Jenderal Soedirman (Foto: Merdeka.com)
Dream - Menilik masa lampau yang dari sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), terdapat sebuah momen yang terjadi hanya satu kali dalam sejarah militer. Pada November 1945 silam, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang kolonel mengalahkan jenderal dalam pemilihan panglima besar TNI.
Kisah ini berawat saat Jenderal TNI Oerip Soemohardjo menjabat sebagai Kepala Staf Umum TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Kemudian Supriyadi ditetapkan sebagai Panglima TKR oleh Presiden Soekarno tepatnya pada 6 Oktober 1945.
Namun Supriyadi tak pernah muncul sejak penetapannya sebagai Panglima. Kondisi ini membuat Oerip berinisiatif mengadakan Konferensi Tentara Keamanan Umum TKR di Markas Besar Tentara di Yogyakarta pada 12 November.
Pada saat itu pula, muncul dari peserta konferensi berkehendak memilih Panglima TKR yang kemudian disebut dengan Panglima Besar. Ini menjadi satu-satunya sejarah bahwa tentara Indonesia pernah memilih Panglimanya sendiri.
Dilansir dari merdeka.com, mengutip dari buku 'Pak Harto dari Mayor ke Jenderal Besar' karangan Noor Johan, kala itu Kolonel Soedirman dan Jenderal Oerip merupakan kandidat dalam pemilihan Panglima Besar.
Para divisi dan Komandan Resimen yang hadir di konferensi, memberikan suaranya untuk para kandidat Panglima Besar secara demokratis.
Pemilihan tersebut berlangsung hingga ke putaran terakhir dan tiba saatnya untuk mengetahui hasil siapa yang akan ditetapkan sebagai Panglima Besar kala itu.
Dalam hasil putaran terkahir pemilihan Panglima Besar, Kolonel Soedirman mendapatkan sebanyak 22 suara. Sementara Letnan Jenderal Oerip Soemihardjo hanya berselisih satu suara atau mendapatkan 21 suara. Sontak, pemilihan ini berhasil dimenangkan oleh Soedirman.
Momen tersebut merupakan satu-satunya sejarah dalam dunia militer Indonesia ketika seorang Kolonel berhasil mengalahkan Jenderal dalam pemilihan Panglima Besar TNI.
Peristiwa tentara yang memilih panglimanya sendiri kemudian menasbihkan bahwa, tentara Indonesia membentuk dirinya sendiri dan berbeda dengan tentara negara lain.
Sumber: merdeka.com
Dream - Kiai Subchi. Atau lebih kondang dengan nama Kiai Bambu Runcing. Dialah pejuang kemerdekaan dari kalangan pesantren. Dan juga guru Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Kiai Subchi lahir di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, sekitar tahun 1850. Kiai yang sering disebut dengan nama Subeki ini merupakan putra sulung Kiai Harun Rasyid, penghulu masjid di Parakan.
Subchi kecil bernama Muhammad Benjing, nama yang disandang sejak lahir. Setelah menikah, nama itu diganti menjadi Somowardojo, kemudian diganti lagi ketika naik haji, menjadi Subchi.
Kakek Kiai Subchi adalah Kiai Abdul Wahab, keturunan seorang Tumenggung Bupati Suroloyo Mlangi, Yogyakarta. Kiai Abdul Wahab merupakan pengikut Pangeran Diponegoro, dalam Perang Jawa (1825-1830).
Ketika laskar Diponegoro kalah, banyak pengikutnya yang menyembunyikan diri di kawasan pedesaan untuk mengajar santri. Jaringan laskar Kiai Abdul Wahab kemudian bergerak dalam dakwah dan kaderisasi santri.
Kiai Wahab kemudian mengundurkan diri untuk menghindar dari kejaran Belanda. Dia menyusuri Kali Progo menuju kawasan Sentolo, Godean, Borobudur, Bandongan, Secang Temanggung, hingga singgah di kawasan Parakan.
Keluarga Kiai Abdul Wahab menetap di Parakan. Di sinilah Kiai Wahab menggembleng santri dan menyiapkan perlawanan terhadap penjajah. Meski demikian, pasukan Belanda terus mengejarnya. Bahkan sampai Kiai Subchi lahir, tahun 1885. Mereka tetap dikejar Belanda.
Subchi kecil dididik oleh orangtuanya, dengan tradisi pesantren yang kuat. Dia kemudian nyantri di pesantren Sumolangu, asuhan Syekh Abdurrahman Sumolangu, yang merupakan ayahanda Kiai Mahfudh Sumolangu, Kebumen. Dari ngaji di pesantren inilah, Kiai Subchi menjadi pribadi yang matang dalam ilmu agama hingga pergerakan kebangsaan.
