi, BPK Khawatir Pemerintah Tak Kuat Bayar Utang

Reporter : Eko Huda S
Senin, 28 Juni 2021 09:15
Temui Jokowi, BPK Khawatir Pemerintah Tak Kuat Bayar Utang
"Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara," jelas Ketua BPK, Agung Firman Sampurna.

Dream - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) khawatir pemerintah tidak bisa membayar utang Indonesia yang terus menumpuk. Kekhawatiran itu disampaikan kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jumat 25 Juni 2021.

" Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah membayar utang dan bunga utang," jelas Ketua BPK, Agung Firman Sampurna.

Utang pemerintah juga belum memperhitungkan unsur kewajiban yang timbul seperti kewajiban pensiun jangka panjang, kewajiban putusan hukum yang inkrah, kewajiban kontigensi dari BUMN dan lainnya.

Indikator kerentanan utang tahun 2020 diketahui melampaui batas rekomendasi International Monetary Fund (IMF) dan atau International Debt Relief (IDR).

" Indikator kesinambungan fiskal tahun 2020 sebesar 4,27 persen melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411 - Debt Indicator yaitu di bawah 0 persen," jelasnya.

1 dari 2 halaman

Agung sebelumnya membacakan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II.

Meskipun LKPP dan IHPS II mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan terkait pengelolaan keuangan negara, terutama menyangkut penanganan program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN).

Pertama, pemerintah belum menyusun mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi Covid-19 pada LKPP dalam rangka implementasi Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

" Lalu, realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam PCPEN minimal Rp1,69 triliun tidak sesuai dengan ketentuan," ujar Agung.

2 dari 2 halaman

Kemudian pengendalian dan pelaksanaan program belanja PCPEN sebesar Rp9 triliun pada 10 KL tidak memadai.

Penyaluran belanja subsidi bunga KUR dan non KUR serta belanja lain-lain Kartu Prakerja juga belum memperhatikan kesiapan pelaksanaan program sehingga terdapat sisa dana Rp6,77 triliun.

Masalah lainnya ialah realisasi pengeluaran pembiayaan tahun 2020 sebesar Rp28,75 triliun tidak dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan dan jadwal kebutuhan penerima akhir investasi.

" Pemerintah belum selesai mengidentifikasi pengembalian belanja atau pembiayaan PCPEN tahun 2020 di tahun 2021 sebagai sisa dana SBN PCPEN tahun 2020 dan kegiatan PCPEN tahun 2020 yang dilanjutkan di 2021," kata Agung.

Sumber: Liputan6.com

Beri Komentar