Penjelasan Ilmiah Mengapa Kita Mengalami Deja Vu

Reporter : Maulana Kautsar
Rabu, 27 Desember 2017 09:00
Penjelasan Ilmiah Mengapa Kita Mengalami Deja Vu
Apakah deja vu memiliki keterkaitan dengan sihir?

Dream - Pernah merasa berada dalam situasi atau lingkungan yang sama sekali baru tetapi merasa pernah mengalami hal serupa sebelumnya? Itulah yang dinamakan dengan deja vu. Dalam bahasa Prancis, kata deja vu ini artinya 'pernah melihat atau merasakan'.

Menurut laman Science Alert, 70 persen populasi manusia pernah mengalami deja vu. Umumnya, usia 15-25 tahun paling sering merasakan fenomena ini.

Meski begitu, fenomena ini sangat sulit dijelaskan. Deja vu mirip gejala mengingat kembali sebuah mimpi yang terlupakan.

Pada 2006, para ilmuwan di Leeds Memory Group mengklaim telah berhasil menemukan penyebab deja vu. Penelitian ini menggunakan hipnosis untuk memicu proses pengenalan otak. Ilmuwan di Leeds Memory merekrut 18 relawan. Mereka diminta untuk melihat 24 kata yang umum. Setelah itu mereka dihipnotis.

Mereka diminta menangkap kata-kata dalam bingkai merah sebagai kata-kata yang sama. Sedangkan yang berada di dalam bingkai hijau sebagai kata-kata yang tidak ada dalam daftar 24 kata tersebut.

Setelah keluar dari hipnosis, para peserta diberi rangkaian kata dalam bingkai warna berbeda, termasuk yang tak ada dalam daftar asli.

Dari semua relawan, 10 orang berkata bahwa mereka merasakan sensasi yang aneh saat melihat kata-kata baru dalam bingkai merah. Sedangkan 5 orang lainnya mengatakan bahwa mereka merasa mengalami deja vu.

1 dari 2 halaman

Memori yang Mengalami Kerusakan

Memori yang Mengalami Kerusakan © Dream

Selama bertahun-tahun, psikolog telah menemukan beberapa penjelasan mengenai deja vu.

Para psikolog mengatakan bahwa deja vu merupakan gangguan pada sirkuit ingatan jangka panjang dan jangka pendek di otak. Artinya, informasi baru mungkin mengambil jalan pintas dengan langsung masuk ke ingatan jangka panjang.

Maksudnya, informasi baru masuk dengan melompati mekanisme yang biasanya digunakan otak untuk menyimpan informasi. Jadi, rasanya kita mengalami sesuatu dari masa lalu.

Deja vu bisa juga dikaitkan dengan korteks rhinal, area otak yang membuat manusia merasa akrab.

" (Deja vu) pasti terkait dengan memori palsu dalam arti bahwa ini adalah jenis disosiasi memori. Cara kerjanya dengan memisahkan kenyataan dari ingatan Anda. Ada berbagai macam pengalaman disosiatif yang bisa terjadi. Terkadang Anda tidak dapat memastikannya. Misalnya, apakah mengimpikan sesuatu atau mengalaminya, apakah Anda melihatnya di film atau terjadi dalam kehidupan nyata," kata psikolog, Valerie F. Reyna.

2 dari 2 halaman

Ketidakcocokan Memori

Ketidakcocokan Memori © Dream

Penelitian terbaru tentang deja vu mengungkapkan kemajuan pandangan. Peneliti psikologi, Akira O'Connor, mengatakan, kenangan palsu mungkin tidak bisa disalahkan.

Tetapi, menurut O'Connor, deja vu bisa jadi merupakan tanda bahwa otak sedang memeriksa memori.

Untuk mengetahui hal itu, O'Connor dan timnya melakukan percobaan terhadap 21 relawan. Mereka diminta melakukan serangkaian tes untuk memicu kenangan palsu.

Dalam percobaan ini, O'Connor dan timnya berharap melihat area otak terkait dengan memori (hippocampus) menyala.

Sayangnya, hal itu tidak terjadi. Mereka justru menemukan bahwa area yang terlibat dalam pengambilan keputusan aktif.

Ketika mempresentasikan temuannya di Konferensi Internasional tentang Memori di Budapest, O'Connor mengatakan bahwa area frontal otak bisa membolak-balik ingatan kita.

Area itu kemudian mengirimkan sinyal jika ada ketidakcocokan antara apa yang kita pikir telah kita alami dan apa yang sebenarnya sudah kita alami.

" Area otak yang terkait dengan konflik memori, bukan kenangan palsu, tampaknya yang mendorong pengalaman deja vu," tulis O'Connor.

Beri Komentar