Mukhabarah Adalah Kerjasama Menggarap Tanah: Definisi, Hukum, Syarat & Rukun

Reporter : Arini Saadah
Jumat, 18 Agustus 2023 11:00
Mukhabarah Adalah Kerjasama Menggarap Tanah: Definisi, Hukum, Syarat & Rukun
Sistem bagi hasil harus adil, tidak merugikan salah satu pihak.

Dream – Istilah mukhabarah mungkin masih terdengar asing di telinga kita. Mukhabarah ini berasal dari Bahasa Arab yang artinya mengelola tanah orang lain dengan bagi hasil di antara pemilik dan penggarap.

Mukhabarah adalah kerjasama pengelolaan pertanian antara lahan dan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu dari hasil panen yang benihnya disediakan penggarap.

Mukhabarah lebih akrab kita kenal dengan bertani namun bukan di tanah milik sendiri, melainkan menggarap tanah milik orang lain dengan sistem bagi hasil.

Negara Indonesia dengan lahan pertanian dan ladang yang luas memungkinkan praktek mukhabarah ini sudah lumrah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masayarakat.

Berikut pengertian mukhabarah beserta definisi, hukum, syarat, rukun, dan hal yang membatalkannya.

1 dari 7 halaman

Definisi Mukhabarah

Ilustrasi

Menurut pendapat para ulama, definisi mukhabarah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara lahan dan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu dari hasil panen benihnya berasal dari penggarap.

Bentuk kerjasama antara pemilik tanah dan penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi menurut kesepakatan. Dalam kerjasama mukhabarah adalah bahwa biaya dan benih tanaman berasal dari penggarap.

Menurut Dhahir Nash Imam Syafi’i, mukhabarah adalah menggarap tanah dengan apa yang dikeluarkan dari tanah tersebut.

Sementara itu, menurut Syaikh Ibrahim al-Bajuri, dalam mukhabarah pemilik hanya menyerahkan tanah kepada pekerja dan modalnya dari pengelola atau penggarap.

2 dari 7 halaman

Mukhabarah dan Muzara’ah

Ilustrasi

Meskipun hampir sama, para ulama Syafi’iyah membedakan antara mukhabarah dan muzara’ah. Mukhabarah adalah mengelola tanah di atas sesuatu yang dihasilkannya dan benihnya berasal dari pengelola. Adapun muzara’ah sama seperti mukhabarah, hanya saja benihnya berasal dari pemilik tanah.

Jadi perbedaan keduanya adalah terletak pada modalnya. Jika modal menggarap tanah berasal dari penggarap maka disebut mukhabarah. Sedangkan apabila modal berasal dari pemilik tanah maka disebut muzara’ah.

Menurut laman NU Online, keduanya sama-sama dipandang sebagai akad syirkah (kerja sama), yaitu kerja sama antara pemilik lahan dan petani penggarap.

3 dari 7 halaman

Dasar Hukum Mukhabarah

Ilustrasi

Dasar hukum mukhabarah adalah salah satunya berasal dari Al-Hadis.

“ Barang siapa yang mempunyai tanah, hendaklah ia menanaminya atau hendaklah ia menyuruh saudaranya untuk menanaminya,” (HR. Bukhari).

Dalam hadis yang lain juga disebutkan sebagai berikut:

“ Diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA. sesungguhnya Rasulullah SAW, melakukan bisnis atau perdagangan dengan penduduk Khaibar untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil berupa buah-buahan atau tanaman,” (HR. Bukhari).

Dalil dari Hadis tersebut merupakan landasan hukum yang dipakai para ulama yang membolehkan akad mukhabarah. Menurut para ulama akad ini bertujuan saling membantu antara petani dengan pemilik lahan pertanian. Di saat pemilik lahan tidak mampu menggarap tanahnya, sedangkan si penggarap tidak memiliki tanah untuk digarap.

4 dari 7 halaman

Hukum Mukhabarah

Pandangan ulama terhadap hukum mukhabarah adalah terdapat dua pandangan yaitu, pertama membolehkannya berdasarkan hadis yang sudah dijelaskan pada bahasan sebelumnya.

Pendapat ke dua adalah melarang akad mukhabarah dengan alasan jika modal berasal dari penggarap nantinya bisa merugikannya. Hadis di bawah ini menyebutkan bahwa Rasulullah SAW melarang akad mukhabarah karena dikhawatirkan ada salah satu pihak yang dirugikan.

