Kisah Haru Tunanetra Indonesia di Australia

Reporter : Eko Huda S
Selasa, 9 September 2014 12:02
Kisah Haru Tunanetra Indonesia di Australia
Pemuda yang tengah menuntut ilmu di Universitas Flinders ini mengaku mendapat pelayanan yang sangat baik di dalam angkutan umum negeri Kanguru itu.

Dream - Ini kisah Jaka Ahmad. Mahasiswa tunanetra yang tengah menempuh pendidikan S2 program Social Work di Universitas Flinders, Adelaide, Australia. Pemuda yang karib disapa `Jack` ini mengaku mendapat pelayanan yang sangat baik di dalam angkutan umum Negeri Kanguru itu.

Seperti biasa, Jack melakukan hobinya, jalan-jalan dengan mengunakan bus umum. " Seperti di kota-kota lain yang pernah saya singgahi atau tinggal. Di Adelaide saya juga suka berpergian sendiri. Apalagi dengan menggunakan transportasi umum seperti bis atau kereta," kata Jack dikutip dari laman Australia Plus, Selasa 9 September 2014.

Selama ini, Jack sudah terbiasa dengan hiruk-pikuknya lalu lintas Jakarta yang semrawut. Sehingga, saat berada di Adelaide dengan kondisi lalulintas yang lebih tertata, bisa cepat menyesuaikan diri.

" Bayangkan saja, yang biasanya saya harus berlari, menghadang bus untuk menanyakan jurusannya, atau lompat dari bis ketika ingin turun dari bus yang tidak sepenuhnya berhenti."

Kini, Jack tinggal berdiri manis di pemberhentian bus dengan merentangkan tongkat putih. " Dan bus pun akan berhenti dengan sukarela, agar saya bisa menanyakan jurusan bus itu," tambah Jack yang merasa senang dengan kondisi lalu lintas Adelaide.

Suatu sore, ketika hendak pulang ke tempat tinggalnya, Jack menumpang bus 720 ke arah kota dari Flinders Medical Center. Sebelum duduk, dia berkata pada sopir bus ingin turun di bus stop 22.

Biasanya, Jack duduk di kursi paling depan, yang merupakan kursi prioritas bagi penyandang disabilitas, ibu hamil, atau lansia.

Namun kali ini dia duduk agak jauh dari sopir. Sore itu bus berjalan dengan laju dan Jack mulai asyik mendengarkan musik. Ketika sedang menikmati perjalanan sore itu, bus berhenti dan tiba-tiba sopir menyentuh pundak Jack dengan pelan.

" Kamu seharusnya turun di stop 22, kan? Maaf, saya lupa… dan sekarang kita sudah di bus stop 18," tutur Jack menirukan sopir bus. 

Jack tahu, nada bicara sopir itu seolah merasa bersalah karena lupa memberi tahu dirinya saat di pemberhentian bus 22. Dan kini pemberhentian itu sudah terlewat. Jack pun merasa kesal. Tanpa bicara apapun, dia langsung berdiri dan berusaha untuk turun dari bus. Namun sopir tersebut berkata pada dia.

" Kalau kamu turun di sini, kamu akan kesulitan menyebrang sendirian karena tidak ada jalur penyeberangan. Tapi biarlah saya bantu kamu menyebrang," ujar sopir tersebut sambil mengikuti Jack.

Turun dari bus, sang sopir kembali berkata kepada Jack, " Atau kamu ikut saja sampai bus stop 16, karena di sana ada jalur penyeberangan dan kamu bisa menyeberang dengan aman lalu kamu bisa naik bus arah sebaliknya sampai di bus stop 22."

Jack masih merasa kesal. Dengan tetap tak mengucap sepatah kata pun, dia kembali naik ke dalam bus, menyetujui usulan sang sopir. Sampai bus stop 16, sopir menemani Jack turun dari bus dan menuntunnya menuju jalur penyebrangan. Dia menekan tombol lampu penyeberangan dan menunggu bersama Jack.

