MUI Minta Oknum Banser Pembakar Bendera Tauhid Minta Maaf

Reporter : Muhammad Ilman Nafi'an
Selasa, 23 Oktober 2018 15:00
MUI Minta Oknum Banser Pembakar Bendera Tauhid Minta Maaf
MUI juga meminta Polri bertindak sesegera mungkin menangani insiden ini.

Dream - Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, berharap oknum anggota Barisan Ansor Serba Guna (Banser) yang terekam membakar bendera Tauhid untuk minta maaf.

" MUI meminta kepada yang telah melakukan tindakan tersebut untuk meminta maaf dan mengakui kesalahannya secara terbuka kepada umat Islam," kata Anwar di Gedung MUI, Jakarta, Selasa 23 Oktober 2018.

Pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid itu viral di media sosial pada Senin, 22 Oktober 2018. Lokasi pembakaran itu diketahui di Garut, Jawa Barat.

Saat ini, Polres Garut telah memeriksa tiga orang terkait insiden tersebut. Anwar juga mengimbau masyarakat untuk menyerahkan kasus ini agar ditangani melalui proses hukum.

" Meminta kepada kepolisian untuk bertindak cepat, adil dan profesional," ucap dia.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Irjen Setyo Wasisto, menjamin kepolisian akan bertindak profesional dalam menangani kasus ini. Dia juga mengimbau masyarakat bersabar dan tidak melakukan aksi-aksi turun ke jalan.

" Polri mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia sabar dan memberikan waktu kepada penyidik. Jadi nggak usah ada aksi-aksi, kita akan bertindak secara profesional," kata Setyo.(Sah)

1 dari 3 halaman

Viral Bendera Tauhid Dibakar, MUI Minta Semua Pihak Tahan Diri

Dream - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta masyarakat menahan diri dalam menyikapi pembakaran bendera bertulisan kalimat Tauhid, yang menyerupai bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), oleh anggota Banser.

" Tidak perlu dibesar-besarkan dan dijadikan polemik karena hal tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman dan memicu gesekan," kata Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi, dalam keterangan tertulis yang diterima Dream.co.id, Senin 22 Oktober 2018.

Zainut menyebut, berdasar keterangan Ketua Umum GP Anshor, Yaqut Cholil Qoumas, pembakaran bendera berkalimat tauhid itu semata untuk menghormati dan menjaga agar tidak terinjak-injak atau terbuang di tempat yang tidak semestinya.

Tindakan tersebut, tambah Zainut, disamakan dengan perlakuan kita ketika menemukan potongan sobekan mushaf Alquran yang dianjurkan untuk dibakar jika kita tidak dapat menjaga atau menyimpannya dengan baik.

" Jadi menurut hemat kami hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan, apalagi ditanggapi secara emosional dengan menggunakan kata-kata yang kasar seperti melaknat, mengatakan biadab dan menuduh seperti PKI," ujar Zainut.

2 dari 3 halaman

Meningkatkan Kewaspadaan

Zainut mengatakan, tindakan melaknat dan mencaci tersebut dapat menimbulkan ketersinggungan kelompok sehingga dapat memicu konflik interen umat beragama.

MUI meminta kepada semua pihak untuk dapat menahan diri, tidak terpancing, dan terprovokasi oleh pihak-pihak yang ingin mengadu domba dan memecah-belah bangsa Indonesia. Zainut menengarai ada kelompok tertentu yang ingin Indonesia pecah dan umat Islam tercerai berai.

" Untuk hal tersebut kami mengimbau kepada semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan dan tetap menjaga persaudaraan, agar terhindar dari finah dan perpecahan," kata dia.

3 dari 3 halaman

MUI Prihatin Masyarakat Kini Mudah Tersulut Tindakan Radikal

Dream - Wakil Ketua MUI, Zainut Tauhid Sa'adi, menilai tingkat emosi masyarakat dalam beberapa tahun terakhir meningkat. Menurut dia, emosi masyarakat belakangan mudah tersulut untuk melakukan tindakan radikal.

Zainut mengkategorikan radikal dapat berbentuk tindakan maupun verbal. Jika tindakan, bisa dengan cara-cara yang mengarah pada kekerasan.

Sementara radikal secara verbal berarti kekerasan menggunakan ucapan. Perbuatan ini ditujukan untuk menyerang kelompok yang berbeda pandangan.

" Pernyataan verbal yang masuk pada kategori radikal yakni pemikiran dis-struktur," kata Zainut di Jakarta, Rabu 3 Oktober 2018.

Menurut Zainut, bentuk radikal verbal lainnya adalah dengan penyebaran berita hoaks atau konten bermuatan kebencian. Menurut Zainut, ini dipicu adanya ketidakpuasan pada kondisi dan menginginkan perubahan dengan segera.

" Padahal perubahan secara alamiah melalui suatu tahapan secara natural," ucap dia.

Zainut menjelaskan, mudahnya emosi masyarakat tersulut teridikasi dari adanya patologi sosial (kondisi masyarakat sedang sakit). " Pendek kata, secara sosiologis ada masyarakat di negara ini secara patologis sedang bermasalah," ujar dia.

Lebih lanjut, Zainut menuturkan perilaku radikal sangatlah bertentangan dengan ajaran Islam. Watak Islam, kata Zainut, sesungguhnya adalah baik.

" Din Ar-Rahman Was Salamah, yaitu Islam sebagai agama yang menekankan kasih dan perdamaian," kata dia.(Sah)

Beri Komentar