Anak Sekolah Dasar (Foto: Shutterstock)
Dream - Kemampuan mengenali emosi dan mengontrolnya merupakan sebuah hal yang penting untuk diajarkan pada anak. Seringkali kita terlalu berfokus pada kemampuan akademik si keci, hingga lupa kalau ada keterampilan lain yang butuh dipelajari anak, yaitu emosi.
Sebuah penelitian baru dari American Psychological Association (APA), yang diterbitkan dalam jurnal Psychological Bulletin, mengaitkan kecerdasan emosional dengan prestasi akademik. Khususnya peningkatan nilai dan skor tes standar.
Hal ini mengingat bahwa bidang kecerdasan emosional baru dipelajari secara formal sejak 1990-an, penelitian ini disebut-sebut sebagai meta-analisis komprehensif pertama yang menghubungkannya dengan keberhasilan di sekolah.
Carolyn MacCann, Ph.D., dari University of Sydney dan penulis utama studi ini, dan rekan-rekannya menganalisis data dari lebih dari 160 studi, mewakili lebih dari 42.000 siswa dari 27 negara (lebih dari 76% berbahasa Inggris), diterbitkan antara tahun 1998 dan 2019. Siswa berasal dari usia sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Peneliti menemukan bahwa siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi cenderung mendapatkan nilai yang lebih tinggi dan skor tes prestasi yang lebih baik. Hal ini daripada mereka yang memiliki kecerdasan emosi yang lebih rendah. Bahkan ketika dimasukkan faktor kecerdasan dan kepribadian, hubungan itu tetap ada.
Dalam rilis dari APA, MacCann, menjelaskan, " siswa dengan kecerdasan emosi yang lebih tinggi mungkin lebih mampu mengelola emosi negatif, seperti kecemasan, kebosanan, dan kekecewaan, yang dapat secara negatif mempengaruhi kinerja akademik.
Selain itu, siswa ini mungkin lebih mampu untuk mengelola dunia sosial di sekitar mereka, membentuk hubungan yang lebih baik dengan guru, teman sebaya, dan keluarga, yang semuanya penting bagi keberhasilan akademik" .
MacCann juga menunjukkan bahwa keterampilan yang terkait dengan kecerdasan emosi, seperti memahami motivasi dan emosi manusia — mungkin tumpang tindih dengan keterampilan yang merupakan pusat pemahaman dalam mata pelajaran seperti sejarah dan bahasa. Siswa yang cerdas secara emosional semacam memiliki pondasi di aspek-aspek tersebut.
Dalam rilis APA, MacCann menawarkan contoh bagaimana ini bisa berdampak pada keseharian di sekolah. Dia menggambarkan seorang siswa bernama Kelly yang pandai matematika dan sains tetapi berjuang dengan kecerdasan emosional.
" Dia mengalami kesulitan melihat ketika orang lain kesal, khawatir atau sedih. Dia tidak tahu bagaimana emosi orang dapat menyebabkan perilaku di masa depan. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengatur perasaannya sendiri," kata MacCann.
Pada gilirannya, Kelly tidak mengenali ketika temannya, Lucia, mengalami hari yang buruk, dan Lucia marah pada Kelly karena ketidakpekaannya, menolak untuk membantunya di kelas bahasa Inggris mereka. Kelly tertantang dalam subjek ini karena mengharuskannya untuk menganalisis dan memahami motivasi dan emosi karakter dalam buku dan drama.
MacCann menjelaskan bahwa meskipun keberhasilan akademis sebelumnya telah dikaitkan dengan kecerdasan tinggi dan kepribadian yang teliti, kecerdasan emosional mungkin merupakan aspek ketiga yang sangat berpengaruh pada keberhasilan siswa.
" Tidaklah cukup untuk menjadi pintar dan pekerja keras siswa juga harus dapat memahami dan mengelola emosi mereka untuk berhasil di sekolah," kata MacCann.
Sumber: Parents
Dream - Anak sudah lincah dan pintar berbicara, apa sudah saatnya mereka masuk sekolah? Eits, belum tentu. Menurut Psikolog anak dan keluarga, Rosdiana Setyaningrum, anak bisa bersekolah ketika mereka sudah mandiri.
