Ilustrasi
Dream - Salah satu hal yang paling sulit saat menjadi orangtua adalah mengontrol emosi. Terutama saat ayah atau bunda sedang sangat kelelahan mengurus pekerjaan, rumah tangga dan hal lain, sementara anak meminta sesuatu atau berulah.
Dalam kondisi ini, emosi bisa sangat mudah terpancing. Bila kita tak pintar mengelolanya, anak pun akan terkena omelan dan luapan amarah. Bayangkan jika terjadi terus menerus dan kita tak kunjung belajar mengatasi emosi, anak bisa menyerap kemarahan tersebut.
Perkembangan psikologis mereka jadi taruhannya. Bukan hanya berdampak saat itu, tapi juga jangka panjang. Apa saja kecenderungan yang muncul jika orangtua selalu marah pada anak?
1. Penakut
Akibat orangtua sering marah pada anak, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang penakut. Anak akan merasa menjadi sumber kemarahan orang tuanya. Ia juga akan takut bertindak maupun berkata-kata, karena khawatir perbuatan atau perkataannya akan membuat orang tuanya marah. Pada akhirnya, anak akan hidup dalam ketakutan, bahkan hingga ia dewasa.
Akibat anak sering dimarahi akan membuat anak menjadi cemas. Ketakutan yang berkepanjangan akibat anak sering dibentak dan dimarahi akan membuatnya menjadi pribadi yang mudah cemas dan khawatir dalam bertindak.
Rasa cemas yang selalu meliputinya ini pun dapat membuat anak sulit untuk berkembang. Ia cenderung kurang berani dalam mengambil keputusan, apalagi mencoba hal-hal baru.
3. Tidak Percaya Diri dan Depresi
Anak yang terus-menerus dimarahi akan merasa bahwa dirinya tidak berguna. Akibatnya, anak akan kehilangan rasa percaya diri dan harga dirinya. Selain itu, interaksi antara orang tua dan anak akan memburuk. Jika tidak ditangani secara serius, anak akan mengembangkan gangguan mental berupa depresi.
Kondisi ini pada akhirnya membawa anak mencari solusi lewat cara-cara yang salah. Misalnya, konsumsi alkohol hingga obat-obatan terlarang suntuk mengembalikan kepercayaan dirinya.
Karena orang tua mudah marah, anak bisa saja bersikap tak peculi sebagai bentuk perlawanannya. Ia tak mau mendengarkan nasihat orang tuanya.
Sesaat, ketika dibentak atau dimarahi, anak kelihatan diam dan seolah-olah mendengar. Padahal, perkataan orang tuanya hanya dianggap sebagai angin lalu.
Hal ini membuat kepercayaan anak terhadap orang tua pun hilang. Pada akhirnya, bisa berdampak buruk pada hubungan di dalam keluarga, juga pada kehidupan sosial anak di masa depan.
5. Pemberontak
Salah satu dampak negatif anak sering dimarahi lainnya adalah ia tumbuh menjadi pemberontak. Ia menjadi pribadi yang keras kepala, suka melawan dan tidak mematuhi perkataan orang tua.
Mengapa? Sebab anak merasa tidak dihargai oleh orang tuanya. Anak malah merasa senang jika orang tua marah dan emosi kepadanya. Itu menjadi alasan baginya untuk bisa memberontak dan tidak mengindahkan apa yang dikatakan ayah atau ibunya.
Penjelasan selengkapnya baca KlikDokter.
Dream - Rasa empati, peduli dengan orang lain dan sekitar, tak mau merugikan dan menyakiti orang lain bukan muncul dalam sekejap. Empati perlu diasah sejak dini, dengan menormalkan anak merasakan berbagai emosi.
Seringkali kita sebagai orangtua saat anak sedang bahagia mendapat nilai bagus, hadiah atau karena hal lain, memberinya senyuman, tepuk tangan atau pelukan. Sementara ketika anak bersedih, marah, kecewa, kita memintanya segera menghentikan tangisan.
Tak hanya itu kadang juga terlontar kata-kata yang melabelinya seperti " cengeng" , " manja" , " nakal" dan sebagainya. Hal ini seakan anak tak boleh merasakan emosi negatif sebagai manusia biasa, padahal hal itu sangat normal.
Samanta Elsener, seorang psikolog lewat akun Instagramnya @samanta.elsener mengungkap kalau mengakui emosi anak lalui memvalidasinya memang bukan hal mudah. Orangtua perlu belajar dan latihan. Hal ini sangat penting untuk perkembangan emosi anak dan mengasah empatinya agar juga bisa mengenali emosi orang lain dan bagaimana menyikapinya.
" Emang paling susah belajar mengenali emosi anak, terus divalidasi pula. Kenapa harus divalidasi bukannya nanti makin jadi nangisnya? Makin susah disuruh berhenti nangis. Lha, emang kenapa sih kalau anak nangis? Boleh donk anak nangis. Itu bentuk ekspresi emosi anak lho. Kalau divalidasi anak jadi tahu orang tuanya paham perasaan dia dan bisa berempati ke anak," ungkap Samantha.
Menyuruh anak berhenti menangis sambil meneriaki, mengancam atau menakut-nakutin justru akan membuat emosi anak tak sehat. Merasa tak didengarkan dan membuat jarak dengan orangtua
" Kalau disuruh berhenti nangis apalagi pakai jerit teriak dan mengancam, anak makin merasa terancam dan makin jauh dari orangtua," tulis Samantha.
Ia pun membagikan cara bagi orangtua untuk melakukan validasi pada anak yang sedang memiliki emosi negatif. Kalimat-kalimat berikut bisa digunakan. Seperti " kelihatannya kamu sedih banget dengan apa yang baru saja terjadi" .
Kalimat lainnya " mama perhatikan kamu merasa excited dan nervous juga secara bersamaan" , " kamu terlihat lagi kesal/ kecewa, mama ada di sini sama kamu" .
Lihat video menarik yang dibuat oleh Samantha.
Lihat postingan ini di Instagram
Advertisement
Halte TJ Senen Sentral yang Terbakar, Berubah Jadi Halte Jaga Jakarta
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Halte TJ Senen Sentral yang Terbakar, Berubah Jadi Halte Jaga Jakarta