Ilustrasi (Antara)
Dream - Senja baru membungkus Kota Pontianak. Ratusan orang sudah meriung di tepi Sungai Kapuas. Tua, muda, laki-laki, dan perempuan. Beberapa memegang obor. Mereka berdiri di dekat kayu gelondongan berukuran besar.
Matahari perlahan mulai terbenam. Hanya tersisa semburat merah di ufuk Barat. Saat itulah keriuhan dimulai. Obor-obor mulai disulut api. Secara bergantian mereka mendekat ke kayu gelondongan itu. Semua orang menutup telinga. Rapat hingga kedap. Bahkan sebagian memalingkan muka. Menjauh dari kayu gelondongan.
Tak lama, obor-obor yang menyala diarahkan. Ditempelkan ke lubang di pangkal kayu gelondongan. Saat itulah ledakan keras pertama membahana. “ Duar….” Memekakkan telinga. Di seberang, terlihat kilatan cahaya. Ledakan pertama disusul gelegar berikutnya. Sahut-menyahut. Bak meriam di zaman perang. “ Duar.. duar.. duar.”
Orang boleh saja terkejut. Namun tak ada amarah. Apalagi rasa takut. Semua bergembira. Bersorak sorai. Menyambut dentuman-dentuman itu dengan pekik Takbir, Tahmid, dan Tahlil. “ Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, La ilaaha ill-Allah, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillah il-hamd.”
Itulah kemeriahan festival meriam karbit warga Pontianak. Gelegar meriam itu menandai akhir Ramadan. Sekaligus menyambut Idul Fitri yang jatuh pada pagi hari berikutnya. Semua orang bersuka cita. Menyambut hari kemenangan.
Lebaran memang menjadi hari istimewa. Penuh makna. Pada hari itu, manusia kembali suci setelah menempa dan menahan diri selama sebulan penuh. Sehingga, tak heran jika umat Muslim menggelar perayaan. Salah satunya dengan festival meriam karbit sebagaimana dilakukan warga Pontianak, Kalimantan Barat, itu.
***
Tak mudah untuk mempersiapkan meriam-meriam itu. Butuh waktu sekitar seminggu untuk membuatnya. Dulu, bahkan disiapkan selama berbulan-bulan. Warga harus mencari kayu berukuran besar. Diameter kayu berkisar 50 hingga 100 sentimeter. Panjang kayu sekitar tujuh hingga sepuluh meter.
Kayu gelondongan itu dilubangi dari bagian ujung. Pada bagian pangkal dibuat lubang kecil. Untuk membunyikan, kayu-kayu itu harus diisi dengan air sebelum dicampur karbit. Jika bahan sudah bereaksi dan menguapkan gas karbit, baru disulut dengan obor. Jadilah kayu-kayu itu menyalak. Menggelegar bak meriam zaman kolonial.
Meriam-meriam karbit itu sudah mulai disiapkan di pekan terakhir Ramadan. Dihias. Dicat warna-warni. Agar tidak pecah karena ledakan, kayu gelondongan itu dililit dengan rotan. Meriam-meriam itu diletakkan di atas patok kayu. Bagian ujung menghadap ke sungai. Setelah senja usai di penghujung Ramadan, meriam ini dimainkan.
Tradisi ini sudah berumur tua. Dimulai tahun 1771, sejak Kesultanan Pontianak berdiri. Penguasa Kesultanan Demak, Sultan Syarif Abdurrahman Al Kadrie, merupakan penggagasnya.
Tradisi ini bermula saat Sultan Syarif membuka belantara di sekitar Sungai Kapuas. Konon, meriam-meriam dibunyikan untuk mengusir makhluk halus yang banyak berkeliaran di dalam hutan. Mereka harus diusir agar tak mengganggu pembukaan lahan.
Setelah Kesultanan Pontianak berdiri, meriam-meriam itu tetap dibunyikan. Namun bukan untuk mengusir hantu. Melainkan sebagai penanda waktu Salat Maghrib. Dan kini, warga masih memainkan tradisi ini untuk menandai akhir Ramadan dan awal 1 Syawal.
***
Perayaan Idul Fitri di tanah air memang beragam. Setiap daerah punya tradisi. Beda dengan Pontianak, masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat, punya tradisi lain, Lebaran Topat. Hari Raya ini dikenal dengan sebutan Lebaran Nine atau Lebaran Wanita. Perayaan ini digelar setelah enam hari puasa di bulan Syawal.
