Yang Kontroversi di Revisi UU Pemasyarakatan

Reporter : Maulana Kautsar
Selasa, 24 September 2019 14:02
Yang Kontroversi di Revisi UU Pemasyarakatan
Napi boleh jalan-jalan ke mal.

Dream - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Tetapi, revisi UU Pemasyarakatan ini dinilai mempermudah koruptor mendapat remisi. Pengesahan UU Pemasyarakatan dianggap akan mematikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur tentang prasyarat pemberian remisi.

PP itu mengatur sejumlah prasyarat pemberian remisi bagi narapidana kasus kejahatan berat. Misalnya napi tindak pidana terorisme, narkotika, korupsi, dan kejahatan keamanan negara, kejahatan HAM berat, serta kejahatan transaksional dan terorganisasi.

Ada dua pasal di PP Nomor 9 Tahun 2012 yang kemungkinan tidak digunakan jika Revisi UU Pemasyarakatan ini disahkan, yaitu Pasal 43A dan Pasal 43B.

Pasal 43A berisi mengenai aturan masa hukuman jusctice collaborator. Sementara Pasal 43B berisi rekomendasi KPK mengenai reimisi.

Wakil Ketua Komisi III Herman Hery membenarkan, bahwa dengan revisi UU Pemasyarakatan, pembebasan bersyarat dan remisi terhadap koruptor tidak lagi merujuk kepada PP 99 tahun 2012.

" Tidak lagi. Otomatis PP 99 menjadi tidak berlaku karena semua dikembalikan ulang," kata Herman dilaporkan Liputan6.com.

 

1 dari 7 halaman

Jalan-jalan ke Mal

Selain mempermudah posisi napi koruptor, revisi UU Pemasyarakatan dinilai juga membuat napi leluasa. Kondisi itu bisa dilihat pada Pasal 9 huruf c.

" Mendapat pendidikan, pengajaran, dan kegiatan rekreasional, serta kesempatan mengembangkan potensi."

Pasal itu berkaitan dengan masa izin keluar penjara. Aturannya terdapat pada Pasal 10 huruf c, e dan f. Tiga huruf itu mengatur cuti saat kunjungan keluarga, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas.

Mengenai sifat rekreasional itu, anggota Komisi III dari Fraksi PAN, Muslim Ayub punya jawaban.

" Terserah kalau dia mau cuti di situ, mau dalam arti dia ke mal juga bisa. Iya kan? Kan cuti, bisa ngambil cuti, dan didampingi oleh petugas lapas. Apapun yang dia lakukan itu didampingi oleh petugas lapas," kata Muslim kepada merdeka.com

2 dari 7 halaman

Nasib Revisi UU Pemasyarakatan Hari Ini

Dream DPR menggelar rapat paripurna untuk mengesahkan 6 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang telah disepakati di tingkat I.

" Bersama ini kami beritahukan dengan hormat, bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia akan mengadakan Rapat Paripurna," kutipan dari undangan agenda rapat Selasa, 24 September 2019.

Rapat itu akan dilaksanakan pada pukul 10.00 WIB di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara I. Meski pembahasan RUU KUHP tidak ada dalam agenda paripurna hari ini, Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menyatakan keputusan apakah RUU KUHP akan ditunda atau tidak akan diputuskan juga dalam paripurna hari ini.

" Nanti paripurna akan dibacakan juga surat dari presiden, nanti apakah akan ditolak (penundaan RUU KUHP) atau disetujui ditunda sesuai keinginan presiden. Semuanya lewat mekanisme paripurna," kata Masinton saat dikonfirmasi.

Adapun enam RUU yang akan dibahas pada Paripurna hari ini sebagai berikut:

1. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan Terhadap RUU tentang Pemasyarakatan.

2. Pembicaraan Tingkat Il/Pengambilan Keputusan Terhadap RUU tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

3. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan Terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2020 beserta Nota Keuangannya;

4. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan Terhadap RUU tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan;

5. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan Terhadap RUU Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan;

6. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan Terhadap RUU tentang Pesantren.

Diketahui, meski nantinya RUU KUHP tidak jadi disahkan hari ini, DPR periode 2014-2019 masih bertugas hingga akhir September 2019. Masih ada dua jadwal sidang paripurna lagi untuk periode ini yaitu pada Kamis, 26 September dan Senin, 30 September 2019.

(Sumber: Liputan6.com)

 

3 dari 7 halaman

Jokowi Minta DPR Tunda Pengesahan RKUHP

Dream - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

" Saya telah memerintahkan Menkum HAM selaku pemerintah untuk menyampaikan sikap ini pada DPR RI, Yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda," kata Jokowi, dilaporkan Merdeka.com, Jumat, 20 September 2019.