Pada masa kemerdekaan, Parakan menjadi simpul pergerakan untuk melawan penjajah. Para santri dan kiai di sana memelopori terbentuknya Barisan Muslimin Temanggung (BMT) pada 30 Oktober 1945.
Setelah Barisan Muslimin Temanggung terbentuk, operasi warga untuk melawan penjajah semakin gencar. Santri-santri yang tergabung dalam barisan ini, menjadi bertambah semangat dengan dukungan kiai, terutama Kiai Subchi.
Beberapa kali, BMT berhasil menyerbu patroli militer penjajah yang lewat kawasan Parakan. Perjuangan heroik BMT dan dukungan Kiai Subchi, mengundang simpatik dari jaringan pejuang santri dan militer. Beberapa tokoh berkunjung ke Parakan, untuk bertemu Kiai Subchi dan pemuda BMT, di antaranya Jendral Soedirman.
Ketika pasukan Belanda kembali menyerbu Jawa pada Desember 1945, barisan santri dan kiai bergerak bersama warga untuk melawan. Pertempuran di Ambarawa pada Desember 1945 menjadi bukti nyata. Bahkan, Jendral Sudirman berkunjung ke kediaman Kiai Subchi untuk meminta doa berkah dan bantuan dari Kiai Subchi.
Jendral Sudirman sering berperang dalam keadaan suci, untuk mengamalkan doa dari Kiai Subchi. Jenderal Sudirman merupakan santri Kiai Subchi.
Nama Kiai Bambu Runcing disematkan karena pada masa revolusi Kiai Subchi meminta pemuda-pemuda untuk mengumpulkan bambu yang ujungnya dibuat runcing, kemudian diberi asma' dan doa khusus.
Dengan bekal bambu runcing, pemuda-pemuda berani tampil di garda depan bertarung dengan musuh. Bambu runcing inilah yang kemudian menjadi simbol perjuangan warga Indonesia untuk mengusir penjajah. (Ism, Sumber: nu.or.id)
Dream - Jenderal Soedirman menjadi tokoh yang tidak akan hilang dari catatan sejarah Indonesia. Kegigihannya dalam perang gerilya melawan penjajah akan terus dikenang.
Tetapi, ada kisah menarik yang datang dari Jepang. Ternyata, Jenderal Soedirman menjadi tokoh yang disegani di Jepang.
Sekelompok masyarakat Jepang yang mencintai Indonesia bahkan sampai meletakkan karangan bunga pada patung Jenderal Soedirman, yang berada di halaman Kementerian Pertahanan Jepang di Tokyo.
Ketua panitia pelaksana peletakan karangan bunga, Fujii Gemki mengatakan Jenderal Soedirman merupakan sosok penting bagi perjalanan sejarah Indonesia-Jepang. Jenderal Soedirman merupakan mantan anggota pasukan Pembela Tanah Air (PETA), satuan paramiliter yang dibentuk oleh Pemerintah Jepang untuk membantu Indonesia merdeka.
" Jenderal Soedirman menjadi salah satu simbol penting dalam hubungan kedua negara," ujar Fujii, dikutip Dream dari kbritokyo.jp, Selasa, 25 Agustus 2015.
Patung Jenderal Soedirman terbuat dari perunggu dengan ketinggian hampir empat meter. Patung ini merupakan satu-satunya patung pahlawan asing yang ada di institusi pertahanan Jepang itu. (Ism)
Advertisement
Kenapa Seseorang Bisa Terkena Cacingan? Ini Kata Dokter
Waspada, Ini yang Terjadi Pada Tubuh saat Kamu Marah
Respons Tuntutan, DPR RI Siap Bahas RUU Perampasan Aset
5 Komunitas Parenting di Indonesia, Ada Mendongeng hingga MPASI
Banyak Pedagang Hengkang, Gubernur Pramono Gratiskan Sewa Kios 2 Bulan di Blok M Hub
Momen Haru Sopir Ojol Nangis dapat Orderan dari Singapura untuk Dibagikan
Siswa Belajar Online karena Demo, Saat Diminta Live Location Ada yang Sudah di Semeru
Cetak Sejarah Baru! 'Dynamite' BTS Jadi Lagu Asia Pertama Tembus 2 Miliar di Spotify dan YouTube
Komunitas Warga Indonesia di Amerika Tunjukkan Kepedulian Lewat `Amerika Bergerak`
Didanai Rp83 Miliar dari Google, ASEAN Foundation Cetak 550 Ribu Pasukan Pembasmi Penipuan Online