4 Sikap Orangtua yang Berdampak Pada Mental Anak Jangka Panjang

Reporter : Mutia Nugraheni
Rabu, 30 Maret 2022 11:13
4 Sikap Orangtua yang Berdampak Pada Mental Anak Jangka Panjang
Sebaiknya hindari sikap-sikap berikut.

Dream - Tak ada sekolah formal untuk menjadi orangtua. Mengasuh dan menghadapi, serta mengurus anak merupakan pekerjaan seumur hidup. Tujuan utamanya adalah membuat anak menjadi pribadi yang baik dan bahagia.

Sayangnya, seringkali sikap orangtua yang ingin menjadikan anak sukses dan berhasil ternyata malah jadi bumerang. Mike Leary, seorang psikolog mengungkap kalau niat baik orangtua seringkali membuat luka pada diri anak secara mental dan dampaknya jangka panjang.

" Saya telah melihat begitu banyak niat baik yang salah selama bertahun-tahun yang dapat mengakibatkan anak melukai diri sendiri, bahkan bunuh diri," ungkap Leary.

Apa saja sikap orangtua yang tanpa disadari bisa berdampak buruk pada anak?

1. Selalu Berusaha Membuat Anak Bahagia
Kita memang senang melihat anak tertawa, girang dengan mainan dan baju baru, tapi hal ini sebenarnya semu. Justru anak harus menemukan kebahagiaannya sendiri.

" Orangtua tidak akan pernah bisa memaksa seorang anak untuk bahagia dengan segala yang diberikan. Jadi tak perlu selalu berusaha untuk membuat anak bahagia, jika memang keadaan tak demikian. Hal yang dibutuhkan anak adalah orangtua selalu ada di saat mereka bahagia maupun di titik terendahnya," ujar Leary.

2. Membuat Anak Terlalu Sibuk
Banyak orang tua yang salah percaya bahwa “ kegiatan” akan membuat anak-anak bebas masalah. Hal ini tak sepenuhnya tepat, karena bisa jadi anak sangat kelelahan fisik dan mental tapi tak berani mengungkapkannya. Kondisi psikologisnya bisa jadi tak stabil karena ia tak punya waktu istirahat yang cukup dan waktu untuk dirinya sendiri.

 

1 dari 4 halaman

3. Sangat Kritis terhadap Kesalahan Anak

3. Sangat Kritis terhadap Kesalahan Anak © Dream

Sangat mudah untuk berasumsi bahwa pengawasan yang ketat mendorong kesuksesan dan membuat anak-anak menjadi lebih baik. Mereka yang dibesarkan dengan cara ini untuk mencapai kesempurnaan dalam segala hal mulai dari penampilan, kesukaan, olahraga, kecerdasan, atau apa saja bisa jadi pribadi yang sangat perfeksionis.

" Ketika kesalahan terjadi, mereka merasa tidak berharga sebagai manusia dan menjadi sangat marah sehingga dalam beberapa kasus mereka akan melukai diri sendiri bahkan sampai bunuh diri," kata Leary.

4. Menggunakan Rasa Malu, Penghindaran, atau Ancaman
Jangan pernah menyiratkan bahwa ada kemungkinan orangtua mungkin tidak mencintai anak karena tindakan mereka. Beberapa orangtua melakukan hal untuk membuat anak-anak mereka mematuhi kepatuhan. Ini adalah solusi jangka pendek yang malah merusak mental anak.

Jangan pernah mempermalukan anak di depan umum atau mengancam meninggalkannya. Itu sangat menyakitkan hati dan bisa jadi di kemudian hari anak lantas tidak peduli pada orangtuanya.

Sumber: Fatherly

2 dari 4 halaman

Hadapi Anak Remaja yang Penuh Emosi, Coba Lakukan Hal Ini

Hadapi Anak Remaja yang Penuh Emosi, Coba Lakukan Hal Ini © Dream

Dream - Anak remaja memiliki level emosi yang memang kadang naik turun. Terutama pada anak yang mengalami pubertas saat hormonnya sedang tak stabil. Dalam kondisi hal ini orangtua kerap mengalami kebingungan dan komunikasi jadi lebih sulit.

