Dream - Seorang penumpang asal Inggris meninggal dunia akibat turbulensi mendadak pesawat Singapore Airlines yang terbang dari Bandara Heathrow, London.
Sementara puluhan lainnya luka-luka dalam penerbangan SIA yang mendarat mendadak di Bandara Suvarnabhumi, Bangkok.
Turbulensi merupakan fenomena yang kerap membuat penumpang merasa khawatir dan cemas.
Lantas apa sebenarnya penyebab turbulensi, seberapa berisikonya, dan apakah krisis iklim memengaruhinya? Dilansri dari laman Guardian, simak ulasan selengkapnya berikut ini!
Saat mengalami turbulensi, penumpang pesawat sebaiknya tetap rileks. Turbulensi jarang sekali menyebabkan bahaya fatal, apalagi mengakibatkan kecelakaan pesawat.
Kasus kematian langsung akibat turbulensi pada penerbangan internasional sangatlah jarang. Pilot biasanya dapat memberikan peringatan awal tentang berbagai jenis turbulensi dan memastikan bahwa semua penumpang telah mengenakan sabuk pengaman.
Namun demikian, pada pesawat dengan ukuran lebih kecil, kejadian cedera serius atau bahkan kematian lebih sering terjadi. Menurut catatan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS, terdapat lebih dari 100 kasus cedera dan beberapa puluh kasus kematian selama satu dekade pada penerbangan domestik, meskipun kebanyakan kasus kematian terjadi saat pesawat mengalami kecelakaan.
Sementara pada pesawat yang lebih besar, turbulensi biasanya menyebabkan cedera pada kepala atau bagian tubuh lainnya pada penumpang yang mungkin terlempar jika tidak menggunakan sabuk pengaman. Selain itu, ada kemungkinan mereka terkena puing-puing yang terlempar. Kru pesawat juga berisiko mengalami cedera yang serupa.
Turbulensi umumnya terjadi ketika udara dengan temperatur, tekanan, atau kecepatan yang berbeda kemudian mereka bertemu. Hal ini menyebabkan pola angin saling bertabrakan seperti saat perahu tiba-tiba terperangkap di tengah perairan yang berombak.
Meskipun beberapa kondisi cuaca dan geografis seperti badai petir, barisan pegunungan, dan kemunculan awan tertentu juga dapat menjadi indikasi turbulensi, ada juga yang disebut 'turbulensi udara jernih' yang bisa mengejutkan pilot karena terjadi tanpa peringatan.
Direktur Operasi Penerbangan di Iata, Stuart Fox, mengatakan prakiraan cuaca dapat menunjukkan kemungkinan lebih tinggi terjadinya turbulensi udara jernih. Menurutnya, kondisi semacam ini tidak dapat disaksikan. Sedangkan kekuatan dan arah aliran udara bisa berubah dengan sangat cepat. Sementara prakiraan cuaca hanya menunjukkan kemungkinannya. Turbulensi semacam ini bisa menyebabkan pesawat keluar dari jalurnya dan kehilangan ketinggian dengan cepat.
Dosen Penerbangan Buckinghamshire New University, Marco Chan, mengatakan insiden Singapore Airlines terjadi pada zona konvergensi antartropis, di mana badai petir sering terjadi. Badai petir terlihat jelas pada tampilan navigasi. Akan tetapi tidak mungkin sepenuhnya mampu dihindari karena badai itu membentang sangat luas.
Ilmuwan di Universitas Reading menyampaikan penelitian terkait pengaruh krisis iklim terhadap turbulensi. Penelitian mereka menunjukkan suhu yang lebih tinggi akibat krisis iklim menyebabkan peningkatkan turbulensi yang signifikan di seluruh penerbangan transatlantik.
Menurut temuan para ilmuwan di Universitas Reading, insiden turbulensi semakin meningkat sebesar 55 persen antara 1979 dan 2020. Hal ini disebabkan karena perubahan kecepatan angin di ketinggian.
Sementara itu, salah satu penulis penelitian Prof Paul Williams mengungkapkan bahwa kondisi langit sedang bergejolak. Jadi industri penerbangan hendanya perlu memperbanyak sistem keamanan lebih baik untuk memperkirakan dan mendeteksi turbulensi.
Peristiwa turbulensi adalah momen yang bikin cemas, tetapi risiko cedera serius pada penumpang, atau bahkan kecelakaan pesawat besar, jarang terjadi hingga insiden tragis di Singapore Airlines kemarin.
Kasus terakhir yang tercatat akibat turbulensi adalah pada tahun 1997, dalam penerbangan United Airlines dari Tokyo ke Honolulu.
Menurut Direktur Operasi Penerbangan di Iata, Stuart Fox, maskapai penerbangan perlu mengingatkan terus kepada penumpang untuk mengenakan sabuk pengaman selama penerbangan. Dengan begitu, risiko cedera ketika turbulensi pun akan minim terjadi.
Advertisement