Dream - Wayan Mirna Salihin dan Hani tampak gembira saat bertemu dengan Jessica Kumala Wongso di Kafe Olivier. Raut sumringah bahkan meruap dari wajah Mirna, yang akhirnya tewas setelah menyeruput kopi dalam pertemuan itu.
Demikian disampaikan oleh Resepsionis Kafe Olivier, Resmiati, saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 28 Juli 2016. " Hani dan almarhum (Mirna) tampak excited bertemu," kata Resmiati.
Jessica, kata Resmiati, duduk di pinggir kiri sofa berbentuk lengkung, di meja nomor 54. Dia tampak melambaikan tangan, menyambut kedatangan Hani dan Mirna.
Melihat Jessica yang telah berdiri menyambut, Resmiati yang awalnya hendak mengantar Hani dan Mirna, tidak jadi mengantar. " Jessica tampak melambai dan mengatakan 'hai'. Hani tampak menghampiri Jessica terlebih dahulu," ujar Resmiati.
Usai mengantarkan Hani dan Mirna, Resmiati meneruskan pekerjaannya. Dia mengaku tidak banyak tahu apa yang terjadi di meja nomor 54 setelah itu.
" Saya mau menginterview orang dan mau ketemu GM (General Manager) saya. Saya lihatnya, Mirna sudah menyandar," ucap dia menjelaskan.
" Saya hanya berpapasan saat almarhum dibawa dengan kursi roda. Saya mendengar suara almarhum kesusahan napas," tambah Resmiati.
Awalnya, seluruh karyawan Kafe Olivier menyangka Mirna mengalami epilepsi. " Sampai sekitar jam delapanan (malam), dari (pihak pengelola mal) GI mengabarkan kalau Mirna meninggal," kata dia. (eko)
Dream - Direktur Reserse Kriminal Polda Metro Jaya, Kombes Pol Krishan Murti, mengatakan tak ada polisi yang mendatangi Rangga, barista Kafe Olivier, dan menuduhnya menerima uang Rp 140 juta dari Arief Sumarko untuk membunuh istrinya, Wayan Mirna Salihin. Menurut dia, orang yang datang itu adalah wartawan yang mengonfirmasi kabar penerimaan uang tersebut.
" Saat itu Rangga curhat ke psikiater ada wartawan yang menuduh dia, mendatangi dia, dan bilang Rangga dapat uang transferan dari Arief. Itu catatan medis dari psikiater," kata Krishna di Jakarta, Kamis 28 Juli 2016.
Kabar Rangga menerima uang Rp 140 juta dari Arief kembali mencuat dalam persidangan kasus " kopi sianida" yang menewaskan Mirna. Adalah pengacara terdakwa Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan, yang memunculkan kabar ini di dalam persidangan.
Menurut Krishna, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh polisi, tidak ada keterangan mengenai transfer uang tersebut. " Tidak ada di BAP, jadi itu kan kami memprofile semua potential suspect. Jadi, salah satu caranya kami membawa ke psikater. Itu adalah hasilnya, psikiater hasil dari curhatannya Rangga," lanjut dia.
Krishna menambahkan, pemeriksaan psikiater bukan hanya dilakukan kepada Rangga. Semua saksi yang potensial menjadi tersangka dalam kasus tersebut juga diperiksa demi validitas keterangan. " Yang lain juga kami periksa, kami profile, untuk mencari tahu keterangan itu valid atau tidak," kata dia.
Sementara, orang yang mengaku wartawan dan mendatangi Rangga untuk mengonfirmasi kabar penerimaan uang tersebut rencananya akan dihadirkan di dalam persidangan jika diperlukan dalam persidangan. (eko)
Dream - Pada sidang kedelapan kasus kopi sianida, jaksa penuntut umum (JPU) kembali memutar rekaman CCTV yang memuat kronologi kematian Wayan Mirna Salihin di Kafe Olivier, 6 Januari 2016, lalu.
Dalam sidang ini Hakim Ketua Kisworo fokus menyaksikan rekaman kedatangan terdakwa Jessica Kumala. Di rekaman tersebut, Jessica nampak melakukan pembayaran sebelum pesanan yang diinginkannya datang.
