Ilustrasi (Shutterstock.com)
Dream - Prestasi Indonesia di dunia sains kembali diakui dunia. Dua peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ratih Pangestuti dan R Tedjo Sasmono, masuk jajaran Top 2% World Ranking Scientists.
Ratih adalah peneliti pada Balai Bio Industri Laut BRIN, sedangkan Tedjo merupakan peneliti senior pada Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN.
Pemeringkatan ini disusun oleh peneliti Universitas Stanford, Prof John Ioannidis bersama Jeroen Baas dan Kevin Boyack. Hasil pemeringkatan tersebut dipublikasikan pada 20 Oktober 2021.
Matriks penilaian dalam pemeringkatan ini didasarkan pada basis data lebih dari 100 ribu ilmuwan top dunia. Basis data tersebut memuat informasi mengenai sitasi, h-indeks, hm-indeks yang disesuaikan dengan penulisan bersama, serta indikator gabungan.
Data tersebut dikelompokkan menjadi 22 bidang dan 176 sub-bidang keilmuan. Terkait karier, dipakai data terkini per akhir 2020.
Sedangkan pemilihan ilmuwan dalam daftar Top 2% World Rankings Scientists berdasarkan posisi 100 ribu teratas. Posisi ini ditetapkan dengan dasar skor-c (dengan dan tanpa self-citation) atau ranking persentil 2 persen atau lebih.
Ratih Pangestuti, peraih gelar Doktor bidang Marine Biochemistry dari Pukyong National University Korea Selatan pada 2012 ini banyak menaruh perhatian pada eksplorasi sumber daya laut secara berkelanjutan.
Selain meneliti, Ratih juga ditugaskan sebagai pelaksana tugas Kepala Kantor BBIL BRIN di Nusa Tenggara Barat dan menjadi Ketua Kelompok Penelitian Bio Industri Laut.
Ketertarikannya pada dunia kelautan didorong oleh kekayaan sumber daya hayati laut Indonesia yang tertinggi di Bumi. Sayangnya, kekayaan sumber daya hayati laut tersebut belum dimanfaatkan secara optimal.
" Saat ini kita banyak melupakan lautan, lupa akan seberapa besar potensi laut yang kita punya dan pemanfaatannya untuk kesejahteraan bangsa," ujar Ratih.
Itulah yang menjadi pendorong Ratih terus melakukan riset dan mengabdikannya kepada masyarakat. Bagi dia, seorang peneliti tidak hanya mempublikasikan hasil risetnya ke dalam artikel ilmiah namun juga harus berkontribusi dalam pilar iptek yang lain yakni science for scientific community dan science for stakeholders.
Sementara Tedjo memulai karirnya sebagai periset di LBM Eijkman pada 1994. Peraih PhD dalam bidang molecular bioscience dari University of Queensland, Australia pada 2003 ini adalah ketua kelompok Unit Penelitian Demam Berdarah Dengue di PRBM Eijkman.
Ketertarikannya pada riset Demam Berdarah Dengue (DBD) berawal dari kenyataan penyakit ini adalah salah satu yang masih menghantui Indonesia. Terlebih, Indonesia menempati posisi tertinggi kasus penularan DBD di Asia Tenggara.
" Selain itu, dari empat jenis virus dengue, keempatnya ada di Indonesia,” jelas Tedjo Sasmono.
Tedjo mengungkapkan jumlah penduduk, lingkungan alam tropis, sanitasi yang buruk, dan rendahnya kesadaran masyarakat menjadi alasan utama tingginya angka kasus dengue, dikutip dari laman BRIN.
Advertisement
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Selamatkan Kucing Uya Kuya Saat Aksi Penjarahan, Sherina Dipanggil Polisi
Rekam Jejak Profesional dan Birokrasi Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Pengganti Sri Mulyani Indrawati