“ Rafi’ bin Khadij berkata: di antara Anshar yang paling banyak mempunyai tanah adalah kami, maka kami persewakan, sebagian tanah untuk kami dan sebagian untuk mereka yang mengerjakannya. Kadang-kadang sebagian tanah itu berhasil baik, dan yang lain tidak berhasil. Oleh karena itu Rasulullah SAW melarang paroan dengan cara demikian,” (HR. Bukhari)

Sementara hadis yang membolehkan adalah sebagai berikut:

“ Dari Thawus RA bahwa ia suka bermukhabarah. Umar berkata: lalu aku katakan kepadanya: ya Abu Abdurrahman, kalau engkau tinggalkan mukhabarah ini, nanti mereka mengatakan bahwa Nabi saw telah melarang mukhabarah. Lantas Thawus berkata : hai Amr, telah menceritakan kepadaku orang yang sungguh-sungguh mengetahui akan hal itu, yaitu Ibnu Abbas bahwa Nabi saw tidak melarang mukhabarah itu, hanya beliau berkata: seseorang memberi manfaat kepada saudaranya lebih baik daripada ia mengambil manfaat dari saudaranya itu dengan upah tertentu,” (HR. Muslim)

Jadi hukum mukhabarah adalah mubah atau boleh dan seseorang bisa melakukannya untuk dapa memberi manfaat dan mendapat manfaat dari akd tersebut.

5 dari 7 halaman

Syarat dan Rukun

Ilustrasi

Syarat-syarat mukhabarah adalah:

  • Pemilik tanah dan penggarap harus orang yang sudah baligh dan berakal.
  • Benih yang akan ditanam harus jelas dan menghasilkan.
  • Lahan harus bisa menghasilkan, jelas batas-batasnya, dan diserahkan sepenuhnya kepada penggarap.
  • Pembagian hasil harus jelas penentuannya.
  • Jangka waktu harus jelas menurut kebiasaan masa tanam dan masa panen.
  • Peralatan dibebankan kepada petani penggarap lahan.

Rukun Mukhabarah

  • Adapun rukun mukhabarah adalah:
  • Pemilik tanah.
  • Petani atau penggarap tanah.
  • Tanah yang akan digarap.
  • Ijab dan qabul secara lisan.
6 dari 7 halaman

Hal-Hal yang Membatalkan

Ilustrasi

Terdapat beberapa hal yang menyebabkan akad mukhabarah berakhir atau batal, yaitu:

Pertama jika habis masa mukhabarahnya, artinya waktu yang telah disepakati sudah habis maka otomatis akad berakhir. Jika ingin melanjutnya mukhabarah, maka harus memulai akad lagi.

Ke dua salah satu pihak meninggal dunia.

Ke tiga adanya uzur, seperti tanah garapan terpaksa dijual msialnya untuk membayar hutang dan si penggarap tanah tidak dapat mengelola tanah lagi karena sakit atau karena hal yang lain.

Ke empat jika terjadi bencana alam seperti banjir yang melanda tanah sewaan sehingga kondisi tanah dan tanaman rusak maka akad bisa berakhir (yang keempat ini hal tambahan menurut pendapat Imam al-Mawardi).

Sumber: NU Onine, berbagai sumber.

7 dari 7 halaman

Praktik Mukhabarah yang Dilarang

Meskipun mukhabarah adalah termasuk akad syirkah yang diperbolehkan dalam fikih, namun ada beberapa praktik mukhabarah yang dilarang. Larangan ini muncul karena praktik mukhabarah yang dilakukan tidak sesuai alias menyalahi aturan fikih. Beberapa praktik mukhabarah yang dilarang adalah sebagai berikut:

  1. Mukhabarah yang disertai perjanjian penetapan sejumlah hasil tertentu yang harus diberikan kepada pemilik tanah. Syarat ini menentukan bahwa berapapun hasilnyam pemilik tanah tetap menerima lima atau sepuluh mound dari hasil panen.
  2. Yang digarap hanya bagian lahan tertentu yang berproduksi.
  3. Penyerahan tanah kepada seseorang dengan syarat tanah tersebut akan tetap menjadi miliknya jika sepanjang pemilik tanah masih menginginkannya dan akan menghapuskan kepemilikannya manakala pemilik tanah menghendaki.
  4. Apabila petani dan pemilik tanah sepakat membagi hasil tanah tapi satu pihak menyediakan bibit dan pihak lainnya menyediakan alat-alat pertanian.
  5. Adanya hasil panen lain harus dibayar oleh satu pihak sebagai tambahan kepada hasil pengeluaran tanah.
Beri Komentar