Jokowi mengatakan, sikap pemerintah itu diambil setelah mencermati masukan dari berbagai kalangan yang keberatan dengan substansi RUU KUHP. " Saya berkesimpulan materi-materi yang coba pendalaman," ujarnya.

Presiden menyarankan agar pengesahan RUU KUHP dilakukan oleh anggota dewan periode 2019-2024.

" Saya harap DPR juga punya sikap yang sama, sehingga pembahasan RUU KUHP bisa dilakukan oleh DPR RI periode berikutnya," ucap dia.

Untuk diketahui, pengesahan RUU KUHP oleh DPR dijadwalkan digelar pada 24 September 2019.

Jokowi juga meminta Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly untuk kembali mencari masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat sebagai bahan untuk menyempurnakan RUU KUHP.

4 dari 7 halaman

Selebritis Menolak

 

Dian Sastrowardoyo

Dian Sastrowardoyo (Foto: Instagram)

Sejak kemarin, gelombang demontrasi dan penolakan berkembang. Elemen mahasiswa dan warganet, menolak keberadaan RUU KUHP.

Sejumlah selebritis pun mengeluarkan penolakan serupa. Aktris dan model, Dian Sastrowardoyo menulis ajakan untuk menolak.

" Sekarang nih kita nggak bisa cuek-cuek lagi. Karena siapa saja bisa dipenjara. Saya, kamu, keluarga kita, temen-temen kita, gebetan kita #SemuaBisaKena," ucap dia.

Selain Dian, ada sutradara dan komika, Ernest Prakasa yang meminta Jokowi menolak RUU KUHP ini.

" Kami nggak butuh foto-foto berwajah sendu. Saatnya garang, Pak," kata Ernest.

Sumber: Merdeka.com/Intan Umbari Prihatin

 

 

5 dari 7 halaman

DPR Sahkan Revisi UU KPK

Dream - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi undang-undang. Pengesahan dilakukan dalam sidang paripurna di Gedung DPR, Selasa 17 September 2019.

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, yang menjadi pimpinan sidang mengetok palul sebagai tanda pengesahan revisi UU KPK. " Apakah pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan terhadap rancangan UU tentang perubahan kedua atas UU 30/2002 tentang KPK dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?" kata Fahri, dikutip dari Liputan6.com.

Anggota paripurna pun menjawab, " Setuju."

Ketua Badan Legislasi, Supratman Andi Agtas, menjelaskan, ada enam poin revisi yang dibahas antara pemerintah dan DPR. Di antaranya, kedudukan KPK sebagai lembaga hukum di rumpun kekuasaan eksekutif dan bebas dari kekuasaan.

 

6 dari 7 halaman

Poin yang Disetujui

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Liputan6.com

Foto: Liputan6.com

Pembentukan Dewan Pengawas untuk mengawasi kewenangan dan tugas KPK dan Dewan Pengawas disepakati mayoritas fraksi dan pemerintah ditunjuk Presiden.

Kemudian, revisi kewenangan penyadapan KPK. Mekanisme penggeledahan dan penyitaan yang harus seizin Dewan Pengawas.

Persetujuan juga dilakukan pada topik mekanisme penggeledahan dan penyitaan dewan pengawasan. Ada pula mekanisme penghentian dan penuntutan kasus Tipikor. Serta, status kepegawaian karyawan KPK yang menjadi PNS.

7 dari 7 halaman

Tidak Kuorum?

Pengiriman peti mati untuk DPR, karena warga Solo ini kecewa dengan hak angket KPK. (Liputan6.com/Fajar Abrori).

 

Pengiriman peti mati untuk DPR, karena warga Solo ini kecewa dengan hak angket KPK. (Liputan6.com/Fajar Abrori).

Dilaporkan Merdeka.com, berdasarkan keterangan pimpinan, rapat paripurna ini dihadiri 289 anggota dewan dari total 560 anggota. Namun, anggota DPR yanag benar-benar hadir di ruang sidang tak mencapai angka tersebut, sehingga rapat ini disebut tidak kuorum.

" Rapat sudah dihadiri 289 anggota dewan dan dihadiri oleh semua fraksi. Perkenankan kami dari meja pimpinan untuk membuka rapat paripurna ke-9 dan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum," ujar Fahri.

Dari jumlah 289 anggota DPR, yang hadir di ruang sidang hanya 107. Fahri mengatakan, jumlah tidak masalah.

" Paripurna untuk voting itu, tidak harus hadir, tapi dia datang untuk mencet, bahkan kalau sudah pembicaraan tingkat I itu sudah aklamasi antara pemerintah dan DPR, itu seharusnya tidak perlu lagi," kata dia.

 

Beri Komentar