Menurutnya, anak yang mandiri adalah anak yang sudah bisa melakukan hal kecil sendiri, seperti bisa kenali hasrat buang air dan makan sendiri. Rosdiana memaparkan, kemandirian anak terbentuk saat mereka menyentuh usia dua tahun. Hal yang juga sangat penting adalah memilih sekolah yang tepat.
" Umur dua itu kan harusnya dia udah bisa mulai lumayan bisa makan sendiri. Sebenarnya yang penting bukan umurnya tapi pilihan sekolahnya," kata Rosdiana dalam acara talkshow bersama S-26 Procal Gold, di Soehanna Hall, Jakarta, Kamis, 19 September 2019.
Pilih sekolah yang memiliki metode bermain sambil belajar. Bukan hanya menekankan pada aspek akademik. Nah, cara belajar anak balita yang paling ideal adalah dengan metode yang mengembangkan sensorisnya. Seperti bermain, bernyanyi, menari, dan aktivitas lain yang mengharuskan bergerak.
Rosdiana sangat melarang untuk menyekolahkan anak di sekolah yang hanya duduk diam dan menulis. Hal ini dikarenakan anak balita, sedang mengembangkan kemampuan otak kanannya.
Untuk kembangkan kerja otak kanan, anak membutuhkan aktivitas yang bergerak dan kreatif. Saat inilah sangat dianjurkan anak untuk mempelajari olahraga, musik, ataupun seni. Hal yang perlu diperhatikan lainnya adalah untuk menyekolahkan anak di sekolah yang dekat dari rumah.
" Ada beberapa persiapan harus kita lihat kalau untuk si anak kita yang lebih kecil ini. Misalnya, seberapa jauh dari rumah, kalau terlalu jauh kan kasian ya nanti," ujar Rosdiana.
Keamanan sekolah juga menjadi poin penting yang wajib diperhatikan. Seperti yang kita pahami, anak belum mampu menjaga dirinya dengan baik.
Oleh karena itu, pastikan guru di sekolah memiliki kepedulian yang tinggi terhadap anak. Perhatikan juga pendekatan guru terhadap anak. Apakah mengasyikkan atau membosankan?
Menurut Rosdiana, anak umur dua tahun hanya memiliki waktu fokus selama dua menit. Maka dari itu, pembelajaran yang aktif, menyenangkan, dan sesuai dengan tahapan perkembangan anak sangat dibutuhkan.
" Dua tahun kan berarti paling dia fokus dua menit ya, jadi jangan suruh duduk, diem, gitu. Banyak eksplorasi itu akan menjadi satu simulasi yang baik juga," ungkap Rosdiana.
Sementara, menurut pakar neurologi Anak, Attila Dewanti, menyekolahkan anak saat dini tidak bisa dipaksakan. Orangtua harus terlebih dahulu paham tahapan anak dan perkembangannya.
Laporan: Keisha Ritzska Salsabila
Advertisement
Profil Ousmane Dembele, Mantan Pemain Barcelona yang Raih Ballon d'Or 2025
Viral Kritikan Keras Menu MBG yang Kurang Lokal dari Ahli Gizi
Potret Prabowo Bertemu Presiden FIFA di New York, Bahas Apa?
Menyala! Koleksi 3 Jam Tangan Menteri Bahlil, Semuanya di Atas Rp100 Juta
Zaskia Mecca Ungkap Kondisi Putrinya Masih Trauma Berat Pasca Insiden Pemukulan
Menkeu Purbaya Nilai Inflasi Singapura-Malaysia Lebih Jelek Dibanding RI
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics
4 Temuan Jepang yang Kini Sangat Populer dan Dipakai Seluruh Dunia
Komunitas Marah-Marah di Platform X Diteliti Mahasiswa UGM, Ini Hasilnya!
Profil Ousmane Dembele, Mantan Pemain Barcelona yang Raih Ballon d'Or 2025
Viral Kritikan Keras Menu MBG yang Kurang Lokal dari Ahli Gizi