Pemeriksaan Tekanan Darah/ Foto: Shutterstock
Dream - Tekanan darah tinggi atau yang dikenal dengan istilah hipertensi termasuk kondisi yang seringkali tak disadari pengidapnya. Hal ini lantaran hipertensi tak menunjukkan gejala hingga baru diketahui setelah serangan stroke.
Kondisi tersebut membuat hipertensi termasuk penyakit silent killer atau bisa membunuh secara perlahan. Menurut World Health Organization (WHO) pada 2021 terdapat 1,4 miliar penduduk dunia hidup dengan hipertensi. Salah satu dampak fatal dari hipertensi yang tak terkontrol adalah stroke dan kematian mendadak.
Dalam acara webinar yang diadakan Bayer Indonesia pada 31 Agustus 2022, dr. Eka Harmeiwaty, spesialis saraf dari RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita mengungkap kalau hipertensi merupakan pemicu utama stroke.
“ Hipertensi merupakan faktor risiko utama kejadian stroke. Setiap kenaikan tekanan darah sistolik 2 mmHg akan meningkatkan risiko stroke 10% pada orang dewasa. Hipertensi sendiri ditemukan pada 64-70% kasus stroke," ujar dr. Eka.
Hipertensi sendiri merupakan penyakit kronik yang tidak bisa disembuhkan. Bila seseorang sudah pernah mengalami hipertensi dan tekanan darahnya dalam level normal, mencapai target bukan berarti dia sembuh, tapi terkontrol.
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan gumpalan darah otak mengeras dan aliran darah menuju otak terhambat sehingga memicu terjadinya stroke, mulai dari skala ringan (Transient Ischaemic Attack / TIA) sampai stroke berat yang bisa menyebabkan kecacatan menetap / mengancam jiwa, terutama jika Hipertensi tidak ditangani.
Banyak faktor yang bisa memicu hipertensi. Menurut dokter Eka, ada faktor risiko yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah. Untuk yang tidak dapat diubah yaitu faktor generik.
Genetik atau keturunan seperti usia, gender, dan ras merupakan faktor risiko yang tidak dapat diubah. Semakin tambah usia maka risiko hipertensi semakin tinggi.
" Perempuan umumnya lebih rawan mengidap hipertensi dibanding laki-laki, kemudian ras kulit hitam cenderung lebih rawan mengidap hipertensi dibanding ras kulit putih," ujarnya.
Begitu juga riwayat keluarga. Mereka yang memiliki orangtua pengidap hipertensi, memiliki risiko juga mengalaminya. Lalu anak yang prematur, perokok pasif, juga berat badan lahir rendah.
Dokter Eka menjelaskan, seseorang dikatakan menderita hipertensi apabila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Untuk itu penting melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin, terutama mereka yang memiliki faktor risiko tinggi.
Mengingat hipertensi tak bisa disembuh dan hanya bisa dikontrol, salah satu caranya adalah dengan melakukan konsultasi rutin dengan dokter. Bila memang memiliki riwayat hipertensi dokter akan memberikan terapi obat untuk mengontrolnya agar tak menjadi serangan stroke.
Laporan: Meisya Harsa Dwipuspita
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Hasil Foto Paspor Shandy Aulia Pakai Makeup Artist Dikritik, Pihak Imigrasi Beri Penjelasan
Zaskia Mecca Kritik Acara Tanya Jawab di Kajian, Seperti Membuka Aib