" Kamu sebaiknya kembali ke bus," akhirnya Jack yang sebelumnya berdiam diri karena kesal itu berbicara sang sopir yang mengantarnya. " Kasihan penumpang lain mereka bisa terlambat nanti."

Namun, sang sopir tak mau meninggalkan Jack. " Saya akan seberangkan kamu terlebih dahulu, baru nanti saya lanjutkan perjalanan saya," jawab sopir itu.

Mendengar jawaban tersebut, Jack mulai melunak dan merubah sikap. Dia lebih berusaha menyembunyikan kekesalan karena tak diturunkan di pemberhentian bus 22. " Saya akan baik-baik saja. Saya bisa menyeberang sendiri. Jalur ini sangat aman untuk saya seberangi. Kamu tidak usah khawatir," ujar Jack mencoba meyakinkan sopir. " Penumpang yang lain akan terlambat dan nanti kamu bisa dikomplain."

" Tidak apa saya dikomplain, yang penting kamu selamat," jawab sopir itu mejawab desakan Jack.

Saya sempat terperangah mendengar jawaban itu. Namun saya segera kembali meyakinkan sopir itu untuk segera kembali ke busnya, namun tetap dia tidak beranjak dari posisinya. Lampu berubah hijau, Jack dan sopir baik hati ini pun menyebrang.

Tak hanya mengantar menyeberang, sopir itu juga mengantar Jack ke bus stop yang ada di dekat penyeberangan tadi. Sang sopir memberi tahu Jack bahwa ini adalah bus stop 16, dan semua bus yang melintas akan melewati bus stop 22. Jack pun berterima kasih padanya sebelum akhirnya sang sopir menyeberang kembali.

Kurang lebih 10 menit Jack berdiri di bus stop itu, akhirnya sebuah bus pun merapat. Baru saja dia mau bertanya, tiba-tiba sopir bus tersebut berakta, " Naiklah, saya akan antar kamu ke bus stop 22."

Jack pun heran. Dia bertanya-tanya bagaimana bisa sopir bus itu bisa tahu tujuannya. Namun tanpa pikir panjang, Jack naik ke bus itu, dan kali ini duduk dekat sopir. " Bagaimana kamu tahu kalau saya mau ke stop 22?" Jack bertanya pada sopir tersebut.

" Sopir 720 yang tadi kamu naiki, dia berkomunikasi dengan saya melalui radio panggil," jawab sopir tersebut santai. " Dia bilang kamu kelewatan dan berpesan pada saya untuk mengantar kamu ke stop 22." Saat itu Jack tersenyum dan muncul perasaan salut yang tinggi terhadap sopir 720 itu. 

Jack ingat betul hal ini sering terjadi saat berpergian di kota-kota di Indonesia, di mana sopir atau kernet lupa menurunkannya di tempat yang dia inginkan. Namun jika ini terjadi di Indonesia, Jack sering kali diturunkan di area yang tidak dia kenal. " Lalu menyuruh saya untuk menyebrang dan naik arah sebalikanya, tanpa membantu saya menyebrang."

Yang lebih parah, penumpang lain juga turut bekomentar. " Lagian sih, pergi sendirian. Gak ditemenin aja?" atau " Ngapain sih pergi-pergi? Gak bisa orang rumah aja yang disuruh?" demikian Jack mengenang pengalamannya di Indonesia.

Kalau sudah demikian, kata Jack, biasanya dirinya hanya tersenyum kecut saja dan akhirnya terbiasa dengan komentar-komentar seperti itu. Namun terkadang ada juga sopir atau kernet  yang berbaik hati menyeberangkannya terlebih dahulu, sebelum melanjutkan perjalanannya.

" Oleh sebab itu, kejadian di 720 itu cukup membuat saya terkagum-kagum dengan perilaku orang Barat yang konon katanya cuek dengan orang lain," ujar Jack. (Ism)

Beri Komentar
Jangan Lewatkan
More