Kisworo menanyakan fakta itu kepada saksi kasir Kafe Olivier, Jukiah. Tak puas hanya sekadar bertanya, anggota hakim Binsar Gultom mengonfrontir pernyataan Jukiah dengan penyaji cocktail Marlon Alex.
Hakim anggota Binsar Gultom pun kemudian meminta agar rekaman saat Jessica membayar diputar berkali-kali.
Binsar yang tak puas dengan keterangan saksi dan gambaran dari CCTV kemudian menawarkan kepada JPU untuk bersidang di tempat kejadian perkara (TKP), Kafe Olivier.
Kepala Bagian Humas Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Waluyo mengaku permintaan hakim sebagai keuntungan. Sebab, sedari awal JPU ingin sidang juga digelar di lokasi Kafe Olivier.
" Justru kita akan menyambut baik, sidang di lokasi," ucap Waluyo saat yang juga menghadiri sidang tersebut.
Dream - Manajer Kafe Olivier, Devi, mengaku tersinggung karena mendengar pertanyaan Jessica Kumala Wongso saat kematian Wayan Mirna Salihin pada 6 Januari 2016. Saat itu, Jessica bertanya bahan yang dicampurkan ke dalam es kopi Vietnam yang diminum Mirna.
“ Dia (Jessica) bertanya, 'kopinya kalian campur apa?'" kata Devi, menirukan ucapan Jessica, saat bersaksi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu 27 Juli 2016.
Pertanyaan itu terlontar saat Devi hendak menolong Mirna yang ambruk usai minum kopi. Devi tersinggung mendengar pertanyaan itu. Sebab, pertanyaan tersebut dilontarkan Jessica dengan nada ketus dan seolah menuduh.
“ Saya tersinggung. Soalnya selama ini tidak ada yang komplain soal kopi,” ucap Devi.
Saat hendak memberikan pertolongan pertama, perempuan berambut pendek itu awalnya mengira Mirna terkena epilepsi. Dia melihat mata Mirna yang terbuka, nafas tersengal, dan mulut berbusa.
Saat situasi riuh, Devi mengatakan, ada reaksi yang berbeda dari dua kawan Mirna. Menurut dia, Hani tampak sibuk menelepon, sementara Jessica hanya diam. Sikap Jessica itu yang belakangan dianggapnya aneh.
“ Harusnya kan dia (Jessica) yang punya teman yang panik, bukan kami (pegawai Kafe Olivier),” ucap Devi.
Dream - Peracik minuman Kafe Olivier, Rangga Dwi Saputra mengaku ada sepuluh pesanan es kopi Vietnam di hari kematian Wayan Mirna Salihin pada 6 Januari 2016 lalu. Menurut dia, pesanan tersebut dikerjakan bersama temannya sesama peracik minuman, Tegar.
Rangga mengatakan, Tegar yang mendapat jatah masuk kerja (shift) siang membuat tujuh gelas es kopi Vietnam. Sementara Rangga sendiri membuat tiga gelas selama shiftmalam.
" Saya hanya buat tiga. Dua untuk take away (dibawa pulang) dan satu untuk meja nomor 54," kata Rangga dalam sidang dugaan pembunuhan Mirna dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, 21 Juli 2016.
Di meja nomor 54 itu terdapat terdapat mendiang Mirna, Jessica, dan saksi kunci Boon Juwita atau Hani. Di meja itu, Mirna meregang nyawa.
Rangga yang mulai bertugas pukul 16.00 WIB sempat berbincang tentang pembuatan kopi dengan Tegar. Mereka berbincang seputar pencatatan pesanan biji kopi yang datang hingga menu.
Obrolan itu berlanjut hingga Rangga memproses pembuatan kopi. Tak lama setelah itu, Tegar undur diri untuk beristirahat.
Belakangan, Rangga baru tahu kopi yang dibuatnya bermasalah. Padahal, menurut Rangga, bahan yang digunakan untuk membuat kopi masih sama dengan tujuh kopi yang sudah dibuat Tegar.
" Yang masalah hanya satu?" tanya Hakim Kisworo pada Rangga.
" Iya, hanya satu," jawab Rangga.
Advertisement