Bagi masyarakat Lombok, ini merupakan Lebaran Nine atau Lebaran Wanita. Berbeda dengan Idul Fitri yang dianggap sebagai sebagai hari raya kaum laki-laki atau yang dikenal oleh warga di sana sebagai Lebaran Mame.
Saat Lebaran Topat, warga sudah sibuk sejak subuh. Mereka menyiapkan ketupat yang sudah disiapkan pada hari sebelumnya. Makanan berbungkus janur itu kemudian didoakan di masjid maupun di rumah-rumah warga. Setelah itu, warga beramai-ramai berkunjung ke makam-makam leluhur.
Makam Loang Baloq dan Makam Batu Layar di kawasan Pantai Senggigi menjadi tujuan banyak orang. Areal pemakaman yang sehari-hari sepi pun menjadi ramai saat lebaran ini. Ribuan orang berjubel di sana. Selain ke makam leluhur, warga banyak mendatangi tempat-tempat wisata dengan berbekal ketupat.
Tak ada catatan jelas sejak kapan tradisi ini ada. Namun cerita masyarakat sekitar menyebut perayaan ini sudah berlangsung sejak pertama kali Islam masuk ke Lombok. Saat putra Sunan Giri, Sunan Prapen, menjejakkan kaki di Lombok pada abad XVI-XVIII. Yang jelas, tradisi ini tetap bertahan hingga kini.
Di Aceh, ada tradisi Meugang. Tradisi yang berlangsung di awal Idul Fitri. Pada hari terakhir Ramadan, warga dari penjuru Serambi Mekah berbondong ke pasar. Atau ke lapak-lapak yang menjamur di sepanjang jalanan. Mereka memborong daging sapi.
Daging-daging itu diolah. Para wanita sibuk di dapur menjelang berbuka. Daging-daging itu dimasak dengan racikan bumbu tradisional. Aroma masakan pun meruap dari setiap dapur. Beradu nikmat di udara. Saat berbuka tiba, berbagai menu daging pun tersaji di meja. Lezat!
Tradisi ini dimulai sejak zaman Kerajaan Aceh Darussalam dipimpin Sultan Iskandar Muda. Dalam rentang tahun 1607-1636. Istilah Makmeugang diatur dalam Qanun Meukuta Alam Al Asyi atau Undang-Undang Kerajaan. Pada zaman dulu, Kerajaaan memerintah perangkat desa mendata warga miskin untuk mendapatkan hadiah daging dari Sultan.
Saat Belanda menguasai Aceh pada 1873, kerajaan kalah dan bangkrut. Kerajaan tak lagi membagikan daging. Namun rakyat Aceh tetap memperingati tradisi dengan membeli sendiri daging. Bagi warga Aceh, makan daging sapi saat Idul Fitri menjadi keharusan. Kaya maupun miskin harus menikmatinya. Bahkan, serasa menjadi aib bagi laki-laki Aceh jika keluarga tak makan daging sapi saat Lebaran.
Berbagai tradisi Lebaran di tanah air meninggalkan kesan mendalam bagi banyak orang. Selain silaturahmi, tradisi-tradisi itu sangat sayang untuk dilewatkan. Tak heran jutaan manusia rela berbondong dari rantau. Pulang menuju kampung halaman. Perjalanan berjam-jam, bahkan berhari-hari, rela dijalani. Demi bertemu sanak famili, sebelum larut dalam semarak Lebaran. (eh)
Doa Sesampainya di Tanah Air Usai Ibadah Haji, Jangan Lupa Tunaikan Sholat Sunnah 2 Rakaat Dahulu!
Hijab Syar'i Style Inara Rusli, Tengok Tutorialnya
Masya Allah! 5 Artis yang Pergi Haji Bareng Pasangan, Terbaru Raffi Ahmad dan Nagita Slavina
Akhir Pandemi Covid-19, Berakhirnya Darurat Global Covid-19
Akhir Pandemi Covid-19, Terimakasih Sarah Gilbert
Wukuf Adalah Puncak Ibadah Haji Umat Islam: Definisi, Waktu, Amalan dan Doa
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
Potret Sosok Sonya Pedagang Ketupat Viral di Bekasi, Punya Paras Cantik dan Gayanya Modis Banget!
Potret Rumah Viral Milik Abah Jajang Dulu Ditawar Rp2,5 Miliar, Kini Berubah Miris
Resmi! Pria Asal Cimahi Ini Terima Mobil Agya Seharga Rp1 dari Flash Sale Rp1 Shopee