Ilustrasi (Foto: Shutterstock.com)
Dream - Idul Adha 1440 Hijriah akan jatuh pada Minggu besok, 11 Agustus 2019. Begitu matahari terbit, umat Islam berbondong-bondong pergi ke lapangan atau masjid jami' untuk melaksanakan sholat Idul Adha.
Umat Islam mengetahui sholat Ied merupakan ibadah tahunan yang hanya berlangsung dua kali. Satu kali saat Idul Fitri di 1 Syawal sedangkan satunya saat Idul Adha yang jatuh pada 10 Dzulhijjah setiap tahunnya.
Meski sama-sama sholat ied, terdapat tradisi dan syariat yang berbeda antara sholat idul Adha dan Idul Fitri.
Secara syariat, ada amalan sunah yang dianjurkan ketika hendak melaksanakan sholat Ied. Tetapi, kesunahan tersebut berbeda antara Idul Fitri dengan Idul Adha. Artikel ini hanya akan membahas kesunahan sebelum sholat Idul Adha.
Dikutip dari NU Online, ada sejumlah sunah sebelum melaksanakan sholat Idul Adha. Amalan ini merupakan kebiasaan yang dilakukan Rasulullah Muhammad SAW.
Amalan pertama yaitu mengumandangkan takbir mulai terbenam matahari 10 Dzulhijjah hingga imam naik mimbar untuk berkhutbah. Lalu, takbir juga dikumandangkan hingga tanggal 13 Dzulhijjah yang merupakan hari Tasyriq terakhir.
Amalan kedua, mandi besar sebelum sholat Ied. Waktu mandi boleh pada malam atau pagi hari, namun yang paling utama yaitu sebelum berangkat ke tempat sholat Ied.
Tujuan mandi ini adalah membersihkan seluruh tubuh dari bau yang tidak sedap. Juga untuk membuat badan menjadi segar.
Ketiga, memakai wangi-wangian, memotong rambut dan kuku, serta menghilangkan bau-bau yang tidak sedap. Sebenarnya, amalan ini boleh dilakukan kapan saja tanpa harus menunggu Hari Raya.
Keempat, mengenakan pakaian yang terbaik jika punya. Jika tidak ada, cukup yang bersih dan suci.
Kelima, dianjurkan berangkat lebih awal. Dengan begitu bisa mendapatkan shaf paling depan sembari menunggu sholat Ied dimulai.
Keenam, disunahkan tidak makan lebih dulu sebelum sholat Ied. Amalan ini berbeda dengan Idul Fitri, yang disunahkan makan sebelum sholat Ied sebagai penanda sudah tidak puasa.
Pada Idul Adha, sunah tidak makan sebelum sholat Ied karena akan menikmati lezatnya daging kurban setelahnya.
Sedangkan sunah selanjutnya yaitu mengambil jalan yang berbeda antara datang dan pergi dari tempat sholat Ied.
Sumber: NU Online.
Dream - Syariat kurban tidak sebatas hanya bentuk ketaatan kepada Allah. Lebih dari itu, kurban merupakan sarana berbagi kebahagiaan dengan sesama.
Berkah kurban dirasakan oleh semua orang, tidak peduli apakah miskin atau kaya. Karena pembagian hewan kurban tidak memandang status ekonomi maupun sosial.
Namun begitu, terdapat perbedaan hak antara si miskin dan si kaya dalam menerima daging kurban. Apa perbedaan itu?
Dikutip dari NU Online, dalam menerima kurban si miskin memiliki hak tamilik atau kepemilikan secara utuh. Sehingga, dia bebas memanfaatkan daging kurban yang didapat baik untuk dikonsumsi, disedekahkan, dihibahkan bahkan dijual..
Berbeda dengan kaum kaya. Hak mereka menerima kurban tidak bersifat utuh. Orang kaya hanya boleh memanfaatkan daging kurban untuk dimakan baik oleh diri sendiri maupun orang lain.
Dalam artian, daging yang disedekahkan kepada orang lain harus sudah dalam bentuk siap makan. Selain itu, kaum kaya tidak boleh menjual daging kurban yang didapat, ataupun menghibahkan, mewasiatkan, dan lain sebagainya.
Syeikh Habib Abdurrahman bin Muhammad Al Masyhur Ba'alawi dalam kitab Bughyah Al Mustarsyidin memberikan penjelasan demikian.
وللفقير التصرف في المأخوذ ولو بنحو بيع المسلم لملكه ما يعطاه ، بخلاف الغني فليس له نحو البيع بل له التصرف في المهدي له بنحو أكل وتصدق وضيافة ولو لغني ، لأن غايته أنه كالمضحي نفسه ، قاله في التحفة والنهاية
Artinya: Bagi orang fakir boleh memanfaatkan kurban yang diambil (secara bebas) meski dengan semisal menjualnya kepada orang Islam, sebab ia memilikinya. Berbeda dari orang kaya, ia tidak diperkenankan menjualnya, tetapi ia hanya diperbolehkan mengalokasikan kurban yang diberikan kepadanya dengan semisal makan, sedekah, dan menghidangkan meski kepada orang kaya, sebab puncaknya ia seperti orang yang berkurban itu sendiri. Keterangan ini disampaikan dalam kitab At Tuhfah dan An Nihayah."
Syeikh Muhammad bin Ahmad Al Ramli mendefinisikan orang kaya di sini sebagai golongan yang tidak halal menerima zakat. Lebih jelasnya yaitu orang yang memiliki harta atau pekerjaan yang mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya.
Sedangkan kaum miskin dalam pandangan Syeikh Al Ramli yaitu kebalikan dari kaum kaya. Yaitu orang yang aset harta dan pekerjaannya tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya.
Sumber: NU Online
Masjidil Aqsa Teramcam Ambruk karena Israel Terus Gali Terowongan di Bawahnya
3 Padu Padan Unik dengan Outer Cokelat Ala Eks Girlband Princess Ana Octarina
Doa Naik Kendaraan Laut, Dibaca Nabi Nuh Saat Berlayar di Atas Bahtera
9 Doa Agar Diterima di SMA Favorit, Ikhtiar Menuju Sekolah Impian!
45 Kata-Kata Bijak RA Kartini, Inspiratif & Bangkitkan Semangat Perjuangan
10 Adu Mewah Rumah Ustazah Mumpuni VS Ulin Nuha, Dua Pendakwah Muda yang Viral!
Sederet Kisah Perjuangan Kehamilan Dea Ananda yang Kini Dikaruniai Putri Cantik
Potret Rumah Baru Nathalie Holscher, Hadiah Anniversary dari Sule, Isinya Bikin Sang Istri Takjub!
Potret Istri Kang Mus Preman Pensiun di Kehidupan Nyata, Ternyata Tinggal Pisah Rumah!
Inilah Sosok Novan, Bocah SD yang Bikin Netizen +62 Nangis karena Isi WA kepada Almarhum Ibunya