Aimee Le, Peraih Gelar PhD Harus Tinggal Di Tenda Akibat Tak Mampu Bayar Biaya Sewa Rumah Yang Tinggi Di London (The Guardian)
Dream - Punya gelar tinggi dan berkarier di dunia pendidikan di Inggris rupanya tak menjamin kesejahteraan. Malah, ada pengajar yang terpaksa hidup serba kekurangan.
Seperti kebanyakan mahasiswa PhD, Aimee Le bertahan hidup dengan upah yang didapatnya per jam dari mengajar Bahasa Inggris. Tetapi, apa yang tidak pernah diduga oleh murid-muridnya adalah selama dua tahun mengajar, dia hidup di tenda.
Dikutip dari The Guardian, Le memutuskan tinggal di luar sebagai upaya terakhir ketika dia dihadapkan dengan kenaikan biaya sewa rumah yang melonjak tajam di tahun ketiganya menempuh jenjang PhD di Royal Holloway, University of London. Dia sadar tidak akan mampu membeli apartemen dari seluruh pendapatan dari hasil penelitian dan mengajar.
" Dingin. Itu adalah tenda kecil untuk satu orang. Tetapi ada hari-hari ketika saya bangun dan tenda saya berada di lingkaran salju. Ketika saya tidak sedang menyelesaikan PhD saya atau pekerjaan lain, saya belajar cara memotong kayu atau menyalakan api," kenang Le.
Dia menyimpan buku-buku di kantor pascasarjana agar tidak rusak dan mandi di kampus. Le mengaku tidak bisa memberi tahu orangtuanya karena bisa membuat mereka khawatir.
Le juga tidak bisa memberi tahu pihak kampus yang berkeras kesejahteraan semua mahasiswanya adalah hal penting dan mendorong siapa pun yang berjuang untuk mencari bantuan.
Le mengaku terpaksa menjalani kehidupan ganda. Tetapi, dia takut hal itu dapat merusak reputasi profesionalnya jika orang tahu dia tunawisma.
" Saya mendapat review bagus dari mahasiswa. Saya mendapat 300 GCSE di lobi hotel. Saya bahkan menyelenggarakan konferensi internasional. Saya bekerja dengan standar tinggi dan saya sangat fokus," ujar Le.
Pihak kampus dan College Union mengatakan nasib para akademisi muda untuk mendapatkan karier yang bagus semakin memburuk. Staf di 146 institusi pendidikan tinggi memiliki waktu hingga Kamis untuk memilih apakah akan melakukan pemogokan sekali lagi atas pembayaran yang tidak adi, beban kerja yang berlebihan, dan kontrak kasual.
" Saya pikir para mahasiswa memiliki perkiraan tinggi untuk gaji yang saya terima. Saya pikir itulah yang diasumsikan oleh mahasiswa dimana pun, bahwa kami adalah dosen dengan kontrak yang tepat. Saya beri tahu mereka bahwa bukan itu masalahnya, tetapi saya pikir jika saya memberi tahu mereka bahwa saya tinggal di luar (tenda) adalah langkah yang terlalu jauh," ungkap Le.
Penelitian yang diterbitkan Oktober 2021 mengungkap temuan hampir setengah dari sarjana terkenal di Universitas Cambridge, bekerja tidak tetap tanpa kontrak yang layak. UCU (serikat pekerja Inggris dalam pendidikan lanjutan) mengatakan ini merupakan ‘cerita akrab’ di seluruh negeri.
Le sendiri dianugerahi beasiswa tahunan sebesar 16 ribu poundsterling atau sekitar Rp311 juta selama tiga tahun dari Royal Holloway untuk meraih gelar PhD mengenai kelompok etnis minoritas dalam sastra Amerika. Dia meraih beasiswa tambahan dari AS, tempat asalnya, di tahun pertamanya kuliah.
Namun, sebagai mahasiswa internasional dia harus membayar 8.000 poundsterling, setara Rp155,8 juta setahun untuk biaya universitas (biaya yang dibebaskan untuk mahasiswa warga negara Inggris). Sehingga, dia hidup dengan 12 ribu poundsterling, setara Rp233,7 juta setahun, termasuk upahnya dari mengajar.
Le bilang sebelum tinggal di tenda, dia menempati aula pascasarjana dengan biaya murah sebelum akhirnya ditutup untuk renovasi di tahun kedua kuliahnya. Ketika hendak menyewa rumah, dia harus berhadapan dengan biaya sewa tambahan 3.000 poundsterling, setara Rp58,4 juta per tahun.
Le tak punya uang sebanyak itu. Bertekad untuk tidak drop out, akhirnya dia meminjam tenda dari seorang teman.
" Saya sangat takut. Saya menemukan ada kamp di dekat kampus jadi saya bertanya apakah saya bisa tinggal di sana sehingga saya tidak sendirian. Dan itu adalah awal dari dua tahun berikutnya," kata Le.
Saat berada di tendanya, dia menantikan ‘reward of stability’ setelah gelar PhD-nya. Dia tahu mungkin masih akan mengambil beberapa kontrak jangka.
Le memperoleh gelar PhD pada 2018 dan mengajar anak-anak sekolah serta bekerja di kebun raya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebelum mendapatkan dua tahun kontrak tetap mengajar menulis kreatif di Exeter University. Sekarang, dia tinggal bersama orang tuanya dan mencari pekerjaan lagi.
