Liu Shenglan
Dream - Pria tua itu tergolek lemah di bangsal rumah sakit. Dia tak berdaya. Tubuhnya dimakan usia akibat komplikasi penyakit yang didera.
Dokter angkat tangan. Vonis juga telah dijatuhkan. Pria itu mengalami kegagalan multifungsi organ. Harapan hidupnya sudah sangat tipis.
Coba tengok raut mukanya. Tak tampak kesakitan apalagi rasa khawatir menghadapi ajal. Justru dia bahagia. Barisan foto di dinding telah membetot matanya. Ada gambar anak-anak asuhnya menempel di sana.
Senyum kecil tersungging dari wajahnya. Saat sebulir air mata menetes di pipinya. Haru. Itulah foto-foto yang menemani hari-harinya di rumah sakit. Hingga akhirnya malaikat maut menjemputnya.
Sang kakek meninggal dunia. Kabar kematiannya tersebar luas. Dunia meratapi kepergiannya. Semua merasa kehilangan seorang inspirator besar. Di tengah keterbatasan ekonomi, si Kakek membuat dunia tercengang. Dialah malaikat bagi orang muda yang mempunyai mimpi masa depan.
Dialah Liu Shenglan. Pria renta itu bukan orang kaya. Kerjanya cuma pemungut sampah. Di Kota Yantai, Provinsi Zhaoyuan, China dia menghabiskan usia. Usia 93 tahun, Kakek Liu menghembuskan napas terakhirnya pada 16 Januari 2016.
Kakek Liu tak meninggalkan harta warisan apapun. Namun ia meninggalkan begitu satu harta tak ternilai. Kenangan berharga bagi mereka yang telah ditolongnya.
Dalam 20 tahun terakhir, Kakek Liu telah berjuang keras mengabdikan hidupnya. Bukan untuk kesenangan dirinya lagi. Kakek Liu menghidupi 100 mahasiswa miskin yang tersebar di seluruh China.
Uang sekitar 100.000 Yuan atau setara lebih dari Rp200 juta ia habiskan untuk membantu pendidikan dan biaya hidup para mahasiswa tersebut.
Liu bukanlah pengusaha kaya apalagi seorang konglomerat. Sebagai pemungut sampah, uang sebanyak itu bukan barang sepele. Perlu berjuang keras. Sedikit demi sedikit uang ia kumpulkan dari hasil memulung sampah.
Selama bertahun-tahun Kakek Liu terus menabung. Hidup hemat, memakai pakaian seadanya, tak makan daging hanya makan sayur. Semua itu dilakukannya demi membantu orang lain.
Kebaikan hati Kakek Liu bukan tiba-tiba. Semua ini dimulainya semenjak sang istri meninggal. Liu saat itu sudah berusia 73 tahun. Tinggal sendirian di hari tua, Liu ingin berbuat sesuatu.
Lama berpikir, Kakek Liu memutuskan membantu anak-anak remaja yatim piatu dan kurang mampu. Orang-orang yang sama sekali tak punya hubungan darah. Kenal muka pun tidak. Tapi Kakek Liu tak menjadikannya soal. Tekadnya sudah begitu kuat. Membantu anak-anak ini meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Saban hari, Kakek Liu berangkat ke kantor pos. Mengayuh sepeda berkilo-kilometer. Uang hasil jerih payah dikirimkan ke anak asuh.
Bertahun-tahun, dia mengayuh sepeda. Tak memikirkan sedikit pun imbalan. Dijalani dengan senang hati. Apalagi saat secarik kertas datang ke rumahnya.
Isi surat itu sangat singkat. Sebuah ucapan terima kasih dari seorang pelajar yang telah ia bantu. Ternyata bukan satu dua surat yang datang. Kakek Liu punya sebuah tas biru kesayangan. Isinya, ratusan surat dari anak-anak asuhnya.
Tiap kali ia membaca tumpukan surat-surat itu, perasaannya dinaungi kebahagiaan yang tiada terkira. Padahal banyak anak asuh tak mengenalinya. Ada diantara mereka yang menyebutnya " Nenek Liu atau Bibi Liu" dalam surat.
" Tidak ada lagi yang lebih membahagiakan dari itu semua. Melihat anak-anak itu menjadi berhasil," kata Liu.
Kini, sosok Kakek Liu menjadi inspirasi bagi ratusan organisasi dan ratusan ribu sukarelawan yang bergerak di bidang sosial di kota Yantai.
Gelar pahlawan disandang Kakek Liu. Dia adalah pahlawan sosial versi salah satu jaringan TV China, CCTV. Beberapa penghargaan lain di bidang moral dan sosial juga diberikan atas kedermawanan dan dedikasinya terhadap pendidikan anak-anak miskin.
Namun semua penghargaan itu taka ada artinya. Jasanya terlalu besar untuk sebuah gelar. Kakek Liu membuat ratusan anak dapat bersekolah hingga mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
" Melihat dia memandangi foto kami, wajahnya sangat bahagia. Pada saat yang sama Anda akan melihat mata tua yang bercahaya dan senyum yang menawan. Dua puluh tahun, di kota ini, kami bangga padanya! Tangan tuanya telah menulis cinta yang besar di dunia. Meski tubuh sakit, hatinya begitu mulia. Di usia 93 tahun, untuk sisa hidupnya, ia telah menciptakan dunia yang penuh kebaikan," ujar salah satu anak asuhnya.
Advertisement
Detail Spesifikasi iPhone 17 Air, Seri Paling Tipis yang Pernah Ada
4 Komunitas Seru di Bogor, Capoera hingga Anak Jalanan Berprestasi
Resmi Meluncur, Tengok Spesifikasi dan Daftar Harga iPhone 17
Keren! Geng Pandawara Punya Perahu Ratusan Juta Pengangkut Sampah
Pakai AI Agar Tak Khawatir Lagi Salah Pilih Warna Foundation
Video Sri Mulyani Menangis di Pundak Suami Saat Pegawai Kemenkeu Nyanyikan `Bahasa Kalbu`
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics
Pakai AI Agar Tak Khawatir Lagi Salah Pilih Warna Foundation
Siap-Siap Adu Cepat! Begini Cara Menangin Promo Flash Sale Rp99
Keren! Geng Pandawara Punya Perahu Ratusan Juta Pengangkut Sampah
Kisah Influencer dan Mantan CMO Felicia Kawilarang Hadapi Anxiety Disorder
Detail Spesifikasi iPhone 17 Air, Seri Paling Tipis yang Pernah Ada