Dikabulkan Hakim, Penjara AS Wajib Setarakan Fasilitas untuk Napi Muslim

Reporter : Maulana Kautsar
Kamis, 26 September 2019 07:02
Dikabulkan Hakim, Penjara AS Wajib Setarakan Fasilitas untuk Napi Muslim
Narapidana sempat tak menyajikan makanan untuk narapidana yang berpuasa.

Dream - Lembaga pemasyarakatan di Richmond, Virginia, Amerika Serikat (AS) mengakhiri program berjuluk God Pod. Penghentian program yang tak menguntungkan minoritas Muslim itu dilakukan setelah muncul tuntutan dari narapidana Muslim.

Dilaporkan Orlando Sentinel, narapidana Muslim, yang diwakili Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), menuntut penghentian program ini dan dikabulkan pengadilan setempat.

Hakim Pengadilan Alexandria mendengar argumen Dewan Hubungan Amerika-Islam pada Jumat, 20 September 2019. Salah satu argumen yang muncul yaitu pelanggaran konstitusi terhadap kebebasan beragama narapidana Muslim.

Para napi mengatakan mereka yang berada di " God Pod" akan mendapat fasilitas dan `kemewahan` sel. Semisal, penggunaan televisi dan microwave.

1 dari 5 halaman

Tidak Terikat Pada Satu Agama?

Ilustrasi

Para pejabat penjara mengakui program itu dibangun berdasarkan prinsip-prinsip kitab agama tertentu. Meski begitu, pengacara pendeta di program penjara, Deborah Kane, mengatakan program Pelajaran Hidup yang disampaikan terbuka untuk semua agama.

" Hanya karena itu berdasarkan Alkitab tidak berarti itu mengarah pada keterikatan agama ini," kata dia.

Pendeta yang menjalankan program, bekerja untuk Good News Jail dan Penjara Kementerian yang berbasis di Richmond. Di situs webnya, Good News mengatakan misinya adalah untuk `menyebarkan agama ke para narapidana`.

Gadeir Abbas, pengacara CAIR, mengatakan, ada bukti yang menunjukkan hanya umat agama tertentu yang bisa menikmati fasilitas ini.

Diskriminasi yang dirasakan narapidana Muslim diantaranya, gagalnya otoritas penjara menyediakan makanan tepat waktu untuk narapidana Muslim selama Ramadan.

2 dari 5 halaman

Pakai Burkini, Muslimah Diusir dari Kolam Renang

Dream - Seorang muslimah yang berenang di kolam renang di West Wave Pool, Henderson, Selandia Baru mendapat perlakuan tak baik. Perempuan yang tak disebut namanya itu diusir dari area kolam renang karena memakai burkini.

Saksi mata mengatakan insiden tersebut terjadi ketika kolam renang ramai pengunjung.

" Perempuan itu di kolam dengan anak-anaknya dan ketika itu dia diminta keluar dan diusir penjaga kolam," kata seorang perempuan, dilaporkan The Guardian, Rabu, 24 Juli 2019.

Manajer dewan rekreasi, Jane Aickin mengatakan, pakaian yang dikenakan perempuan itu tidak dianggap sebagai burkini, yang terbuat dari bahan yang sesuai dengan berenang.

Laman kolam renang itu mengatakan, pakaian renang yang dikenakan perempuan itu tak pantas. Sejumlah pakaian memang tak diizinkan untuk digunakan berenang, semisal, celana dalam dan celana pendek denim.

" Kami menerima bahwa ini kadang membingungkan dan bekerja keras untuk mencoba menjelaskan aturan ini untuk semua orang," kata Aickin.

Juru bicara Dewan Wanita Islam Selandia Baru, Anjum Rahman meminta West Wave Pools untuk mempertimbangkan kebijakan mengenai pakaian renang yang digunakan.

" Sangat penting semua anggota masyarakat memiliki akses ke kolam renang umum untuk rekreasi," kata Anjum.

Aickin telah meminta maaf atas peristiwa yang insiden yang terjadi. Dia mengatakan, akan menyambut muslimah yang mengenakan burkini.

