Nicolaas Jouwe (Foto: Instagram @tnilovers18)
Dream - Sejarah mencatat cikal bakal lahirnya Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kisah yang sebenrarnya ternyata berawa dari 'adu domba' yang dilakukan pemerintah Belanda yang tak rela melihat Papua bergabung kembali denga NKRI.
Sejarah ini diceritakan langsung oleh mantan tokoh OPM, Nicolaas Jouwe. Saat itu Nicolaas merupakan seorang pemimpin Papua terpilih menjadi Wakil Ketua Dewan Nugini dan mengantur koloni Belanda di Nugini Belanda.
Pada hari kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, pemerintah Belanda terus membungkam kabar itu agar warga Papua tak tahu tentang hal tersebut.
" Kemerdekaan itu sudah pernah diproklamasikan oleh Bapak Soekarno dan Bapak Hatta itu sudah termasuk Papua juga. Kami sama sekali tidak boleh bicara dengan orang luar negeri. Kami tidak boleh tahu kalau kami ini orang Indonesia. Belanda larang," kata Nicolaas seperti dikutip dari laman Instagram akun @tnilovers18.
Tak berhenti di situ, Belanda membuat siasat supaya Papua dan Indonesia bermusuhan. Mereka mendoktrin bahwa bangsa Melayu itu berbeda dan tidak layak bergabung.
" Belanda bilang, 'Kamu itu orang Papua, mereka itu orang Melayu. Itu bukan bangsa kamu'. Belanda sengaja bikin ngana supaya permusuhan kami dengan Indonesia itu timbul," ungkap Nicolaas.
Selain itu, Belanda juga menjanjikan kemerdekaan pada Papua. Pembelotan itu dengan memancing penghuni asli di sana membuat organisasi militer baru.
" Saya harus mengaku bahwa Indonesia itu musuh. Pemerintah Belanda bilang bahwa, 'Kamu akan merdeka nanti. Jadi kamu mesti dirikan militer sendiri'. Orang Papua didorong dan dipaksa untuk ambil bagian di organisasi," terangnya.
Kedekatan Nicolaas dengan pemerintah Belanda, menjadikannya sebagai orang kepercayaan. Dibentuklah kelompok kecil yang awalnya bergerak sebagai sukarelawan yang berujung organisasi militer kecil.
" OPM lahir bukan dari keinginan bangsa Papua. Tapi dari pikiran beberapa orang serdadu, semua orang Papua tidak tahu. OPM dibentuk oleh suatu golongan kecil, awalnya korps sukarelawan," ujar Nicolaas.
Di bawah kepimpinan Presiden Soekarno saat itu, ia rela bertandang ke Amerika Serikat untuk membantunya menyelesaikan masalah di Papua.
Soekarno meminta tolong untuk mengembalikan Papua ke Indonesia sesusai perjanjian yang telah ditetapkan. Akhirnya pada 15 Agustus 1962 di New York, Belanda-Indonesia melakukan konfersei yang menghasilkan kepulauan Papua kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
" Presiden Soekarno bertemu rombongan ke Massachusetts, bertemu Presiden Kennedy. Lantas pertemuan itu menjadi pertemuan yang baik sekali. Presiden Kennedy bilang, 'What can i do for you?'. Presiden Soekarno minta Irian dikembalikan ke kita. Lantas Kennedy perintahkan dia punya wakil, susun suatu rencana konferensi Indonesia-Belanda yang harus diakhiri dengan penyerahan kedaulatan dari Papua," ucap Nicolaas.
Berkat konferensi tadi, tanggal 1 Mei 1963 United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) resmi menyerahkan wilayah Irian Barat (sekarang Papua) ke Indonesia.
Seraya masih tak terima dengan keputusan itu, Belanda kembali mengadu domba. Mereka menguatkan OPM, mendoktrin untuk membuat bangsa sendiri. Nicolaas termasuk tokoh besar di dalamnya.
" Justru karena politik Belanda yang tak mau lihat Papua masuk Indonesia dia jalankan suatu politik di luar kemauan bangsa. Mereka mau Papua bergabung dengan bangsa lain di Pasifik Selatan. Mereka meluaskan bangsa Papua dan menyiapkan lambang kebangsaan. Di antara lain saya ditunjuk untuk tanggung jawab bendera Bintang Kejora," papar Nicolaas.
Semenjak Papua resmi masuk wilayah Indonesia, Nicolaas merasa tak terima dan langsung mentap di kota Delft, Belanda. Di kota itu, ia dipertemukan dengan Presiden Amerika John F Kennedy.
Setelah bertemu dengannya dan diberikan pandangan serta masukan apa saja yang telah dilakukan Belanda terhadap Indonesia, pikiran Nicolaas terbuka.
" Kennedy bilang kepada saya, 'Ya saya bisa ceritakan itu. Pada tanggal 24 Agustus 1828, pemerintah Belanda memerintahkan gubernur jenderal Hindia Belanda di Batavia, ambil itu Pulau Papua dengan satu proklamasi, terangkan itu daerah, masukkan kerajaan Belanda dan masukkan dalam sejarah Hindia Belanda'. Dengan kata lain, Hindia Belanda diperluas dari Sabang ke Merauke," pungkasnya.
Di tahun 2010 akhirnya Nicolaas kembali ke tanah kelahiran dan menjadi WNI. Sebelumnya yang pro-kemerdekaan Papua, beralih menjadi pro-Indonesia.
Sebelumnya di tahun 2008, kisah hidup Nicolaas Jouwe ditayangkan sebagai film dokumenter di Belanda mengenai sikap tegasnya menolak kedudukan Indonesia atas Papua Barat.
Berikut video pengakuan Nicolaas Jouwe pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM):
View this post on Instagram
Advertisement
10 Brand Kosmetik Paling Ramah Muslim di Dunia, Wardah Nomor Satu
KAJI, Komunitas Bagi Para Alumni Mahasiswa Indonesia di Jepang
4 Komunitas Seru di Depok, Membaca Hingga Pelestarian Budaya Lokal
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
10 Brand Kosmetik Paling Ramah Muslim di Dunia, Wardah Nomor Satu
KAJI, Komunitas Bagi Para Alumni Mahasiswa Indonesia di Jepang
Hari Santri, Ribuan Santri Hadiri Istighasah di Masjid Istiqlal