Kronologi Terbongkarnya Kasus Guru Ngaji Rudapaksa 12 Santriwati di Bandung

Reporter : Ahmad Baiquni
Kamis, 9 Desember 2021 16:50
Kronologi Terbongkarnya Kasus Guru Ngaji Rudapaksa 12 Santriwati di Bandung
Polda Jabar mengakui penanganan kasus ini tidak dibuka ke publik mengingat para korban rata-rata di bawah umur.

Dream - Kasus rudapaksa 12 santriwati di salah satu pondok pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat, begitu mengejutkan. Ini lantaran pelakunya tidak lagi adalah guru ngaji yang juga pemimpin pesantren tersebut.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Barat, Komisaris besar Erdi A Chaniago, menyatakan pengungkapan kasus ini berawal dari laporan salah satu korban. Laporan tersebut diterima Polda Jabar pada Mei 2021.

" Berawal di bulan Mei hanya menerima laporan terkait dengan pencabulan terhadap anak di bawah umur, nah, kemudian di situ kita lakukan penyelidikan dan penyidikan," ujar Erdi.

Erdi mengakui penanganan kasus ini dilakukan secara tertutup. Polisi tidak membuka kasus ini lantaran mempertimbangkan kondisi psikologis para korban yang rata-rata di bawah umur.

" Menjaga dampak sosial dan dampak psikologis nantinya. Kasihan kan mereka itu," kata dia.

Meski demikian, polisi tetap berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini. Proses penyidikan terus berjalan hingga berkas dinyatakan P21 atau lengkap.

" Faktanya memang sudah, berkas dan tersangka sudah diterima kejaksaan dan sekarang sudah disidangkan," kata Erdi, dikutip dari Merdeka.com.

1 dari 4 halaman

Selain Rudapaksa, Guru di Bandung Eksploitasi Anak dari 12 Santriwati untuk Minta Dana

Dream - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan dugaan upaya eksploitasi anak pada kasus guru ngaji yang meruda paksa 12 santriwatinya di Kota Bandung. Atas temuan ini, LPSK mendorong Polda Jawa Barat menguak dugaan tersebut.

" LPSK mendorong Polda Jabar juga dapat mengungkapkan dugaan penyalahgunaan, seperti eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku dapat diproses lebih lanjut," ujar Wakil Ketua LPSK, Livia Istania DF Iskandar, dalam keterangan tertulis.

Temuan tersebut muncul saat persidangan perdana berlangsung pada Selasa, 7 Desember 2021. Menurut Livia, pelaku membuat pengakuan dengan menyebut anak-anak yang dilahirkan para korban sebagai anak yatim piatu.

" Fakta persidangan mengungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan para korban diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepada sejumlah pihak," kata dia.

 

2 dari 4 halaman

Dana Program Indonesia Pintar Diambil Pelaku

Selain itu, Livia mengungkapkan pelaku juga mengambil dana Program Indonesia Pintar (PIP) milik para korban. Bahkan dari keterangan salah satu saksi, terungkap pesantren yang dikelola pelaku mendapatkan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) namun penggunaan tidak jelas.

" Para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren," kata dia.

Atas kasus ini, LSPK memberikan perlindungan terhadap 29 orang yang 12 di antaranya masih di bawah umur. Mereka terdiri dari pelapor, korban, serta saksi.

Livia juga menyatakan pihaknya memberikan bantuan rehabilitasi psikologis bagi korban. Selain itu, memfasilitasi Penghitungan Restitusi (ganti rugi) yang berkasnya segera disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Pengadilan Negeri Bandung.

" LPSK juga memberikan bantuan layanan medis saat salah satu saksi korban menjalani proses persalinan di RS," ungkap dia.

3 dari 4 halaman

Geger 12 Santriwati di Bandung Jadi Korban Rudapaksa Guru Ngaji, Ada yang Sampai Melahirkan

Dream - Guru di salah satu pondok pesantren di Bandung, HW, 36 tahun, didudukkan di kursi pesakitan. Dia dituduh merudapaksa santriwatinya.

Jaksa dari Kejaksaan Negeri Bandung, Agus Mudjoko, mengatakan, kasus ini sudah masuk persidangan dengan agenda perdana pada Selasa, 7 Desember 2021. Menurut Agus, terdakwa melakukan perbuatannya dalam kurun waktu 2016 hingga 2021.

" Korban rata-rata mengalami trauma berat," ujar Agus.

Kepala Sie Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Dodi Gazalai Emil, menyatakan, jumlah korban berdasarkan data yang dia terima sebanyak 12 orang. Mereka adalah peserta didik di salah satu pesantren di Kota Bandung dan rata-rata berusia di bawah umur.

" Rata-rata usia 16-17 tahun," kata Dodi.

 

4 dari 4 halaman

Dari 7 Korban Lahir 9 Bayi

Menurut Dodi, tujuh dari 12 korban sampai hamil. Bahkan mereka melahirkan sembilan bayi.

" Yang sudah lahir itu ada sembilan bayi, kayaknya ada yang hamil berulang, tetapi saya belum memastikan," ucap dia.

Dalam lembar dakwaan, HW dijerat dengan pasal 81 ayat (1), ayat (3) juncto Pasal 76D Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dikutip dari Merdeka.com.

 

Beri Komentar
Jangan Lewatkan
More