Hindari Jadi Orangtua yang 'Tukang Kritik'

Reporter : Mutia Nugraheni
Rabu, 8 Juni 2022 11:13
Hindari Jadi Orangtua yang 'Tukang Kritik'
Luka emosionalnya bisa bertahan lama.

Dream - Kritikan bisa jadi pisau bermata dua. Terutama jika terlontar dari mulut orangtua pada anak-anaknya.

Mungkin orangtua bermaksud agar anak tak melakukan kesalahan dan hasil yang diharapkan jadi maksimal dalam banyak aspek. Orangtua juga ingin agar anak memiliki keterampilan yang dia butuhkan untuk berhasil secara sosial dan akademis, dan mengembangkan rasa tanggung jawab pribadi yang kuat.

Pada dasarnya, orangtua ingin membimbing anak mereka. Sayangnya, kerap kali cara yang dilakukan kurang tepat.

" Orangtua tidak selalu menyadari saat melontarkan kritikan terus menerus. Penting untuk dipahami bahwa anak-anak tidak bereaksi terhadap kritikan seperti orang dewasa. Anak-anak hampir selalu menginternalisasi kritik, memasukkannya ke dalam hati dan terkadang mempertahankan luka emosional yang bertahan lama dalam prosesnya," kata Anna Kaminsky, seorang psikolog, dikutip dari Psy-Ed.

Orang dewasa mungkin sudah memiliki kematangan emosi untuk menghadapi kritik, tapi anak-anak emosinya masih belum stabil. Orangtua memang memiliki kecenderungan untuk mengoreksi, tapi seringkali yang keluar dari mulut adalah kritikan pedas dan terjadi berkali-kali dan melukai mental anak.

 

1 dari 3 halaman

Kritik versus Koreksi

Kritik versus Koreksi © Dream

Kritik dan koreksi merupakan hal yang berbeda meskipun seringkali dianggap sama. Kritik lebih terfokus pada menilai anak daripada membantunya.

" Ketika orangtua mengoreksi seorang anak, maka akan dengan lembut memberi tahu dia tentang kesalahan yang dia buat dan menjelaskan mengapa perilakunya tidak baik. Sementara mengkritik hanya menyalahkannya saja tanpa memberi tahu mana yang baik dan tidak baik," ujar Kaminsky.

Hindari terus menerus memberi kritikan saat anak melakukan sesuatu. Mengungkit kesalahannya yang lama. Cobalah untuk lebih mengerti kemampuan anak dan kondisi yang dihadapinya.

Bisa jadi tugas atau hal yang dihadapi anak memang tak bisa diatasinya sehingga ia membutuhkan bantuan atau bimbingan. Jangan melabeli anak dengan " malas" , " salah terus" , apalagi sampai mengatakannya " bodoh" . Hal itu akan sangat melukainya.

2 dari 3 halaman

Bukan Dibilang 'Cengeng', Psikolog Ingatkan Validasi Emosi Anak

Bukan Dibilang 'Cengeng', Psikolog Ingatkan Validasi Emosi Anak © Dream

Dream - Rasa empati, peduli dengan orang lain dan sekitar, tak mau merugikan dan menyakiti orang lain bukan muncul dalam sekejap. Empati perlu diasah sejak dini, dengan menormalkan anak merasakan berbagai emosi.

Seringkali kita sebagai orangtua saat anak sedang bahagia mendapat nilai bagus, hadiah atau karena hal lain, memberinya senyuman, tepuk tangan atau pelukan. Sementara ketika anak bersedih, marah, kecewa, kita memintanya segera menghentikan tangisan.

Tak hanya itu kadang juga terlontar kata-kata yang melabelinya seperti " cengeng" , " manja" , " nakal" dan sebagainya. Hal ini seakan anak tak boleh merasakan emosi negatif sebagai manusia biasa, padahal hal itu sangat normal.

Samanta Elsener, seorang psikolog lewat akun Instagramnya @samanta.elsener mengungkap kalau mengakui emosi anak lalui memvalidasinya memang bukan hal mudah. Orangtua perlu belajar dan latihan. Hal ini sangat penting untuk perkembangan emosi anak dan mengasah empatinya agar juga bisa mengenali emosi orang lain dan bagaimana menyikapinya.

" Emang paling susah belajar mengenali emosi anak, terus divalidasi pula. Kenapa harus divalidasi bukannya nanti makin jadi nangisnya? Makin susah disuruh berhenti nangis. Lha, emang kenapa sih kalau anak nangis? Boleh donk anak nangis. Itu bentuk ekspresi emosi anak lho. Kalau divalidasi anak jadi tahu orang tuanya paham perasaan dia dan bisa berempati ke anak," ungkap Samantha.

 

3 dari 3 halaman

Kalimat Validasi Emosi

Kalimat Validasi Emosi © Dream

Menyuruh anak berhenti menangis sambil meneriaki, mengancam atau menakut-nakutin justru akan membuat emosi anak tak sehat. Merasa tak didengarkan dan membuat jarak dengan orangtua

" Kalau disuruh berhenti nangis apalagi pakai jerit teriak dan mengancam, anak makin merasa terancam dan makin jauh dari orangtua," tulis Samantha.

Ia pun membagikan cara bagi orangtua untuk melakukan validasi pada anak yang sedang memiliki emosi negatif. Kalimat-kalimat berikut bisa digunakan. Seperti " kelihatannya kamu sedih banget dengan apa yang baru saja terjadi" .

Kalimat lainnya " mama perhatikan kamu merasa excited dan nervous juga secara bersamaan" , " kamu terlihat lagi kesal/ kecewa, mama ada di sini sama kamu" .

Lihat video menarik yang dibuat oleh Samantha.

 

Beri Komentar