Remaja memang sudah bisa menyampaikan perasaannya dengan jelas dan kemarahannya tampak sangat nyata. Dikutip dari KlikDokter, jika salah menanganinya, bisa-bisa kemarahan tersebut malah merugikan dirinya serta orang lain.

Remaja pun kadang belum mempertimbangkan dan menyadari mana yang salah dan mana yang benar. Lalu bagaimana menghadapinya? Ada beberapa hal yang bisa orangtua terapkan saat anak remaja sedang emosi.

1. Hargai privasinya
Dilansir Psychology Today, remaja memandang kamar mereka sebagai “ kastil” yang terhubung dengan kepribadian mereka. Bila anak remaja kini lebih sering di kamar, terutama bila keadaan emosinya sedang tidak stabil, sebaiknya jangan langsung membuka pintu kamarnya untuk masuk. Ketuklah terlebih dulu dan mintalah persetujuan apakah ini waktu yang tepat bagi Anda untuk masuk ke dunianya.

Dengan begitu, mereka tidak akan tersulut emosinya karena merasa terganggu dan akan lebih menghargai orangtua, karena juga menghargai privasi dirinya. Setelah diizinkan masuk, jangan paksa mereka untuk langsung berbicara. Akan lebih mudah prosesnya bila orangtua menggunakan pendekatan seperti “ remaja” juga. Misalnya, bisa terlebih dulu menunjukkan ketertarikan terhadap benda-benda unik yang menjadi pajangan di kamar mereka untuk mencairkan suasana.

 

3 dari 4 halaman

2. Dengarkan dulu keinginannya, baru beri komentar

2. Dengarkan dulu keinginannya, baru beri komentar © Dream

Terkadang sebagai orang dewasa, orangtua langsung merespons dengan nada yang agak tinggi ketika mendengar keinginan remaja yang menurut kita tidak masuk akal. Bila terus-menerus seperti itu, si remaja akan merasa tidak dihargai dan bersikap melawan dengan cara membentak.

Selama ini dia juga mencontoh orangtuanya yang selalu memotong pembicaraan dan membentak dirinya kala ada sesuatu yang tak sesuai dengan pemikiran. Daripada langsung memotong dan merespons negatif, sebaiknya dengarkan dulu keluh kesahnya, barulah meresponsnya dengan baik. Seperti memberi pertimbangan dan penilaian yang tidak memojokkan. Dengan begitu, ia sekaligus bisa belajar memilih mana yang baik dan mana yang tidak untuk dirinya sendiri.

 

4 dari 4 halaman

3. Jangan tunjukkan bahasa tubuh yang menantang

3. Jangan tunjukkan bahasa tubuh yang menantang © Dream

Remaja yang sedang emosi akan mudah meledak saat melihat lawan bicaranya menampilkan bahasa tubuh yang menantang, misalnya bertolak pinggang, menunjuk, melipat tangan di dada, atau mendongak. Jarak yang terlalu dekat juga bisa membuatnya semakin marah. Jadi, sebaiknya tampilkan bahasa tubuh yang netral saja dan atur jarak.

4. Setelah emosi lebih stabil, luangkan waktu bersamanya
Remaja yang sering marah-marah sebenarnya membutuhkan kasih sayang yang ekstra. Hanya saja, karena adanya gengsi remaja, yang ditunjukkan oleh mereka justru menarik diri. Karena itu, orang dewasa mesti lebih mengatur atau mengendalikan egonya dengan cara meluangkan waktu lebih terhadap mereka, terutama terkait kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, baik di dalam rumah maupun di luar rumah.

“ Orang tua juga perlu memantau aktivitas anak remajanya, baik di sekolah, lingkungan luar sekolah, dan di rumah,” kata dr. Nadia dari KlikDokter.

Penjelasan selengkapnya baca di sini.

Beri Komentar