Wapres Ma`ruf Amin (Foto: Setwapres)
Dream - Wakil Presiden, Ma'ruf Amin memaparkan lima framework penangkalan radikalisme yang telah disiapkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Lima framework tersebut terbagi dalam lima kelompok yaitu kelompok indifference, kelompok latent, kelompok expressive, involvement grup, dan action grup.
Ma'ruf mengatakan, penyampaian lima framework itu dilakukan agar masyarakat memahami tahapan perubahan seseorang. Dia menyebut, perubahan pikiran radikal dari proses radikalisasi hingga pelaku terorisme.
" Dengan memahami framework ini kalangan kampus diharapkan dapat membantu dalam melakukan penangkalan radikalisme dan terorisme ini," ucap Ma`ruf, Liputan6.com, Kamis, 20 Februari 2020.
Ma'ruf mengingatkan, salah satu pemicu terjadinya radikalisasi yaitu intoleransi. Dia mengatakan, Indonesia sebagai bangsa yang majemuk rentan terjadi intoleransi.
Untuk itu, pendiri bangsa telah sepakat untuk membangun Indonesia sebagai negara yang menjamin kemajemukan.
" Oleh karena itu, kita harus menjaga dan mengembangkan teologi kerukunan dalam berbangsa dan bernegara," kata dia.
Ma'ruf mengatakan, saat mengunjungi Universitas Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), selain tempat belajar, kampus juga menjadi tempat pembinaan karakter yang diperlukan untuk membangun bangsa. Pembinaan karakter itu nantinya memiliki peran penting dalam penangkalan radikalisme.
" Saya berkeyakinan upaya penanggulangan radikal terorisme dari hulu ke hilir harus dimulai dari pendidikan. Karena itu peran lembaga pendidikan termasuk kampus sangat penting," ucap dia.
Sumber: Liputan6.com
Dream - Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Said Aqil Siradj mengatakan, semua universitas terpapar paham radikalisme.
" Tidak banyak, boleh saya (bilang) semua. Semua universitas sudah terpapar," kata Said, dilaporkan Liputan6.com, Selasa, 10 Desember 2019.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu mengatakan, mereka yang terpapar radikalisme menjadi berpikir eksklusif serta puritan. Setelah itu akan meningkat menjadi tidak toleran.
" Mulai ekstrem kalau intoleran. Dimulai intoleran akan menjadi radikal, kemudian jadi teror," kata Said.
Said mengatakan, para rektor di universitas perlu bertanggung jawab menangani masalah radikalisme. Dia juga menyinggung Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim untuk menyelesaikan masalah ini.
" Pak Natsir (Mendikbud sebelumnya) sudah berbuat banyak. Dan menteri sekarang (Nadiem Makarim) harus lebih tegas lagi menindaklanjuti kebijakan Pak Nastsir. Rektornya dulu yang tegas," kata dia.
Dia mengungkapkan, mereka yang terpapar ini bukan karena imbas dari diskusi. Hal itu bisa terlihat dari perilaku mereka selama berinteraksi dalam kampus.
“ Tapi kan bisa dilihat geraknya di kampus, mahasiswa ini,” ucap dia.
(Sah, Sumber: Liputan6.com/Putu Merta Surya)
Dream - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menggelar pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md untuk membahas radikalisme di lingkungan kementerian yang dia pimpin.
" Saya mendapatkan saran dari timnya. Beliau kasih masukan mengenai radikalisasi di BUMN," kata Erick, dikutip dari Liputan6.com, Kamis 5 Desember 2019.
Meski begitu, dia enggan membeberkan data BUMN yang terpapar radikalisme. Yang jelas, Erick mengatakan bahwa ideologi Indonesia sudah final, tak bisa ditawar.
" Tunggulah. Karena yang namanya ideologi kan sudah putus. Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika. Ya tidak ada ideologi lain yang ada di Indonesia dan itu sendiri kan sudah diputuskan, bukan saat ini. The founding father zaman dulu," ujar dia.
Sebenarnya, tambah Erick, para pegawai yang terpapar radikalisme sebenarnya memiliki perasaan yang positif atas pembangunan yang sudah terjadi. Akan tetapi, dia menilai, mereka mendapatkan masukan yang tak benar.
" Tapi kalau sampai, mohon maaf ya, enggak tahu ini Islam yang saya kenal, ya saya juga lahir kan Islam juga. Kalau misalnya, kita jihad, bunuh diri bersama keluarga, saya enggak tahu. Saya rasa itu bukan Islam yang saya kenal," kata dia.
Dia mengatakan, saat ini sedang menunggu perintah dari Mahfud. " Ya harus (melaksanakan perintahnya). Kan (perintah) Menko. Kalau Menko yang perintah kita harus," ujar dia.
Sumber: Liputan6.com/Putu Merta Surya
Dream - Wakil Presiden, Ma'ruf Amin, mengatakan, pendataan majelis taklim oleh Kementerian Agama perlu dilakukan. Pencatatan tersebut bisa meminimalisir sumber radikalisme.
" Untuk data saya kira perlu supaya ada majelis taklim, jangan sampai ada majelis yang menjadi sumber persoalan, tahu-tahu mengembangkan radikalisme misalnya, kan jadi masalah. Sehingga penting, bukan didaftar saya kira, dilaporkan istilahnya itu," kata Ma'ruf, Senin 2 Desember 2019.
Sebelumnya, Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama, Juraidi, mengatakan bahwa Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2019 tentang majelis taklim ditujukan untuk mempermudah pemberian bantuan.
" Majelis taklim perlu diberikan perhatian, dibantu untuk peningkatan manajemen pengelolaannya agar semakin bisa memberdayakan masyarakat di sekitarnya," ujar Juraidi.
Juraidi menambahkan, pemberian anggaran tersebut tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003. Undang-undang tersebut berisi sistem pendidikan nasional yang mengatur pendidikan keagamaan.
Turunan dari UU Nomor 20 Tahun 2003 itu dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. Dalam PP tersebut, majelis taklim masuk dalam lembaga pendidikan non-formal.
Dengan penyebutan tersebut, majelis taklim berhak mendapat anggaran fungsi pendidikan yang setiap tahunnya mencapai 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Juraidi menuturkan, regulasi majelis taklim juga diharapkan menjadi menjadi cara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebab, majelis taklim umumnya digunakan ibu-ibu dan bapak-bapak untuk menimba ilmu agama.
" Begitu juga bapak-bapak yang sibuk bekerja sampai pensiun, sehingga belum sempat belajar agama, ditampung oleh majelis talim. Anak putus sekolah diajari agama di majelis taklim," kata dia.
Meski begitu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menilai aturan itu berlebihan. Kata dia, majelis taklim adalah pranata sosial keagamaan.
" Majelis taklim itu kan tempat orang untuk mengaji. Jadi kalau misalnya itu diatur-atur oleh pemerintah misalnya harus daftar ke KUA, harus melaporkan kegiatan Majelis Taklim, menurut saya itu lebay," kata Ace.
Advertisement
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Selamatkan Kucing Uya Kuya Saat Aksi Penjarahan, Sherina Dipanggil Polisi
Rekam Jejak Profesional dan Birokrasi Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Pengganti Sri Mulyani Indrawati