3 dari 5 halaman

Pengalaman Pahit Hijaber Didenda Rp7 Juta karena Burkini

Dream - Bersyukurlah perempuan berhijab yang hidup di Indonesia. Kamu takkan susah berenang di kolam renang umum meski menggunakan pakaian renang khusus wanita berhijab. Pengalaman itulah yang sulit dinikmati hijaber di negara minoritas muslim. 

Pengalaman pahit itu dirasakan Fadila. Liburan keluarga yang seharusnya menjadi momen menyenangkan berubah menjadi menjengkelkan. Fadila yang mengenakan hijab dikenakan denda karena berenang menggunakan pakaian renang berhijab atau burkini.

Di sana, Fadila bersama keluarganya tinggal di sebuah private residence dilengkapi fasilitas kolam renang di La Ciotat, Bouches-du-Rhone, Marseille, Perancis sekitar akhir Juli lalu. Fadila langsung memutuskan mencebur ke kolam itu. 

Rasa senangnya berubah menjadi penuh kejengkelan saat seorang staf pengelola penginapan meminta para tamu lainnya untuk meninggalkan area kolam renang.

Pemilik private residence juga meminta Fadila dan suaminya tidak lagi menggunakan kolam renang selama sisa liburan mereka.

Shutterstock

Dilansir Allure, pasangan itu semakin terkejut saat mereka diminta membayar biaya pembersihan kolam renang sebesar 490 euro, setara Rp 7,8 juta. Pemilik beralasan dia harus harus mengosongkan dan membersihkan kolam setelah Fadila berenang mengenakan burkini.

Fadila mengatakan kepada badan amal United Againts Islamophobia di Perancis, " Saya tercengang karena tidak ada yang menghentikan saya atau mengatakan apapun sama sekali. Saya kecewa, terkejut, terluka oleh fakta bahwa seseorang bisa sangat munafik dan jahat karena burkini."

4 dari 5 halaman

Menolak Bayar Denda?

Shutterstock

Pasangan itu menolak membayar denda dan tidak ada faktur atas tuduhan tersebut. Sayangnya, masalah semakin membesar lantaran ada seseorang yang melapor ke otoritas setempat ada orang berburkini masuk ke dalam kolam dan menolak diusir. 

Padahal, burkini tidak berkaitan sama sekali dengan masalah kesehatan. Itu hanya sebuah pakaian sopan yang dirancang untuk para perenang perempuan. Sehingga banyak orang yang mengecam perlakuan yang dialami Fadila.

(Sah)

5 dari 5 halaman

Kompetisi Renang di Inggris Bolehkan Atlet Pakai Burkini

Dream - Sampai saat ini, pakaian renang Muslimah atau biasa disebut burkini, dilarang dipakai pada kejuaraan renang. Karena dipercaya dapat membuat tubuh lebih ramping, sehingga bisa meningkatkan kinerja atlet.

Namun hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan lagi oleh atlet Muslimah di Inggris. Karena Amateur Swimming Association telah memberi izin untuk mengenakan burkini saat kejuaraan renang amatir di Inggris, setelah pengajuan yang dilakukan oleh Muslim Women’s Sport Foundation.

Peraturan baru itu juga mengundang banyak tanggapan positif. Chris Bostrock selaku ketua Amateur Swimming Association, menyatakan bahwa hal tersebut merupakan langkah yang positif. Ia juga berharap, bisa mendorong lebih banyak orang untuk ikut serta dalam kejuaraan renang.

" Kami ingin semua orang mampu menggali potensinya. Sehingga bisa mewakili klub di kompetisi nasional. Kami juga berharap bisa mencetak generasi baru dari atlet renang Muslim," kata Chris Bostrock seperti yang dilansir dari Telegraph.

Sementara, Rimla Akhtar dari Muslim Women’s Sport Foundation, mengatakan, " partisipasi dalam olahraga di antara perempuan Muslim meningkat dengan pesat. Sangat penting bahwa lembaga yang mengatur, beradaptasi dan menyesuaikan untuk memenuhi kebutuhan mereka."

Ia melanjutkan, sangat berterimakasih kepada Amateur Swimming Association atas tanggung jawabnya selama ini. Mereka juga berharap bisa terus bekerja sama untuk memastikan keputusan ini juga akan berlaku pada tingkat nasional dan internasional.

(Laporan: Rifka Annisa)

Beri Komentar