Dulu Tuna Wisma, Masya Allah Kini Donatur Eks Penampungannya

Reporter : Ahmad Baiquni
Jumat, 9 Juni 2017 15:15
Dulu Tuna Wisma, Masya Allah Kini Donatur Eks Penampungannya
Pria mantan tuna wisma itu ingin membantu tempat penampungan yang terancam ditutup karena tidak adanya dana operasional.

Dream - Seorang pria Kanada menyumbangkan uang sebanyak 10 ribu dolar Kanada, setara Rp98 juta ke sebuah penampungan. Ternyata, penampungan itu menjadi tempat tinggalnya saat masih tuna wisma dulu.

Tindakan yang dilakukan pria tersebut memicu meningkatnya donasi bagi Rumah Penampungan Thunder Bay Ontario. Pengelola terpaksa menutup rumah penampungan ini pada 1 April lalu karena ketiadaan dana untuk operasional.

Rumah penampungan ini memiliki program yang mengerahkan para staf berkeliling kota untuk memeriksa para tuna wisma, pemabuk, dan orang-orang beresiko di jalanan. Para staf akan membawa mereka ke rumah sakit, fasilitas rehabilitasi, dan penampungan.

Petugas bidang pengembangan rumah penampungan itu, Alexandra Calderon, mengatakan seorang pria yang pernah tinggal di penampungan telah meraih kesejahteraan karena program tersebut. Kini, kata Calderon, pria itu ingin membantu penampungan dengan hasil yang telah dia raih.

Calderon menyarankan agar pria tersebut menyimpan uangnya. Tetapi, pria itu berkukuh dan ingin memastikan teman-temannya dalam kondisi aman dan selamat. Keduanya lalu menangis.

" Dia sangat bangga melakukannya (memberikan donasi)," kata Calderon. " Ini adalah sumbangan bergerak karena berasal dari seseorang yang tidak memiliki apa-apa," lanjut dia.

Calderon mengatakan pria itu telah memiliki apartemennya sendiri dan berkunjung ke penampungan pada awal April. Kunjungan itu bersamaan dengan konferensi pers CEO lembaga donor Matawa First Nation, David Paul Achneepineskum, yang berencana menyumbang 10 ribu dolar Kanada setahun untuk rumah penampungan itu.

Saat itu, Achneepineskum mengajak banyak pihak untuk memberikan donasi. Hal tersebut membuat pria mantan tuna wisma itu tergerak untuk ikut berdonasi.

Pria tersebut baru saja memenangkan gugatan class action terhadap Pemerintah Federal Kanada yang telah menjalankan sistem pendidikan residensial. Sistem tersebut dianggap diskriminatif karena memaksa 150 ribu anak terpisah dari keluarganya.

Mereka harus tinggal di penampungan dan dilarang menggunakan bahasa ibunya serta dipaksa pindah agama. Banyak dari mereka menerima kekerasan secara verbal dan pemukulan. Sebanyak 6.000 anak dilaporkan meninggal akibat sistem tersebut.

(Sah/gulfnews)

 

Beri Komentar