(Foto: Shutterstock)
Dream - Para peneliti dari Argonne National Laboratory dan University of Chicago di Amerika Serikat telah menguji beberapa bahan yang umum digunakan untuk pembuatan masker. Peneliti menguji filtrasi mekanis dan elektrostatiknya.
Mereka menemukan bahwa banyak lapisan dan campuran kain dapat bekerja dengan baik untuk menyaring partikel. Tetapi penggunaan masker yang tidak tepat justru dapat merusak fungsi utamanya.
“ Kami telah melakukan untuk beberapa jenis kain yang umum digunakan seperti, kapas, sutra, sifon, flanel, berbagai kain sintesis,” ungkap para peneliti.
" Secara keseluruhan, kami menemukan bahwa kombinasi berbagai kain yang secara umum digunakan dalam masker kain berpotensi memberikan perlindungan yang signifikan terhadap transmisi partikel aerosol."
Para peneliti menggunakan campuran aerosol untuk menguji sampel aerosol di udara. Kemudian zat tersebut tersebut melewati partikel melalui masing-masing kain yang diuji.
Mereka menguji berbagai ukuran partikel, mulai dari 10 nanometer hingga 10 mikrometer. Dan partikel virus corona berdiameter antara 80 hingga 120 nanometer.
Peneliti menemukan bahwa kain hibrida atau kain berlapis mampu menyaring sebagian besar partikel.
" Efisiensi filtrasi hibrida (seperti kapas-sutra, kapas-sifon, kapas-flanel) adalah lebih dari 80 persen (untuk partikel kurang dari 300 nanometer). Dan lebih dari 90 persen (untuk partikel lebih besar dari 300 nanometer),” tulis para peneliti.
Filtrasi mekanis hanyalah kain yang secara fisik menangkap partikel. Peneliti menemukan bahwa kain seperti kapas dengan jumlah benang yang banyak adalah pilihan terbaik. Semakin kecil lubangnya, semakin sedikit jumlah partikel besar yang bisa terlepas.
Filtrasi berbasis elektrostatik sedikit berbeda. Filter elektrostatik menyimpan aerosol di dalam lingkungan statis.
Tetapi semua ini sia-sia jika menggunakan masker dengan cara yang salah. Jadi bahan masker apapun yang dibuat, harus selalu dibarengin dengan penggunaan masker yang benar.
(Sumber: sciencealert.com)
Dream - Sejak pandemi Covid-19 merebak, berbagai versi masker untuk melindungi diri terhadap virus corona bermunculan, baik itu yang dibeli atau dibuat sendiri. Tapi seberapa efektif masker-masker ini?
Untuk mengetahuinya, seorang profesor dari Jepang membandingkan tiga jenis masker melalui percobaan sains.
Dalam percobaannya, Dr Tomoaki Okuda membandingkan tiga jenis masker yaitu masker bedah yang dibeli di toko, masker tisu toilet yang dibuat sendiri, dan masker kain yang juga buatan sendiri.
Profesor kimia terapan di Keio University itu mengukur seberapa baik ketiga masker dalam memblokir partikel di udara menggunakan alat bernama Scanning Mobility Particle Sizer (SMPS).
Cara kerja alat ini adalah selang pada SMPS menghisap udara di dalam ruangan dan mengukur konsentrasi partikel per sentimeter kubik.
Dalam eksperimennya, Okuda menyetel SMPS untuk mencari partikel udara seukuran virus, yang diperkirakan berdiameter antara 20 dan 100 nanometer.
Dia melilitkan tiga masker tersebut secara bergantian di sekitar lubang selang SMPS dan mengukur jumlah partikel udara yang bisa melewatinya.
Berikut hasil percobaan Okuda dalam mengukur keefektifan masker-masker dalam membendung semburan partikel udara seukuran virus.
Dengan masker bedah yang dibeli di toko, SMPS menunjukkan ada sekitar 1.800 partikel udara per sentimeter kubik yang lolos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masker bedah memiliki efisiensi pemblokiran sekitar 70 persen. Ini adalah tingkat pemblokiran yang tinggi untuk partikel seukuran virus.
Dengan menggunakan tiga tisu toilet yang dilipat menjadi dua, Okuda menguji 'masker' tisu toilet enam lapis. SMPS menunjukkan ada sekitar 1.000 partikel udara per sentimeter kubik yang lewat. Dengan efisiensi pemblokiran sekitar 80 persen, masker tisu toilet lebih efektif dalam menghalangi partikel seukuran virus dibandingkan dengan masker bedah.
Masker kain dibuat dari sapu tangan yang dilipat tiga kali memperlihatkan hasil yang sama dengan masker bedah. SMPS mengukur ada sekitar 1.800 partikel udara per sentimeter kubik yang lewat, dengan efisiensi pemblokiran sekitar 70 persen.
Selain itu, Okuda juga melakukan percobaan tanpa masker. Tanpa menutup selang SMPS dengan apa pun, alat mengukur ada sekitar 6.000 partikel udara per sentimeter kubik, yang berukuran antara 10 dan 150 nanometer.
Ini artinya jika kita berada di dekat orang yang terpapar virus, ada potensi banyak partikel virus yang akan kita hirup.
Melihat hasilnya, bisa disimpulkan bahwa mengenakan masker tampaknya bisa menurunkan kemungkinan terinfeksi virus.
Anehnya, masker yang dibuat dari sapu tangan memiliki keefektifan yang sama dengan masker bedah. Tetapi yang mengejutkan adalah masker tisu toilet ternyata lebih efektif dari semuanya.
(Sumber: Asia One)
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Hj.Erni Makmur Berdayakan Perempuan Kalimantan Timur Lewat PKK
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Kata Ahli Gizi Soal Pentingnya Vitamin C untuk Tumbuh Kembang Anak
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR