Cerita Getir Suasana Ramadhan di Lebanon, Sholat Tarawih di Masjid Cuma Pakai Lilin

Reporter : Nur Ulfa
Sabtu, 2 April 2022 15:45
Cerita Getir Suasana Ramadhan di Lebanon, Sholat Tarawih di Masjid Cuma Pakai Lilin
Kondisi Lebanon menyambut Ramadhan tahun ini memprihatinkan. Tak ada lagi dekorasi warna-warni di jalanan menyambut puasa. Semua dilalui dengan perasaan getir dan prihatin

Dream - Di tengah sesama muslim yang tengah bersuka cita menyambut awal puasa 2022, Warga Lebanon harus menjalani Ramadhan dengan keprihatinan. Tak ada lagi dekorasi penuh warna-warni yang menghiasi Beirut dan kota-kota besar lain di negara ini.

Hanya beberapa banner yang terpasang untuk mengingatkan kewajiban bersedekah selama bulan suci kepada warga sekitar.

Lebanon dalam tiga tahun terakhir memang tengah berperang melawan krisi keuangan yang menyeret banyak warganya ke jurang kemiskinan. Alhasil jumlah gelandangan meningkat di jalanan negara tersebut.

Krisis juga telah membuat kehidupan kelas ekonomi menengah lebih susah. Penghasilan mereka turun akibat depresiasi nilai tukar terhadap dollar AS. Banyak warga menjadi pengangguran karena ratusan pabrik, institusi, dan pertokoan terpaksa gulung tikar.

 

1 dari 3 halaman

Harga Kebutuhan Makanan Meroket

Kini suasana Ramadhan di Lebanon berubah menjadi gelap. Warga yang mendapat pasokan listrik lebih dari satu jam sehari masih dikatakan beruntung. Harga BBM juga telah naik signifikan.

Neamat, ibu dari lima orang anak yang tengah berbelanja di pasar terkenal Beirut, Tariq Al-Jdideh mengaku Ramadhan setiap tahunnya menjadi lebih berat.

" Sebungkus roti kini seharga 10 ribu pound Lebanon (hampir Rp100 ribu). Harga buah-buahan dan sayuran juga sudah membuatnya `gila` padahal berasal dari produk lokal," ungkapnya.

Invasi Rusia ke Ukraina juga turut dirasakan Neamat. Kini harga minyak naik lebih tinggi. " Seolah-olah kita membutuhkan lebih banyak kesulitan di Lebanon sementara kaum muda kita menganggur."

 

2 dari 3 halaman

Manisan Dibuat Lebih Murah dan Ukuran Kecil

Sistem keuangan Lebanon telah runtuh sejak 2019 karena beban utang dan sistem korupsi. Upaya pemulihan ekonomi dengan mengandalkan bantuan IMF belum juga mencapai kesepakatan dengan politisi setempat.

Pensiunan wasit bersertifikat internasional, Zuhair Al-Masry, juga mengungkapkan nilai tukar pound Lebanon terhadap dollar AS pada Ramadhan tahun lalu mencapai 16 ribu. DI tahun ini, sudah meroket 50 persen menjadi 23 ribu pound Lebanon per dollar AS.

" Terkadang saya iri pada mereka yang menderita diabetes," kata Zuhair menceritakan tentang harga sirup dan manisan Arab yang melonjak tinggi.

Kondisi sulit yang dihadapi warga Lebanon membuat pengelola toko manusan Arab mengubah strategi menjajakan makanan populer selama Ramadhan. Kini resep yang digunakan menggunakan bahan-bahan yang harganya lebih terjangkau buat warga.

" Koki kami menciptakan item baru dengan biaya lebih rendah dan dalam ukuran yang sedikit lebih kecil sehingga pelanggan tetap dapat membelinya," ujar Najah Zahra, seorang manajer cabang dari toko Al-Baba Sweets.

 

3 dari 3 halaman

Sholat Tarawih di Masjid Hanya Pakai Lilin

Menyambut Ramadhan tahun ini, warga muslim yang hendak menjalani sholat tarawih juga harus menghadapinya dengan kondisi memprihatinkan. Maher Al-Tawel, pengelola masjid Dar Al-Fatwa mengatakan sholat tarawih terpaksa berjalan dengan bantuan penerangan lilin.

“ Tidak ada listrik di malam hari; apa yang orang lakukan untuk sahur? Tidak semua masjid mampu membayar lebih dari dua juta pound Lebanon sebulan untuk generator," ungkapnya.

Beberapa warga yang mampu telah menyediakan perangkat UPS untuk sejumlah masjid agar bisa memberikan penerangan minimal. Yang lainnya membeli panel surya untuk menyalakan masjid dengan biaya sendiri.

" Namun, banyak masjid akan mengadakan shalat Ramadhan dengan cahaya lilin, ”katanya.

Al-Taweel menambahkan jalan-jalan di Lebanon kini juga tak dihiasi oleh dekorasi yang biasanya dipasang selama Ramadhan. Uang yang biasa dipakai untuk dekorasi banyak yang beralih sebagai sumbangan amal untuk membantu lebih banyak orang.

" Mereka telah menjadi barang mewah karena dihargai dalam dolar," ujarnya.

(Sah, Sumber: Arabnews)

Beri Komentar