Tak Goyahkan Semangat Husein: Perjalanan Santri Yatim Menjaga Amanah 30 Juz

Reporter : Daniel Mikasa
Jumat, 1 Agustus 2025 10:19
Tak Goyahkan Semangat Husein: Perjalanan Santri Yatim Menjaga Amanah 30 Juz
Ruang belajar yang lebih nyaman dan fasilitas yang memadai, santri akan lebih fokus, lebih termotivasi, dan lebih mudah mencapai cita-citanya sebagai hafizh.

Di balik kehidupan sehari-hari Pesantren Tahfidz Green Lido (PTGL) Sukabumi, terdapat kisah penuh inspirasi dari seorang remaja bernama Muhammad Fikri Husein Herlambang (17). Santri e-Tahfidz PTGL tingkat akhir asal Tajur, Bogor ini, dikenal pendiam namun menyimpan semangat besar dalam menapaki jalan menjadi penjaga Al-Qur’an. Perjalanannya menuju pesantren di Sukabumi, setelah sebelumnya belajar di SMART Ekselensia Parung, Bogor, menjadi bagian penting dari transformasi dirinya.

Semangat Husein dalam menghafal Qur’an lahir dari niat yang sederhana namun tulus: “ mulai saja dulu.” Dari sanalah ia belajar arti tanggung jawab.

“ Kalau sudah diberi amanah 30 Juz, artinya kita memikul tanggung jawab seumur hidup. Saya jadi belajar menyelesaikan apa yang sudah saya mulai, itu yang mendewasakan saya,” ujarnya.

Ia pun memiliki cita-cita mulia: menghadiahkan mahkota di akhirat untuk kedua orang tuanya. “ Di keluarga saya belum ada penghafal Qur’an. Saya ingin menjadi yang pertama. Siapa sih yang tidak ingin memberikan mahkota untuk orang tua di akhirat?” tuturnya penuh harap.

Husein adalah anak kelima dari enam bersaudara, tumbuh tanpa kehadiran ayah sejak usia tiga tahun. Rasa kehilangan itu tetap membekas.

Tak Goyahkan Semangat Husein: Perjalanan Santri Yatim Menjaga Amanah 30 Juz

“ Saya enggak banyak tahu soal pendidikan bapak, tapi saya ingat beliau dikenal sebagai orang baik. Kadang saya khawatir sama ibu, makannya sedikit. Pagi cuma buah, baru makan siang,” kisahnya dengan mata berkaca-kaca.

Ada masa ketika ia merasa rapuh, membayangkan jika ayahnya masih ada mungkin hidupnya akan berbeda. Tapi ia memilih ikhlas. “ Saya enggak ingin melawan takdir, hanya berusaha menerima dan bersyukur,” ucapnya.

Husein juga memiliki ketertarikan besar terhadap dunia menggambar, yang dipelajarinya sejak SMP dari seorang teman. Meski kadang menggambar menjadi distraksi saat menghafal, namun itu juga menjadi pemicu semangatnya.

“ Kadang jadi tantangan juga karena imajinasi saya terlalu liar saat menghafal. Tapi di sisi lain, saya jadi makin semangat menyelesaikan hafalan agar bisa punya waktu menggambar,” katanya.

Di PTGL, Husein mengalami banyak perubahan. Jika dulu ia tertutup dan sulit bersosialisasi, kini ia merasa lebih terbuka. “ Saya enggak bisa terus jadi bayangan di antara orang lain,” akunya.

Jumlah santri yang tidak terlalu banyak membuatnya lebih nyaman berkembang. Ia merasa lebih bebas berpikir, berdiskusi, dan menjadi diri sendiri. Pengalaman seperti ikut kursus bahasa di Pare, Kediri, hingga terlibat di kegiatan Jantara (Jambore Santri Nusantara) menjadi bekal berharga.

Yang paling ia syukuri dari PTGL adalah suasana kebersamaan yang hangat. “ Enggak ada senioritas di sini. Semua ramah. Kakak kelasnya juga santun,” katanya.

Tak Goyahkan Semangat Husein: Perjalanan Santri Yatim Menjaga Amanah 30 Juz

Meski begitu, ia tetap menyimpan harapan untuk peningkatan fasilitas, terutama asrama. Ia lebih nyaman dengan tempat privat yang bisa menampung dua hingga empat orang.

“ Sekarang ini kalau di asrama penuh dan panas, saya lebih memilih tidur di lantai biar lebih sejuk,” katanya jujur.

Ia juga berharap sistem pembelajaran di PTGL bisa kembali seperti di tahun pertamanya, saat ia berhasil menyelesaikan hafalan 30 Juz. Ia percaya, dengan ruang belajar yang lebih nyaman dan fasilitas yang memadai, santri akan lebih fokus, lebih termotivasi, dan lebih mudah mencapai cita-citanya sebagai hafizh.

Mari turut serta mendukung mimpi para penjaga Qur’an di PTGL melalui program Wakaf Bangun Asrama e-Tahfidz. Karena di balik hafalan setiap ayat, ada semangat yang perlu disemai dan ruang yang layak untuk tumbuh.

Beri Komentar
Jangan Lewatkan
More