Ilustrasi (Shutterstock.com)
Dream - Guru di salah satu pondok pesantren di Bandung, HW, 36 tahun, didudukkan di kursi pesakitan. Dia dituduh merudapaksa santriwatinya.
Jaksa dari Kejaksaan Negeri Bandung, Agus Mudjoko, mengatakan, kasus ini sudah masuk persidangan dengan agenda perdana pada Selasa, 7 Desember 2021. Menurut Agus, terdakwa melakukan perbuatannya dalam kurun waktu 2016 hingga 2021.
" Korban rata-rata mengalami trauma berat," ujar Agus.
Kepala Sie Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Dodi Gazalai Emil, menyatakan, jumlah korban berdasarkan data yang dia terima sebanyak 12 orang. Mereka adalah peserta didik di salah satu pesantren di Kota Bandung dan rata-rata berusia di bawah umur.
" Rata-rata usia 16-17 tahun," kata Dodi.
Menurut Dodi, tujuh dari 12 korban sampai hamil. Bahkan mereka melahirkan sembilan bayi.
" Yang sudah lahir itu ada sembilan bayi, kayaknya ada yang hamil berulang, tetapi saya belum memastikan," ucap dia.
Dalam lembar dakwaan, HW dijerat dengan pasal 81 ayat (1), ayat (3) juncto Pasal 76D Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dikutip dari Merdeka.com.
Kasus ini menjadi sorotan banyak pihak. Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, sampai buka suara, menuntut pelaku dihukum berat.
Lewat Instagramnya, Ridwan menyatakan pelaku sudah ditangkap dan diadili. Sedangkan tempat mengajar pelaku langsung ditutup begitu kasus ini pertama kali mencuat.
" Semoga pengadilan bisa menghukum seberat-beratnya dengan pasal sebanyak-banyaknya kepada pelaku yang biadab dan tidak bermoral ini," tulis Ridwan.
Para korban, terang dia, saat ini sedang dalam penanganan Tim DP3AKB Jabar. Mereka menjalani trauma healing dan disiapkan pola pendidikan baru.
" Meminta forum institusi pendidikan/forum pesantren untuk saling mengingatkan jika ada praktik-praktik pendidikan yang di luar kewajaran," tulis dia.
Selain itu, Ridwan juga meminta aparat di level desa dan kelurahan selalu memonitor setiap kegiatan publik di wilayah kewenangannya. Dia juga meminta para orangtua untuk rajin dan rutin memonitor situasi pendidikan anak-anaknya di sekolah berasrama.
" Sehingga selalu up to date terkait keseharian anak-anaknya," tulis Ridwan.
Dia berharap kejadian ini tidak terulang lagi. " Semoga keadilan bisa dihadirkan oleh pengadilan kepada kasus ini," tulis dia.
Sementara, Kementerian Agama menyatakan sejak kasus ini mencuat enam bulan lalu, pesantren yang menjadi lokasi guru bersangkutan mengajar ditutup dan dibekukan. Sampai saat ini, tempat tersebut tidak difungsikan kembali untuk kegiatan belajar mengajar.
" Sampai sekarang tidak difungsikan sebagai tempat atau sarana pendidikan," ujar Plt Kepala Biro Humas. Data, dan Informasi Kemenag, Thobib Al Asyhar.
Seluruh peserta didik di pesantrent tersebut, kata Thobib, dikembalikan ke daerah asal. Sebagian besar santri bukan berasal dari daerah dekat pesantren.
" Pendidikan mereka dilanjutkan ke madrasah atau sekolah sesuai jenjangnya yang ada di daerah masing-masing dengan difasilitasi Kasi Pontren dan Forum Komunikasi Pendidikan Kesetaraan Kabupaten Kota Setempat," ucap dia, dikutip dari Kemenag.
Advertisement
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Throwback Serunya Dream Day Ramadan Fest bersama Royale Parfume Series by SoKlin Hijab
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik