Ilustrasi
Dream - Penelitian terkini menunjukkan pengaruh Covid-19 meningkatkan risiko pengembangan disfungsi ereksi (DE). Penelitian tersebut mendapat temuan pria terinfeksi Covid-19 berisiko enam kali lebih tinggi mengalami DE.
Penelitian ini dipimpin oleh Emmanuele A. Jannini, MD, profesor endokrinologi dan seksologi medis Universitas Roma Tor Vergata, Roma, Italia. Sedangkan hasilnya sudah diterbitkan pada Jurnal 'Andrology', edisi 20 Maret 2021.
Temuan itu juga menunjukkan DE juga meningkatkan kerentanan pria terhadap infeksi SARS-CoV-2. Sedangkan pria dengan DE lebih dari lima kali memungkinkan untuk terpapar Covid-19.
Untuk pria dengan riwayat Covid-19, perkiraan risiko mengembangkan DE adalah 5,66 lebih tinggi. Angka-angka itu tetap ada bahkan setelah faktor-faktor lain dipertimbangkan.
DE bisa menjadi komplikasi jangka pendek dan jangka panjang dari Covid-19. Jannini pun menyarakan agar para pria memakai masker demi terjaga dari Covid-19.
" Saat ditawari, laki-laki harus mendapat vaksinasi Covid dan untuk memakai masker agar tetap terjaga, itu mungkin bisa memiliki manfaat tambahan untuk mencegah disfungsi seksual," kata Jannini.
Dia mencontohkan kelompok usia yang lebih tua, memiliki diabetes, indeks massa tubuh tinggi (BMI), dan merokok dapat meningkatkan risiko tertular Covid-19. Gambaran ini sama seperti faktor risiko pada DE
" Hasil penelitian kami sejalan dengan mekanisme patofisiologis yang menghubungkan DE, disfungsi endotel, dan Covid-19. Pada dasarnya, disfungsi endotel sering terjadi pada kedua kondisi (Covid-19 dan ED)," ucap Jannini.
" Kami ingin menemukan semacam penanda disfungsi endotel (salah satu bentuk penyakit arteri koroner) pasca Covid, karena tampaknya ada banyak gejala sisa yang muncul berdampingan dalam waktu lama setelah infeksi, dan menanyakan pasien apakah mereka mengalami DE setelah Covid mungkin memberikan ukuran kesehatan sistemik,” tambah Jannini.
Allan Pacey, profesor andrologi di University of Sheffield, Sheffield, Inggris Raya, menyambut baik penelitian tersebut. Dia menilai penelitian ini dijalankan dengan cukup baik.
" Namun, saat ini hubungan tersebut hanyalah korelasi, dan mungkin beberapa penyakit penyerta yang meningkatkan peluang pria untuk mendapatkan infeksi Covid-19, yang akan signifikan mungkin juga secara independen meningkatkan kemungkinan disfungsi ereksi," kata Pacey.
Ahli Urologi, John Mulhall, dari Memorial Sloan Kettering Cancer Center, New York City, menyatakan ini merupakan studi awal. Meski begitu, data awal sudah menunjukkan adanya hubungan antara Covid-19 dengan DE.
" Namun, ini menimbulkan pertanyaan yang cukup sehingga analisis jangka panjang, dapat diperlukan lebih lanjut untuk menentukan penyebab," kata Mulhall.
Penelitian sebelumnya menunjukkan Covid-19 tanpa gejala dapat dikaitkan dengan masalah yang tidak terdeteksi dengan pembuluh darah kecil, dengan jangka panjang pada sistem kardiovaskular.
" Memang, Covid-19 adalah penyakit endotel di mana manifestasi sistemik berpotensi disebabkan oleh perubahan keseimbangan trombotik/fibrinolitik endotel," kata Jannini.
Dia menambahkan sel-sel ini berfungsi mirip dengan bagaimana SARS-CoV-2 saat menyerang sel inang. Sedangkan DE dianggap sebagai ciri disfungsi endotel.
" Dengan demikian, hubungan potensial antara DE dan Covid-19 juga telah didalilkan dan mendukung penyelidikan dalam penelitian ini," jelasnya.
Studi ini didasarkan pada fakta DE sering dianggap sebagai penanda klinis gangguan status kesehatan secara keseluruhan. Sering kali menampilkan kejadian kardiovaskular pada usia dini, dan ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan silang antara Covid-19 dan DE.
" Ini mungkin menunjukkan bahwa pria dengan DE, karena kondisi mendasar yang mengganggu respons ereksi, juga bisa lebih rentan tertular Covid-19," kata Jannini.
Data diambil dari survei online Sex @COVID, yang dilakukan dari 7 April hingga 4 Mei 2020, di Italia. Survei ini melibatkan 6821 peserta berusia 18 tahun atau lebih, dengan rincian 4177 wanita dan 2.644 pria.
Hasil menunjukkan prevalensi DE secara signifikan lebih tinggi di antara pria yang melaporkan sendiri riwayat Covid-19, dibandingkan dengan populasi Covid negatif yang cocok yakni 28 persen berbanding 9,33 persen.
Setelah disesuaikan dengan variabel-variabel yang dianggap berpengaruh terhadap perkembangan DE, seperti status psikologis, usia, dan BMI, odds ratio untuk berkembangnya DE setelah terkena Covid-19 adalah 5,66 persen.
Demikian pula, setelah disesuaikan dengan usia dan BMI, pria dengan DE 5,27 persen lebih mungkin terkena Covid-19.
Para penulis mencatat orang yang mengalami serangan tiba-tiba atau memburuknya DE, mungkin juga mempertimbangkan karantina sebagai tindakan pencegahan atau diuji untuk Covid-19. Mereka memperingatkan virus mungkin bertindak sebagai pemicu potensial untuk kerusakan ereksi atau menjadi faktor yang memberatkan untuk perkembangannya ke bentuk yang lebih parah.
Demikian pula, pasien yang mengalami DE " harus mempertimbangkan gangguan ereksi mereka sebagai tanda kemungkinan kondisi mendasar yang dapat meningkatkan kemungkinan menderita Covid-19," tulis mereka, dikutip dari Webmd.com.
Laporan: Radhika Nada
Advertisement
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Rekam Jejak Profesional dan Birokrasi Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Pengganti Sri Mulyani Indrawati
Bahaya Duduk Terlalu Lama di Toilet, Wasir Hingga Gejala Kanker
Prabowo Subianto Resmi Lantik 4 Menteri Baru Kabinet Merah Putih, Ini Daftarnya