Suasana Singapura Di Tengah Pandemi Covid-19 (Shutterstock.com)
Dream - Singapura membuat keputusan berani dengan menyatakan negaranya siap menyambut kehidupan normal baru (new normal) dan hidup berdampingan dengan wabah Covid-19.
Pengumuman itu disampaikan ke publik dalam konferensi pers tiga menteri utama dalam Gugus Tugas Covid-19 Singapura. Tiga menteri tersebut yaitu Menteri Perdagangan dan Industri Gan Kim Yong, Menteri Keuangan Lawrence Wong, dan Menteri Kesehatan Ong Ye Kung.
Ketiga menteri ini mengakui masih ada ancaman yaitu infeksi varian Delta. Varian ini dinilai memiliki kemampuan penularan lebih tinggi sehingga akan menjadi hambatan bagi penurunan kasus Covid-19 hingga angka nol di Singapura.
Meski demikian, Gugus Tugas menyatakan mereka mengadopsi strategi pagar cincin yang agresif. Strategi ini berupa memasang jaring lebar untuk isolasi dan menggalakkan testing hingga puluhan ribu orang setiap hari.
Namun demikian, mereka mengakui Covid-19 tidak akan pernah hilang. Tetapi, masyarakat Singapura tetap dapat hidup normal berdampingan dengan Covid-19 dan penyakit tersebut akan dianggap sebagai endemik seperti flu biasa.
Singapura sendiri kini sedang menyusun peta jalan menuju new normal. Diharapkan peta jalan ini dapat mulai diberlakukan seiring dengan tercapainya target vaksinasi.
Sebentar lagi, Singapura tidak akan lagi menerapkan lockdown dan segala bentuk pembatasan dicabut secara bertahap. Testing tidak lagi dijalankan secara agresif dan masyarakat diarahkan untuk testing mandiri setelah kontak dengan pasien positif.
Karantina tidak akan diberlakukan. Demikian pula, bisnis boleh buka penuh.
Sedikitnya ada lima hal yang menjadi dasar Singapura membuat keputusan yang berani tersebut.
Tiga menteri utama Gugus Tugas Covid-19 Singapura menyatakan pada akhir Mei, Perdana Menteri Lee Hsien Loong menargetkan sebanyak dua per tiga populasi Singapura sudah mendapatkan vaksinasi dosis pertama pada awal Juli nanti. Saat ini, Singapura sudah hampir mendekati target tersebut.
Misi selanjutnya, dua pertiga dari total populasi Singapura sebanyak 5.895.358 jiwa sudah mendapatkan vaksinasi penuh. Mereka menargetkan angka tersebut dapat tercapai pada Hari Nasional yang jatuh pada 9 Agustus nanti.
Vaksinasi menjadi kunci utama Singapura bersiap menjalani new normal. Ini karena karena vaksinasi terbukti efektif mengurangi risiko infeksi maupun penularan.
Bahkan para pasien tertular Covid-19, vaksin terbukti sangat membantu mencegah timbulnya gejala. Dari 120 lebih warga Singapura yang menerima vaksin penuh tetap tertular Covid-19 termasuk beberapa warga berusia 65 tahun ke atas serta tidak tinggal di rumah sakit atau panti jompo, seluruhnya bergejala ringan.
Hanya sekitar 8 persen dari masyarakat tidak divaksinasi mengalami gejala serius. Sementara ke depan, Singapura berencana menjadi vaksinasi Covid-19 sebagai program tahunan untuk meningkatkan imunitas masyarakatnya.
Covid-19 yang diyakini tidak akan pernah hilang menumbuhkan kesadaran bagi Singapura untuk berdampingan dengan penyakit tersebut. Ini tandanya, Covid-19 dianggap sebagai penyakit endemik yang ada di tengah-tengah masyarakat, laiknya flu atau sakit lain yang sifatnya biasa.
Mutasi virus adalah keniscayaan dan pasti ada yang bertahan di masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada virus influenza. Setiap tahun, kata Gugus Tugas, selalu ada orang yang terkena flu namun mayoritas dapat sembuh tanpa perlu dirawat dan dengan sedikit atau tanpa pengobatan.
Kecuali pada kasus minoritas khususnya lanjut usia dan pemilik komorbid, mereka bisa parah. Bahkan beberapa ada yang meninggal.
" Tetapi karena kemungkinan mengalami sakit parah akibat influenza sangat rendah, orang-orang hidup dengannya. Mereka melanjutkan aktivitas sehari-hari mereka bahkan selama musim flu, mengambil tindakan pencegahan sederhana atau mendapatkan suntikan flu tahunan," kata tiga menteri tersebut.
Atas pertimbangan itulah, Singapura mulai menganggap Covid-19 sebagai penyakit biasa. Sama halnya dengan cacar air, sakit tangan, kaki dan mulut, dan berbagai penyakit yang ada di lingkungan.
Testing dan pengawasan tetap diperlukan namun dengan fokus yang berbeda. Singapura tetap akan melakukan testing di perbatasan untuk mengidentifikasi pembawa virus, khususnya jenis yang masuk Variants of Concern.
Sementara untuk dalam negeri, testing tidak lagi untuk tujuan karantina orang yang terpapar Covid-19. Tetapi sebatas memastikan kondisi aman bagi gelaran acara, kegiatan sosial, perjalanan ke luar negeri.
Testing nantinya berguna memastikan rendahnya risiko penularan. Khususnya bagi kelompok rentan.
PCR tidak akan lagi menjadi andalan namun akan digunakan alat tes yang cepat dan mudah. Alat testing antigen akan tersedia di poliklinik, klinik swasta, apotek, sehingga masyarakat bisa mudah mengakses dan dapat melakukan testing mandiri setelah kontak dengan orang yang terinfeksi.
Bahkan Singapura akan menggunakan alat deteksi dengan kemampuan lebih cepat lagi seperti breathalysers yang mampu memberikan hasil hanya dalam dua menit. Alat ini segera digunakan di bandara, pelabuhan, gedung perkantoran, mal-mal, rumah sakit, dan institusi pendidikan.
Singapura telah memiliki kerangka penanganan Covid-19 yang efektif. Itulah mengapa Singapura mencatatkan tingkat kematian yang rendah, bahkan terendah di dunia.
Sejak 8 bulan pandemi berjalan, Singapura telah memiliki pengalaman untuk menangani pasien dengan kesakitan yang parah. Pemulihan dipercepat dan penyebaran ditekan, termasuk tingkat keparahan dan kematian.
Pelacakan kontak erat dijalankan dengan cermat, dan pasokan obat selalu dipastikan aman. Sementara para peneliti medis berpartisipasi aktif mengembangkan langkah-langkah penanganan baru.
Gugus Tugas Covid-19 Singapura menyadari seluruh upaya tersebut tidak akan berhasil tanpa dukungan dan keterlibatan masyarakat. Sehingga mereka mengimbau masyarakat turut berperan dalam mencegah lonjakan Covid-19 sebagai tanggung jawab sosial.
Kunci new normal bergantung pada penerimaan masyarakat terhadap Covid-19. Sehingga akan menjadi kebiasaan baru dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, selalu menjaga kebersihan. Juga menjauhi keramaian ketika merasa tidak enak badan, dan sejumlah langkah lain yang dapat mengurangi transmisi.
Jika ada yang sakit, maka yang bersangkutan harus istirahat di rumah. Masyarakat yang kontak dengan orang sakit dapat menjalankan tes mandiri.
Demikian halnya jika pekerja sakit, maka harus berada di rumah sampai sembuh. Sementara bosnya tidak boleh mewajibkan pekerja tersebut tetap masuk.