Ilustrasi Takbir Keliling
Dream - Tak terasa bulan Ramadhan tinggal tersisa sekitar sepekan lagi. Pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri dipastikan akan sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Biasanya pada malam sebelum perayaan Idul Fitri banyak masyarakat Indonesia yang melaksanakan takbir keliling. Ini untuk memeriahkan datangnya Hari Raya Idul Fitri.
Kemudian pada hari esoknya, masyarakat banyak yang melaksanakan 'open house'. Acara makan dan kumpul-kumpul bersama dengan tetangga ataupun keluarga.
Akibat pandemi corona yang sedang melanda Indonesia, Polda Metro Jaya tegas melarang kegiatan yang berpotensi mengundang massa dalam jumlah besar. Hal ini didasarkan dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta yang masih berlaku.
" Kita juga melarang untuk misalnya menggelar open house mengundang banyak orang dan takbiran keliling karena itu kan rawan," ujar Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes, Sambodo Purnomo Yogo, dikutip dari Pojoksatu.
Sambodo mengatakan pihaknya belum memutuskan sanksi bagi warga yang nekat menggelar kegiatan tersebut. Hanya saja, dia mengingatkan kegiatan akan menjadi pemicu warga tak mengindahkan physical distancing di tengah PSBB.
" Ini membahayakan semua orang dan tidak ada physical distancing," ungkap Sambodo.
Meski demikian, dia tidak melarang warga yang ingin melaksanakan silaturahmi. Asalkan tetap mengindahkan protokol kesehatan.
" Bersilahturahim itu menggunakan masker kemudian juga menjaga physical distancing," kata dia.
Dream - Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menyatakan Sholat Idul Fitri merupakan ibadah dengan hukum sunah muakad atau sunah sangat dianjurkan mendekati wajib. Karena itulah, Abbas menegaskan tidak ada yang boleh melarang umat Islam melaksanakan Sholat Id.
" Siapapun tidak boleh melarang orang untuk Sholat Id termasuk pemerintah. Yang dilarang oleh pemerintah itu bukan Sholat Idnya tapi berkumpul-kumpulnya," ujar Abbas, dikutip dari Liputan6.com.
Abbas pun berpendapat pemerintah tidak boleh melarang warganya untuk berkumpul. Sebab, hal tersebut merupakan hak setiap warga negara.
" Tapi kalau dari berkumpul-kumpul itu bisa terjadi bencana dan malapetaka pada rakyat maka negara wajib melarangnya," lanjut dia.
Dalam kondisi seperti sekarang, kata Abbas, berkumpul bisa menyebabkan sakit dan kematian. Maka menjadi tugas negara melindungi rakyatnya.
" Tapi pemerintah juga tidak boleh melarang orang berkumpul dengan dalih untuk melindungi rakyat padahal kalau mereka-mereka berkumpul tidak ada mudlaratnya," ungkapnya.
Mempertimbangkan kondisi tersebut, lanjut Abbas, kehadiran para ahli kesehatan seperti dokter dan ilmuwan membantu pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan menjadi sangat penting. Dengan begitu, kebijakan pemerintah ada dasar ilmiahnya yang bisa dipertanggungjawabkan.
(Sah, Sumber: Liputan6.com/Yopi Makdori)
Dream - Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, mengingatkan masyarakat agar tidak meremehkan virus corona. Meskipun pemerintah sudah berencana melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
" Setiap orang hendaknya tetap berusaha menghindarkan diri agar tidak tertular oleh virus corona yang sangat berbahaya tersebut," ujar Anwar, dikutip dari Liputan6.com.
Anwar juga mengingatkan masyarakat virus corona tidak pandang bulu, pun tak kenal rasa takut. Apabila unsur ilmiahnya terpenuhi, virus tersebut dapat berpindah dan menulari orang lain.
" Oleh karena itu dengan adanya pelonggaran dari pemerintah, maka masing-masing kita saja yang harus berusaha untuk mengenal dengan lebih baik cara-cara dan sebab-sebab penularan dari virus ini dan berusaha untuk menghindarkan diri darinya," kata Anwar.
Selanjutnya, Anwar mengatakan menjauhkan diri dari virus corona sama dengan menjauhkan diri dari api neraka dunia.
" Karena dalam hal ini ada firman Tuhan yang sangat penting kita perhatikan yang artinya 'jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka'. Api neraka dalam konteks dunia dan dalam konteks adanya wabah Covid-19 ini tentu adalah sakit dan kesengsaraan yang akan bisa menimpa diri kita dan keluarga kita bila tertular oleh virus corona tersebut," ucap Anwar.
Sumber: Liputan6.com/Yopi Makdori
Dream - Majelis Ulama Indonesia menerbitkan fatwa mengenai pemanfaatan zakat untuk penanganan dampak virus corona, terutama dalam bidang ekonomi.
Fatwa Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan Harta Zakat, Infak dan Shadaqah untuk Penanggulangan Wabah Covid-19 dan Dampaknya itu ditetapkan pada 16 April lalu.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni'am Sholeh, mengatakan, fatwa ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengatasi masalah yang muncul akibat Covid-19.
" Termasuk masalah kelangkaan APD, masker, kebutuhan pokok masyarakat terdampak," ujar Asrorun, dikutip dari Liputan6.com.
Berikut isi fatwa tersebut.
Ketentuan Hukum
1. Pemanfaatan harta zakat untuk penanggulangan wabah Covid-19 dan dampaknya, hukumnya boleh dengan dhawabith sebagai berikut:
a. Pendistribusian harta zakat kepada mustahiq secara langsung dengan ketentuan sebagai berikut:
1) penerima termasuk salah satu golongan (asnaf) zakat, yaitu muslim yang fakir, miskin, amil, muallaf, yang terlilit hutang, riqab, ibnu sabil, dan/atau fi sabilillah;
2) Harta zakat yang didistribusikan boleh dalam bentuk uang tunai, makanan pokok, keperluan pengobatan, modal kerja, dan yang sesuai dengan kebutuhan mustahiq;
3) Pemanfaatan harta zakat boleh bersifat produktif antara lain untuk stimulasi kegiatan sosial ekonomi fakir miskin yang terdampak wabah.
b. Pendistribusian untuk kepentingan kemaslahatan umum, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) penerima manfaat termasuk golongan (asnaf) fi sabilillah
2) pemanfaatan dalam bentuk aset kelolaan atau layanan bagi kemaslahatan umum, khususnya kemaslahatan mustahiq, seperti untuk penyediaan alat pelindung diri, disinfektan, dan pengobatan serta kebutuhan relawan yang bertugas melakukan aktifitas kemanusiaan dalam penanggulangan wabah.
2. Zakat mal boleh ditunaikan dan disalurkan lebih cepat (ta'jil al-zakah) tanpa harus menunggu satu tahun penuh (Hawalan al-haul), apabila telah mencapai nishab.
3. Zakat fitrah boleh ditunaikan dan disalurkan sejak awal Ramadhan tanpa harus menunggu malam Idul Fitri.
4. Kebutuhan penanggulangan wabah Covid-19 dan dampaknya yang tidak dapat dipenuhi melalui harta zakat, dapat diperoleh melalui infaq, shadaqah, dan sumbangan halal lainnya.
Sumber: Liputan6.com/Nila Chrisna Yulika
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah

UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini

Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun

Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000

NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia


Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Penampilan Alya Zurayya di Acara Dream Day Ramadan Fest 2023 Day 6

Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!

Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025

Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025

Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah

Hasil Foto Paspor Shandy Aulia Pakai Makeup Artist Dikritik, Pihak Imigrasi Beri Penjelasan

Zaskia Mecca Kritik Acara Tanya Jawab di Kajian, Seperti Membuka Aib