Kisah Pilu Gadis SD Tak Bisa Makan Setelah Orangtua Terkena PHK Di Tanah Rantau. Sumber Foto : Merdeka/Ananias Petrus
Dream- Tak bisa dipungkiri virus corona mengguncang peradaban manusia di dunia. Setiap negara melalui otoritasnya meminta rakyatnya untuk tetap di rumah.
Bukan hanya sekadar imbauan tetapi peraturan dan larangan keras untuk melakukan aktivitas di luar rumah. Indonesia sendiri memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah dan menjaga jarak fisik (physical distancing), untuk menghambat penyebaran virus covid-19.
Virus corona yang mewabah di berbagai penjuru dunia dan langkah-langkah preventif, yang dilakukan tentu menimbulkan perubahan yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat.
Diakui atau tidak, banyak pihak yang merasakan dampak negatif dari pandemi virus corona saat ini. Pendapatan masyarakat jelas berkurang, terutama mereka yang berpenghasilan harian seperti buruh harian, pedagang kaki lima, ojek online, tukang parkir, dan lainnya.
Selain itu, sektor besarpun ikut mengalami kerugian akibat pandemi ini. Akibatnya, banyak perusahaan besar yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada sejumlah karyawannya.
Ternyata tak hanya orang tua yang merasakan kepahitan pandemi ini, seorang gadis kecil di NTT pun turut merasakan dampak negatifnya. Gadis itu bernama Merci.
Dia hidup seorang diri di rumahnya, NTT, sejak ia duduk di kelas tiga SD. Kedua orang tuanya memilih merantau di Kalimantan untuk memperbaiki hidup mereka.
Pasca merebaknya covid-19, orangtua Merci tidak lagi mengirimkan uang, untuk membeli beras apalagi jajan seperti anak seumurannya. Setiap hari, Merci berharap dari pemberian tetangga untuk bisa bertahan hidup. Ia makan seadanya seperti jagung dan sayur setiap hari.
Merci Kase merupakan siswi kelas VI Sekolah Dasar Negeri Oevetnai, Desa Weulun, Kecamatan Wewiku, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur.
Keluarganya bisa dibilang berasal dari keluarga kurang mampu. Makanya agar kondisi keluarganya menjadi lebih baik, orangtuanya memutuskan untuk merantau ke Kalimantan. Dan Merci? Dia hidup seorang diri di rumahnya, NTT, sejak ia duduk di kelas tiga SD.
Sebelumnya, ayah Merci merantau seorang diri ke Kalimantan untuk mencari pekerjaan. Sepeninggal ayah ke tanah perantauan Merci membantu sang ibu menjual kue dan sayur usai pulang sekolah.
" Bapak ingin memperbaiki rumah dan ingin saya bisa sekolah, makanya merantau cari uang," ujar Merci melalui Merdeka.com.
Setelah dua tahun terpisah, ibu Merci terpaksa menyusul ke Kalimantan pada akhir 2019 lalu. Sehingga, Merci pun hidup sendirian di rumah mereka.
Menurutnya, di Kalimantan kedua orang tuanya bekerja di perusahaan kelapa sawit. Sehingga dari masak hingga mengurus rumah, selalu Ia lakukan sendiri.
Sebelum wabah covid-19, setiap bulan Merci dikirimkan uang oleh kedua orang tuanya sebesar Rp100 hingga Rp200 ribu. Dari uang itu, Merci menggunakannya untuk keperluan sekolah dan makan minum di rumah.
Namun pasca wabah covid-19 melanda Indonesia, Merci tak lagi menerima kiriman uang. Kedua orang tuanya dirumahkan perusahaan. Mereka tidak bisa pulang menemani Merci karena larangan mudik oleh pemerintah, guna memutus mata rantai penyebaran covid-19.
" Kalau beras habis, biasa diberi keluarga atau tetangga. Kadang hanya jagung saja," ungkapnya.
Desa Weulun memang masih terisolir seakan luput dari perhatian pemerintah. Akses jalan menuju wilayah ini pun masih rusak. Di dusun Wetalas, sebanyak 44 rumah warga belum menikmati listrik. Mereka menggunakan lampu pelita sebagai penerangan, termasuk di rumah Merci.
" Saya dari kelas satu sudah biasa belajar pakai pelita. Kalau jam tidur dimatikan, agar hemat minyak tanah," kata Merci.
Merci bercita-cita menjadi seorang dokter, sehingga bisa berguna bagi banyak orang.
" Biar pakai pelita, tetapi saya dari kelas satu sampai kelas enam, selalu juara satu atau dua. Saya ingin jadi dokter, Doakan supaya orang tua saya bisa kumpul uang," pinta Merci.
Selain belum ada listrik, rumah Merci pun belum memiliki WC. Merci pun terpaksa harus ke hutan jika hendak BAB.
Menurut kepala dusun Weulun, Yakomina Bano, sebanyak 48 Kepala Keluarga (KK) di dusun itu, belum menggunakan listrik. Bahkan dari 48 rumah itu, hanya satu rumah yang memiliki WC.
" Sudah kita ajukan, tetapi sampai sekarang belum terjawab," ungkapnya.
Meski kondisi yang sedemikian pilu, Merci dikenal sebagai siswi berprestasi. Ia selalu menyandang juara di kelasnya. Bahkan anjuran pemerintah untuk tetap tinggal dan belajar di rumah, benar-benar dijalankan Merci. Ia menghabiskan waktunya untuk belajar, hingga menulis puisi.
Merci Kase, ternyata berulang tahun di tanggal 2 Mei lalu. Hari lahirnya bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) kemarin. Tak ada kue ulang tahun atau ucapan seperti anak-anak lain seusia dia.
Airmatanya menetes saat ia mengaku tak bisa menelepon orang tuanya di hari bahagianya. Padahal, ia sudah rela berjalan kaki ke desa tetangga hanya untuk mengecas handphonenya.
" Malamnya bapa dengan mama telepon dan minta saya siap cas handphone, karena besoknya tanggal 2 Mei, saya ulang tahun. Paginya saya jalan kaki cas di rumah keluarga. Setelah cas, saya kembali ke rumah untuk menelepon, tetapi tidak diangkat, mungkin bapa dengan mama sedang bekerja," tuturnya.
Untuk membuang kesedihan, Merci membacakan puisi untuk guru-gurunya berjudul: Pahlawan Pendidikan. Puisi ini ditulis, Ayu Pratiwi Saleh.
Jika dunia kami yang dulu kosong
tak pernah kau isi
Mungkin hanya ada warna hampa, gelap
tak bisa apa-apa, tak bisa kemana-mana
Tapi kini dunia kami penuh warna
Dengan goresan garis-garis, juga kata
Yang dulu hanya jadi mimpi
Kini mulai terlihat bukan lagi mimpi
Itu karena kau yangmengajarkan
Tentang mana warna yang indah
Tentang garis yang harus dilukis
Juga tentang kata yang harus di baca
Terimakasih guruku dari hatiku
Untuk semua pejuang pendidikan
Dengan pendidikanlah kita bisa memperbaiki bangsa
Dengan pendidikanlah nasib kita bisa dirubah
Apa yang tak mungkin kau jadikan mungkin
Hanya ucapan terakhir dari mulutku
Di hari Pendidikan Nasional ini
Gempitakanlah selalu jiwamu
Wahai pejuang pendidikan Indonesia.
https://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-pilu-siswi-sd-di-ntt-ditinggal-orangtua-merantau.html
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Kata Ahli Gizi Soal Pentingnya Vitamin C untuk Tumbuh Kembang Anak
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia