Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream - Cerita soal keluarga Rasulullah selalu menarik untuk disimak. Terutama jika kita ingin mengenalkan Nabi Muhammad SAW dan keluarganya pada buah hati. Salah satunya, para anak lelaki Rasul yang meninggal lebih dulu.
Dikutip dari NU Online, Nabi Muhammad SAW memiliki tiga orang anak laki-laki. Dua anak laki-laki merupakan hasil pernikahannya dengan Sayyidah Khadijah, yaitu Sayyidina Al-Qasim dan Sayyidina Abdullah.
Riwayat lain menyebut empat, dua orang lainnya adalah at-Thayyib dan at-Thahir. Namun, ada juga yang berpendapat kalau at-Thayyib dan at-Thahir adalah julukan (kunyah) dari Abdullah.
Al-Qasim lahir di Makkah sebelum ayahnya diutus menjadi seorang Rasul. Ia merupakan putra pertama Nabi Muhammad. Oleh karenanya, Nabi dijuluki Abul Qasim (ayahnya Qasim). Kebersamaan Nabi Muhammad dengan Al-Qasim tidak berlangsung lama.
Ketika usia Al-Qasim dua tahun, Allah memanggilnya. Beberapa tahun setelahnya, Nabi Muhammad baru dikaruniai lagi anak laki-laki lagi yaitu Sayyidina Abdullah. Dia adalah anak keenam atau terakhir Nabi Muhammad dengan Sayyidah Khadijah.
Sayyidina Abdullah lahir di Makkah setelah era kenabian. Sama seperti Al-Qasim, Abdullah juga wafat selagi masih kecil. Wafatnya Al-Qasim dan Abdullah meninggalkan luka yang mendalam di hati Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah.
Tidak ada yang bisa menghapus kesedihan Nabi kecuali wahyu yang turun kepadanya sehingga dia sibuk menjalankan tugasnya sebagai seorang Rasulullah. Tidak ada informasi detail mengenai kehidupan Nabi Muhammad dengan dua anaknya tersebut.
Beberapa saat setelahnya, Nabi Muhammad mengarungi bahtera rumah tangga bersama dengan Mariyah Al-Qibtiyyah. Dari situ, kemudian lahirlah Sayyidina Ibrahim pada 8 Hijriyah di Madinah. Kelahiran Ibrahim membawa angin kebahagiaan dan harapan besar bagi Nabi Muhammad. Beliau berharap, kelak Ibrahim akan tumbuh dewasa dan menjadi putra kebanggaannya.
Selama satu setengah tahun, Ibrahim tumbuh sehat dan kuat. Namun sama seperti Al-Qasim dan Abdullah, Ibrahim wafat selagi usianya masih kecil, tahun ke-10 Hijriyah. Padahal, tidak ada tanda-tanda kalau si buah hati akan pergi secepat itu. Air mata Nabi tumpah di pipinya.
Tidak kuasa menahan sedih setelah yang dikasihinya pergi meninggalkannya. Perasaan Nabi sebagai seorang ayah terguncang karena kematian anaknya. Hal ini membuat Sahabat Abdurrahman bin Auf bertanya-tanya mengenai tangisan Nabi.
Dia khawatir, duka yang mendalam akan terus mengguncang hati Nabi. Oleh sebab itu, dia terus menghibur Nabi. “ Mata boleh berlinang, tetapi hati tetap khusu'. Memang kami bersedih atas dirimu, Ibrahim, tetapi kami tidak mengucapkan kata-kata selain yang diridhai,” kata Nabi kepada Abdurrahman bin Auf.
“ Bukan rasa berkabung yang aku larang, tetapi menangis dan meraung-raung,” tambahnya. Memang Nabi menghampiri jenazah Ibrahim sambil menangis. Bahkan, Nabi melarang sahabatnya untuk mengafani Ibrahim sehingga Nabi melihat jenazahnya. Nabi kemudian memakamkannya di Baqi dengan hati yang hancur. Beliau meratakan tanah, memercikkan air, dan memberi tanda kuburan Ibrahim
Kata Nabi, tanda kuburan memang tidak memberi manfaat atau pun mudarat, namun ia cukup menghibur orang yang masih hidup. Memang, kebersamaan kebersamaan Nabi Muhammad dengan putra- putranya tidak lama. Hanya sekitar dua tahun, bahkan kurang. Hal yang perlu diperhatikan, Nabi Muhammad begitu menyayangi putra-putranya tersebut. Selengkapnya baca di sini.
Advertisement
Paspor Malaysia Duduki Posisi 12 Terkuat di Dunia, Setara Amerika Serikat

Komunitas Rubasabu Bangun Budaya Membaca Sejak Dini

Kasus Influenza A di Indonesia Meningkat, Gejalanya Mirip Covid-19

Wanita 101 Tahun Kerja 6 Hari dalam Seminggu, Ini Rahasia Panjang Umurnya

Ada Komunitas Mau Nangis Aja di X, Isinya Curhatan Menyedihkan Warganet
