Ilustrasi (Foto: Pixabay.com)
Dream - Gelapnya malam merupakan fenomena alam yang biasa. Tetapi, belum ada penjelasan yang pasti tentang pertanyaan, 'Mengapa malam hari selalu gelap?' Sebagian orang mungkin dengan gampang menjawab, " Ya karena tidak ada Matahari."
Tetapi, pertanyaan yang sama pernah membuat astronom Jerman, Heinrich penasaran pada 1823. Dia bertanya jika alam semesta ini tak terbatas dan dipenuhi miliaran bintang yang bersinar terang, bukankah malam hari itu seharusnya sama terangnya seperti pada siang hari?
Untuk kontradiksi ini, dunia akademis menyebutnya dengan Paradoks Olber. Sementara orang awam menamakannya paradoks langit gelap.
Di dalam Paradoks Olber terdapat berbagai teori yang mencoba menerangkap sebab dunia gelap ketika malam hari. Teori-teori tersebut masih menjadi perdebatan hingga saat ini.
Untuk menjawab Paradoks Olber itu, Karen B. Kwitter dari Ebenezer Fitch Professor of Astronomy di Williams College, Williamstown, Massachussets, Amerika Serikat, mencoba memberikan penjelasan.
Satu teori di dalam Paradoks Olber menyebut keterlibatan debu yang berada di antara bintang dan mungkin di antara galaksi. Intinya, debu telah menghalangi cahaya dari benda-benda yang jauh (bintang-bintang), sehingga membuat langit gelap.
Tetapi, pada kenyataannya, cahaya yang jatuh akan memanaskan debu sehingga bisa bersinar secerah sumber cahaya aslinya.
Jawaban lain yang diajukan untuk menjawab paradoks tersebut menjelaskan pergeseran sinar inframerah dari galaksi jauh yang luar biasa akan mengalihkan cahaya dari jangkauan penglihatan menjadi sinar inframerah yang tak terlihat.
Sinar inframerah adalah gelombang sinar panjang yang dipancarkan galaksi karena perluasan alam semesta.
Tapi jika penjelasan ini benar, gelombang sinar ultraviolet yang lebih pendek juga akan bergeser ke jangkauan penglihatan yang terlihat - yang tidak terjadi.
Menurut Kwitter saat ini ada dua solusi terbaik untuk menjawab Paradoks Olber tersebut.
Pertama, meski galaksi kita tidak terbatas, tapi usianya belum sangat tua. Poin ini sangat penting karena cahaya bergerak dengan kecepatan terbatas (meski sangat cepat!), sekitar 300 ribu kilometer per detik.
Kita bisa melihat sesuatu hanya setelah cahaya yang dipancarkan benda itu sudah sampai ke kita. Dalam pengalaman sehari-hari besarnya waktu tunda sangatlah kecil.
Bahkan saat duduk di balkon ruang konser, kita baru akan melihat konduktor mengangkat tongkatnya kurang dari sepersejuta detik setelah dia benar-benar melakukannya.
Ketika jarak bertambah, begitu juga dengan waktu tunda. Misalnya, astronot di bulan mengalami penundaan waktu 1,5 detik dalam komunikasi mereka dengan Pengendali Misi di Bumi.
Itu karena adanya waktu tunda yang dibutuhkan sinyal radio (yang berbentuk cahaya) untuk melakukan perjalanan pulang-pergi antara Bumi dan Bulan.
Sebagian besar astronom setuju alam semesta berusia antara 10 dan 15 miliar tahun. Itu berarti jarak maksimum kita bisa melihat cahaya antara 10 dan 15 miliar tahun cahaya.
Jadi, biarpun ada galaksi yang jauh lagi, cahaya mereka tidak akan sempat sampai ke kita.
Jawaban kedua terletak pada kenyataan bintang dan galaksi tidak berusia panjang. Mereka akhirnya akan redup.
Kita akan melihat efek ini lebih cepat di galaksi terdekat, berkat waktu tempuh cahaya yang lebih pendek.
Karena efek inilah mengapa langit malam tidak bisa terang benderang meski banyak bintang mengeluarkan cahaya mereka.
Cahaya dari bintang-bintang akan membutuhkan waktu banyak untuk sampai ke kita. Karena cahaya mereka harus melewati objek-objek terdekat yang bisa saja terbakar dan kemudian menjadi gelap.
(Sumber: scientificamerican.com)
Advertisement
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale