Keluarga Sadder Issa (Foto: Bored Panda)
Dream - Banyak yang menganggap sebelah mata penderita down syndrome. Tak bisa hidup mandiri, apalagi sampai memiliki anak dan hidup selayaknya orang normal. Hal tersebut dipatahkan oleh Sader Issa, seorang mahasiswa kedokteran gigi asal Suriah.
Sader Issa dibesarkan oleh ayah seorang penderita down syndrome dan ibu yang normal. Pengalaman hidup Sader diceritakannya dalam Down Syndrome Congress (NDSC). Sebagai seorang anak dengan orangtua down syndrome, Sader mengungkap kalau dirinya tak merasa malu.
Ia justru merasa bangga, karena ayahnya yang bernama Jad, membentuk dirinya menjadi seperti sekarang. Sader tumbuh dengan baik dan kini sedang berjuang menyelesaikan studinya untuk mendapat gelar dokter gigi.
" Aku bangga pada ayahku. Sepanjang hidup saya, dia menjadi pendukung terbesar ketika saya membutuhkannya," kata Sader, seperti dikutip dari Bored Panda.
Ayahnya termasuk orang yang aktif di komunitas. Bahkan orang-orang di lingkungan rumah mereka menaruh hormat pada Jad. Selama membesarkan Sader, bekerja di sebuah pabrik dekat rumah mereka.
Sader kerap mengantarkan sang ayah ke tempat kerjanya. Selama di perjalanan, ia bertemu dengan orang-orang yang kerap dibantu oleh Jad. Mereka menaruh simpati yang tinggi pada Jad.
Jad dianggap sosok yang luar biasa. Dengan keterbatasannya, ia mampu menjadi sosok ayah yang baik bagi Sader. Jad juga begitu aktif di lingkungannya dan ikut membatu masyarakat sekitar.
Salah satu hal yang yang membuat Sadder haru adalah, Jad kerap memberi tahu orang lain kalau ia memiliki seorang anak yang seorang dokter. Sang ayah sangat bangga dengan Sader.
" Anak saya adalah seorang dokter," ungkap Jad pada banyak orang.
Kebanggaan sang ayah jadi motivasi Sadder untuk semangat menyelesaikan studinya. Ia tahu prosesnya tak akan mudah, tapi Sader percaya bisa melewatinya.
Dream - Tzou Ze Gang penuh semangat berjalan langkah demi langkah pada 18 hingga 20 Agustus 2019 lalu. Ia bersama sang ayah bertekad untuk sampai puncak gunung tertinggi di Taiwan, Giok Taiwan (Yu Shan).
Ketinggiannya mencapai 3.952 meter. Sepanjang perjalanan Tzou membawa serta foto sang ibu. Foto tersebut merupakan sumber semangatnya.
Menurut ayahnya, Tzou berusia empat tahun ketika ibunya menceritakan kepadanya tentang Gunung Giok.
Tzou sangat ingin naik gunung bersama ibunya tapi saat itu kondisi kaki sang ibu bermasalah dan harus dioperasi sehingga tak memungkinkannya untuk naik gunung lagi.
Pada 2018, sang ibu rupanya meninggal dunia karena sakit. Tapi Tzou tidak pernah melupakan janji yang dia buat pada ibunya dan bertekad untuk ke gunung Giok.
Ayah Tzou menulis bahwa saat naik gunung dengan putranya merupakan sebuah pendakian yang menantang. Ia memotivasi Tzou dengan mengatakan, " Yu Shan adalah titik tertinggi di Taiwan, aku yakin kita akan lebih dekat dengan Mummy di sana" .
Sepanjang perjalanannya yang berani, Tzou membawa potret ibunya, yang meninggal tahun lalu. Petualangan ayah dan anak ini diunggah di Facebook dan kemudian viral.
Perjalanan dua hari itu jauh dari mudah. Tzou dan ayahnya serta tim pendaki lain awalnya berencana untuk berangkat pada 17 Agustus, tetapi terhenti oleh hujan lebat dan badai. Keberangkatan kemudian ditunda satu hari kemudian.
Ayah Tzou juga menulis bahwa bocah laki-laki itu mengalami pusing, dan kadang-kadang menunjukkan tanda-tanda sesak napas dan mual, bahkan harus berhenti beberapa kali.
Sesampainya di puncak, Tzou mengeluarkan potret almarhum ibunya dan berteriak keras, " Mami! Kami telah mencapai puncak, saya membawamu ke puncak Gunung Giok!"
Setelah 591 hari ibunya meninggal, Tzou memenuhi janjinya. Cerita Tzou membuat banyak orang haru.
Banyak yang mendoakannya agar menjadi anak yang baik. Cintanya yang begitu besar pada sang ibu yang telah tiada membuat ia mampu naik gunung dan mencapai puncak di usia sekecil itu.
Sumber: Mothership
Advertisement
Jadi Pahlawan Lingkungan Bersama Trash Hero Indonesia
10 Brand Kosmetik Paling Ramah Muslim di Dunia, Wardah Nomor Satu
KAJI, Komunitas Bagi Para Alumni Mahasiswa Indonesia di Jepang
4 Komunitas Seru di Depok, Membaca Hingga Pelestarian Budaya Lokal
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah