Gumoh Bayi/ Foto: Shutterstock
Dream - Bayi terutama yang baru lahir, katup lambungnya belum berkembang sempurnah. Hal ini membuat mereka setelah minum susu kerap mengeluarkannya lagi atau biasa dikenal dengan gumoh.
Bayi yang gumoh bisa sampai usia 5 bulan. Para orangtua baru, biasanya baju atau kerudungnya terkena gumoh bayi saat digendong. Nah, saat ingin salat apakah kita harus segera ganti baju dan mensucikan diri jika terkena gumoh?
Dikutip dari BincangSyariah, dalam kitab-kitab fiqih disebutkan bahwa semua makanan atau cairan yang keluar dari lambung ke mulut melalui kerongkongan disebut dengan qoi’ atau biasa diterjemahkan dengan muntah. Menurut ulama Syafiiyah, makanan atau cairan yang keluar dari lambung atau muntah dihukumi najis, meskipun makanan atau cairan tersebut belum berubah bentuk dan warnanya.
Sementara jika belum sampai pada lambung dan kemudian keluar lagi ke mulut melalui kerongkongan, maka tetap dinilai suci. Tidak dihukumi najis dan tidak pula dihukumi barang yang terkena najis atau mutanajjis.
Oleh karena itu, gumoh pada bayi perlu untuk dikaji terlebih dahulu. Jika cairan ASI atau susu formula sudah sampai pada lambung bayi, dan kemudian keluar lagi, maka hal itu dihukumi najis, meskipun cairan tersebut belum berubah bentuk dan warnanya.
Jika belum sampai pada lambung bayi, dan kemudian keluar lagi, maka dihukumi suci, tidak najis ataupun mutanajjis.
Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Muin berikut;
Dan (sesuatu yang najis adalah) muntahan dari lambung, meskipun tidak ada perubahan. Muntahan adalah setiap perkara yang kembali keluar setelah sampai pada lambung, meskipun cuma berupa air. Namun ketika diyakini atau diragukan belum sampai pada lambung, maka sesuatu yang kembali itu tidak najis bahkan tidak mutanajjis.
Andaikan gumoh itu najis karena cairan yang keluar sudah sampai lambung bayi, namun menurut Ibnu Hajar, kenajisannya dima’fu atau ditolerir. Artinya, meskipun gumoh bayi itu najis, namun hal itu dimaafkan sehingga tidak perlu disucikan, dan tidak pula menajiskan barang yang lain.
Selengkapnya baca di sini
Dream - Rumah merupakan sekolah pertama bagi anak, terutama dalam hal akhlak dan keimanan. Pelajaran yang juga wajib didapatkan anak di rumah dari orangtuanya adalah pendidikan seksual.
Sebagai seorang muslim, mengajarkan pendidikan seksual wajib merujuk pada tuntunan Allah SWT dan ajaran Nabi Muhammad SAW. Dikutip dari Bincang Muslimah, dalam buku Islam dan Pendidikan Seks Anak (1991) karya Ayip Syafruddin dijelaskan bahwa pendidikan seks tidak bisa berdiri sendiri, tapi berkaitan erat dengan pendidikan-pendidikan yang lain. Pendidikan yang lainnya adalah pendidikan akidah, akhlak dan ibadah.
Dalam Islam, pendidikan seks adalah bagian dari pendidikan akhlak, dan perilaku seksual yang sehat adalah buah dari kemuliaan akhlak. Maka, pendidikan seks yang diajarkan pun harus berdasarkan ajaran Islam.
Hubungan pendidikan ibadah dengan pendidikan seks adalah untuk memberikan pedoman bagi perilaku-perilaku yang dibolehkan dan dilarang. Lantas, bagaimana fase persiapan pendidikan seks untuk anak?
Persiapan sudah harus dimulai sejak anak-anak belum baligh. Berikut tiga cara mengajarkan pendidikan seksual untuk anak menurut Islam.
Pemisahan tempat tidur adalah pendidikan seks yang tidak langsung bagi anak, tapi sangat berpengaruh pada keberhasilan pendidikan seks yang sebenarnya. Pemisahan tempat tidur anak dari orangtuanya ini dilakukan agar anak terjauh dari tempat yang di dalamnya dilakukan aktivitas seksual.
Nabi Muhammad SAW menjarkan untuk memisahkan tempat tidur anak dan orangtua saat anak sudah beranjak 7 tahun. Pemisahan tempat tidur anak laki-laki dengan anak perempuan juga penting dilakukan. Anak wajib diberi pengetahuan tentang kesadaran bahwa antara laki-laki dengan perempuan secara biologis memang berbeda.
Syariat Islam saat menekankan isti’dzan atau meminta izin sejak usia kanak-kanak. Izin adalah pendahuluan bagi kaidah kesopanan. Anjuran isti’dzan dilakukan dalam bentuk permintaan izin bagi anak-anak yang belum baligh. Hal ini bisa berbentuk pemberian toleransi untuk memasuki kamar kedua orangtuanya kecuali pada tiga waktu yakni sebelum shalat subuh, pada saat tengah hari, dan setelah isya.
Pengaturan ini bertujuan agar anak mengetahui hukum-hukum tentang aurat, hubungan seksual dan keadaan orang lain. Pada fase ini, penekanannya meminta izin ada pada tiga waktu. Saat anak sudah memasuki usia baligh, isti’dzan akan berlaku untuk semua waktu.
Hukum isti’dzan ini memiliki hikmah yang luar biasa sebab jika anak melihat orangtua sedang berhubungan badan, maka akan sangat membekas dalam pikiran anak, dan akan mempengaruhi perkembangan psikologisnya.
Orangtua sangat penting menyiapkan anak memasuki usia baligh. Memberi tahu anak perempuan kalau akan mengalami haid, dan mimpi basah pada anak laki-laki. Anak yang sudah mendapatkan pengetahuan tentang menstruasi dan mimpi basah tidak akan panik jika tiba saatnya mengalami sendiri. Mereka akan menghadapinya dengan tenang.
Selain itu, mereka pun menjadi tahu dan paham bagaimana cara mensucikan diri dan apa saja ibadah-ibadah yang diharamkan pada saat sebelum bersuci. Penjelasan selengkapnya baca di sini.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Penampilan Alya Zurayya di Acara Dream Day Ramadan Fest 2023 Day 6
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Kata Ahli Gizi Soal Pentingnya Vitamin C untuk Tumbuh Kembang Anak