" Saya tidak tahu apa yang akan terjadi. Saya memiliki banyak wawancara, termasuk satu di Cambridge baru-baru ini, tetapi saya mulai mencari pada bulan April ketika saya masih bekerja. Saya merasa sangat gugup,” ucap Le.
Dia mengaku tidak tahu apakah dia benar untuk tidak menyerah dan terus berjuang.
" Sejujurnya saya kesulitan dengan pertanyaan itu. Ironisnya, saya pikir saya sangat cocok dengan pekerjaan itu. Saya tahu saya adalah guru yang sangat baik. Ini seperti sebuah panggilan,” ungkapnya.
Royal Holloway tidak tahu Le sedang kesulitan secara finansial. Seorang juru bicara mengatakan, " kami telah mendedikasikan tim penasihat dan kesejahteraan siswa yang ada di sini untuk mendukung siswa kami termasuk mahasiswa PhD dengan kesehatan dan kesejahteraan mereka."
Layanan termasuk konseling gratis, bantuan krisis, dan tim kesejahteraan keuangan dapat menawarkan informasi tentang pendanaan tambahan bagi mahasiswa yang memenuhi syarat.
Presiden UCU, Vicky Blake, mengatakan banyak orang masih terkejut mengetahui bahwa pendidikan tinggi adalah salah sektor paling santai dalam ekonomi Inggris. Setidaknya ada 75 ribu staf dengan kontrak tidak aman: pekerja yang dieksploitasi, dibayar rendah, dan sering didorong " ke tepi jurang" oleh tim manajemen senior yang mengandalkan niat baik dan budaya ketakutan.
Penelitian serikat pekerja menunjukkan sepertiga dari akademisi dipekerjakan dengan kontrak jangka waktu tetap. 41 persen dari akademisi yang mengajar saja memiliki kontrak yang dibayar per jam.
Wanita, orang kulit hitam, orang Asia, dan etnis minoritas lebih cenderung dipekerjakan secara tidak aman dan adil.
Jasmine Warren, yang mengajar psikologi paruh waktu di sela kuliah program PhD-nya di University of Liverpool mengatakan bagi wanita yang menempuh gelar tinggi harus berhadapan dengan banyak ketidakpastian.
" Sebagai seorang wanita yang menyelesaikan PhD, ketika langsung masuk ke kontrak kita harus bertanya: pada titik mana saya memilih untuk berkeluarga? Kapan saya bisa membeli rumah? Saya belum pernah melihat iklan posisi dosen universitas dengan kontrak lebih dari setahun. Kami diharapkan untuk menerima ini seperti hal normal," kata Warren.
Sian Jones (bukan nama sebenarnya) menghabiskan enam bulan tidur di lantai sambil mengerjakan penelitian untuk gelar PhDnya dan mengajar sejarah dengan upah £15, setara Rp292 ribu per jam di sebuah universitas Russell Group. Jones merupakan penyandang disabilitas dan pada tahun ketiganya, pendanaan terhenti ketika dia harus mengambil cuti sebulan setelah operasi.
Tak lama kemudian, dia harus meninggalkan rumahnya karena kekerasan dalam rumah tangga. Dia tidak mampu membayar deposit atau sewa.
" Itu adalah waktu yang sangat sulit. Terus mengajar dan melakukan penelitian sementara saya tidak punya tempat tinggal. Saya berakhir dengan PTSD yang parah," kata dia.
Jones akhirnya menyelesaikan PhD-nya sambil mengajar di dua institusi yang berjarak satu jam. " Saya sekarang salah satu yang beruntung karena saya punya kontrak tiga tahun, jadi saya akhirnya bisa sedikit bersantai. Namun, mengetahui dalam dua setengah tahun anda akan menganggur lagi benar-benar menakutkan," ucapnya.
Raj Jethwa, kepala eksekutif Universities and Colleges Employers’ Association, mengatakan meskipun UCU berulang kali menolak peluang untuk bekerja dengan pengusaha di bidang ini, mereka terus berupaya mengurangi ketergantungan sektor ini pada kontrak jangka tetap.
Dia menambahkan, selama lima tahun terakhir kontrak akademik jangka tetap telah menurun. Sebagian besar pengajaran disampaikan oleh staf dengan kontrak terbuka.
" Sangat mengecewakan bahwa UCU mendorong anggotanya untuk mengambil tindakan yang merusak dan mengganggu proses belajar mengajar bagi mahasiswa yang telah mengalami banyak masalah baru-baru ini," tutup Raj.
Laporan: Elyzabeth Yulivia
Cara Beriman kepada Kitab-Kitab Sebelum Al-Quran, Ketahui Juga Setiap Ajaran di Dalamnya
Jerry Adriaan Pessiwarisa - Proses Pengembalian Dana Pembatalan Haji (BPKH Talks) - DreamID
20 Foto Lawas Artis Saat Masih SD, Nagita Slavina Bule Banget, Disebut Rafathar Versi Cewek!
Cerita Pria Miskin Jalan Kaki 3 Jam demi Bawakan Melon untuk Pemilik Kos di RS, Endingnya Penuh Haru