Cadangan Emas Jika Dikumpulkan Bisa Tutupi Bumi Setebal 4 Meter

Reporter : Sugiono
Rabu, 19 Juni 2019 08:35
Cadangan Emas Jika Dikumpulkan Bisa Tutupi Bumi Setebal 4 Meter
Simak penjelasan para peneliti di Bristol University, Inggris, yaitu Dr Matthias Willbold dan Profesor Tim Elliott.

Dream - Selain berlian, salah satu bahan perhiasan yang paling mahal dan dicari di dunia adalah emas. Logam mulia yang identik dengan warna kuning berkilauan ini sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu.

Selama ini orang mengenal emas berasal dari tambang-tambang emas yang bertebaran di Bumi.

Tapi tahukah Sahabat Dream asal usul emas yang sebenarnya berasal dari luar angkasa?

Melalui analisis dengan presisi yang sangat tinggi ditemukan bahwa cadangan logam mulia di planet ini berasal dari luar angkasa.

Tidak percaya? Simak penjelasan para peneliti di Bristol University, Inggris, yaitu Dr Matthias Willbold dan Profesor Tim Elliott.

Keduanya adalah ilmuwan dari Bristol Isotope Group di School of Earth Sciences, Bristol University.

1 dari 5 halaman

Hasil dari Hujan Meteor Terhadap Bumi

Dr Willbold dan Prof Elliott membuktikan bahwa logam mulia di planet Bumi, termasuk emas, adalah hasil dari hujan meteor terhadap planet Bumi.

Hujan meteor tersebut berlangsung selama lebih dari 200 juta tahun setelah planet Bumi terbentuk.

Selama pembentukan Bumi, besi cair tenggelam ke pusatnya sehingga tercipta inti Bumi.

Setelah itu, Bumi mendapat hujan meteor emas yang mengendap di bagian mantel Bumi.

Lapisan atau endapan emas ini tetap menempel di bagian mantel dan tidak ikut jatuh ke interior dalam Bumi.

2 dari 5 halaman

Emas Lebih Banyak Ditemukan di Lapisan Mantel Bumi

Karena itulah kandungan emas lebih banyak ditemukan di lapisan mantel Bumi.

Jumlah kandungan emas di lapisan mantel Bumi bahkan bisa menutupi seluruh permukaan Bumi dengan lapisan setebal empat meter.

Penemuan ini dihasilkan dengan menguji batu-batu tua yang usianya mencapai miliaran tahun.

Untuk penemuannya ini, Dr Willbold dan Prof Elliott mempublikasikannya di jurnal Nature.

3 dari 5 halaman

Menganalisis Batu Tua dari Greenland

Untuk menguji teorinya, Dr Willbold dan Prof Elliott menganalisis batu-batu tua dari Greenland.

Batu-batu tua yang dikoleksi oleh Profesor Stephen Moorbath dari Oxford University itu usianya mencapai hampir empat miliar tahun.

Dengan menguji batu-batu tua itu, peneliti bisa melihat komposisi planet kita tak lama setelah pembentukan inti tetapi sebelum hujan meteor terjadi.

Peneliti menemukan bahwa ada komposisi isotop tungsten di dalam batu-batu tersebut.

Tungsten (W) adalah elemen yang sangat langka, yang terdiri dari beberapa isotop dan atom.

4 dari 5 halaman

Produk Sampingan Hujan Meteor

Isotop dan atom di dalam batu tua itu akan memberikan sidik jari tentang asal usul material di Bumi setelah terjadi hujan meteor.

Melalui analisisnya, Dr Willbold mengamati adanya penurunan 15 bagian per juta antara jumlah relatif isotop 182W di batu tua Greenland dan batuan modern.

Perubahan kecil namun signifikan ini sangat sesuai dengan yang diperlukan untuk menjelaskan melimpahnya emas di Bumi.

Ternyata, melimpahnya emas di planet Bumi ini adalah produk sampingan yang menguntungkan dari hujan meteor yang terjadi selama 200 juta tahun.

" Mengekstraksi tungsten dari sampel batuan dan menganalisis komposisi isotopnya dengan presisi sangat sulit. Mengingat hanya ada bagian kecil tungsten yang tersedia dalam batuan tua itu," kata Dr Willbold.

5 dari 5 halaman

Bukan Berasal dari Bumi

Dr Willbold menambahkan hujan meteor emas tersebut masuk dan tercampur ke mantel Bumi melalui proses konveksi raksasa.

Selanjutnya, Dr Willbold ingin mempelajari berapa lama proses ini berlangsung. Termasuk, proses geologi yang membentuk benua dan logam mulia (beserta tungsten) yang tersimpan ke dalam deposit bijih yang ditambang di zaman sekarang.

" Pekerjaan kami menunjukkan bahwa sebagian besar logam mulia yang menjadi dasar perekonomian kita bukan berasal dari Bumi.

" Mereka ditambahkan ke planet kita secara kebetulan ketika Bumi dihantam oleh sekitar 20 miliar ton material asteroid," pungkasnya.

(Sumber: Science Daily)

Beri Komentar