Dream - Kepolisian Kuala Lumpur, Malaysia, menetapkan tujuh remaja berusia 11 sampai 18 tahun sebagai tersangka pembakaran Pesantren Tahfiz Alquran Ittifaqiyah. Sebanyak 23 santri dan dua pengajar meninggal dalam insiden tersebut.
Wakil Kepala Pesantren Tahfiz Quran Ittifaqiyah, Mohammad Azhari Mahmod, 40 tahun, menyebut insiden pembakaran itu dilatarbelakangi masalah sepele. Menurut dia, santrinya kerap berebut lapangan futsal di dekat pesantren dengan sejumlah remaja tersebut.
" Sejak awal tahun, anak-anak itu kerap cekcok dengan para santri dan berebut bermain di lapangan futsal yang dekat pesantren ini," ujar Azhari, dikutip dari Harian Metro.
Azhari mengaku sering mendapat keluhan dari santri-santrinya lantaran jengkel dengan ulah para remaja itu. Menurut dia, para santri memang diizinkan bermain futsal setiap Senin dan Rabu sore.
Dia pun mengaku selalu meminta santri-santrinya untuk mengalah. " Soal berebut lapangan futsal saya sudah tahu anak-anak di sekitar sini sering cekcok dengan para santri," ucap Azhari.
" Bukan itu saja, Ramadan kemarin ada beberapa anak melempar petasan ke dalam pesantren sebelum sholat Isya," lanjut Azhari.
Azhari pun mengaku sempat menegur para santri agar tidak membalas perbuatan para remaja tersebut. Tetapi, teguran itu diabaikan santri-santrinya lantaran sudah jengkel.
" Dulu masalah seperti ini tidak terjadi, tetapi sekarang banyak anak muda melakukan perkara yang tidak masuk akal," kata Azhari.
Selanjutnya, Azhari mengaku bersyukur para remaja itu ditangkap pihak berwenang. Penangkapan itu juga menjadi bukti untuk menyanggah tuduhan kebakaran terjadi karena kelalaian pengelola pesantren.
" Saya bersyukur, Allah tunjukkan yang hak. Banyak pihak menduga insiden terjadi karena kelalaian pengelola pesantren," kata Azhari.
Dream - Kepolisian Metropolitan Kuala Lumpur, Malaysia, berhasil menangkap tujuh orang pelaku pembakaran Pesantren Tahfiz Alquran Ittifaqiyah pada Sabtu, 16 September 2017. Para pelaku berhasil diidentifikasi berkat rekaman CCTV yang ada di pesantren tersebut.
" Tujuh orang ditahan, (usia) antara 11 sampai 18 tahun, antara pukul 18.00 hingga 02.00 dini hari. Menyita barang bukti berupa pakaian dan topi pelaku," ujar Kepala Kepolisian Kuala Lumpur, Datuk Amar Singh Ishar Singh, dikutip dari Harian Metro, Senin, 18 September 2017.
Sebanyak 23 santri dan dua pengajar meninggal dalam insiden tersebut. Mereka terjebak di dalam gedung sehingga tidak bisa menyelamatkan diri.
Rekaman CCTV menunjukkan salah satu pelaku memanjat pagar besi dan masuk ke dalam pesantren pada Kamis sekitar pukul 03.10 dini hari waktu setempat.
Wajah dan tingkah pelaku yang merangkak masuk ke pesantren tertangkap jelas pada kamera.
Amar mengatakan kasus pembakaran pesantren tersebut dilatarbelakangi motif dendam. Beberapa saat sebelumnya, terjadi insiden saling olok antara para pelaku, yang merupakan orang luar, dengan beberapa santri.
" Enam orang terbukti positif menggunakan ganja, sementara satu pelaku negatif," ucap Amar.
Selanjutnya, Amar mengatakan para pelaku membawa dua tabung gas ke dalam pesantren. Tabung itu diletakkan di satu-satunya jalan keluar di lantai tiga, menyebabkan para korban tidak dapat menyelamatkan diri.
" (Para pelaku) menggunakan bahan yang dapat mempercepat pembakaran. Tidak etis mengungkapkan proses pembakaran dijalankan," kata Amar.
Dari pemeriksaan sementara, para pelaku mengakui perbuatan mereka. Di hadapan polisi, mereka mengaku awalnya hanya berniat membakar pesantren dan tidak terlintas ingin membunuh para penghuninya.
" Akan diperiksa lebih lanjut mengenai perselisihan paham yang terjadi. Motifnya memang membakar pusat tahfiz, hanya berniat membakar gedung," ucap Amar.
Polisi akan mengembangkan penyidikan untuk melacak darimana para pelaku mendapatkan ganja dan gas. Menurut Amar, enam pelaku menggunakan ganja sebelum melancarkan aksinya.
Salah satu orangtua korban, Noorazlina Bakry, 36 tahun, menyatakan tidak akan memaafkan para pelaku. Noorazlina adalah ibu dari salah satu santri berusia 11 tahun yang meninggal dalam insiden tersebut.
" Saya tidak mau bertemu mereka, saya tidak mau melihat wajah mereka, saya tidak akan memaafkan perbuatan mereka. Saya ingin keadilan ditegakkan," ujar Noorazlina, dilaporkan New Straits Times.
Insiden ini menimbulkan keraguan besar terhadap pesantren tahfiz yang dikelola pihak swasta. Ini lantaran banyak pesantren swasta di Malaysia yang terdaftar, tetapi memiliki pengelolaan keuangan yang buruk.
Sementara itu, ada sekitar 1.200 pesantren swasta yang ternyata tidak memiliki izin dari Pemerintah Malaysia, menurut estimasi Federasi Nasional Asosiasi Institusi Tahfiz Alquran Malaysia. Pesantren Tahfiz Quran Ittifaqiyah salah satunya.
Sumber: Harian Metro | Straits Times.
Advertisement
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Selamatkan Kucing Uya Kuya Saat Aksi Penjarahan, Sherina Dipanggil Polisi
Rekam Jejak Profesional dan Birokrasi Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Pengganti Sri Mulyani Indrawati