Konflik Panas di PBNU: Syuriah Bikin Surat Edaran Pemberhentian, Ketum Gus Yahya Sebut Tak Sah

Stories | Rabu, 26 November 2025 19:29

Reporter : Syahid Latif

Surat edaran syuriah PBNU dinilai Ketua Umum Gus Yahya tidak sah

DREAM.CO.ID - Kisruh kepemimpinan di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) semakin membara sejak memanas pekan lalu. Kabar terbaru adalah beredarnya surat berkop PBNU bernomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 yang ditandatangani Wakil Rais Aam PBNU KH Afifuddin Muhajir (Kiai Afif) dan Katib PBNU KH Ahmad Tajul Mafakhir (Gus Tajul).

Surat dengan judul "Surat Edaran" tersebut berisi 5 poin pernyataan yang salah satunya menyatakan menyebut KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) tak lagi berstatus Ketua Umum PBNU per hari ini sejak pukul 00.45 WIB.

Gus Tajul yang dikonfirmasi nu.or.id menjelaskan surat yang beredar tersebut merupakan surat edaran dan bukan surat pemberhentian memiliki bentuk berbeda.

 

2 dari 5 halaman

Surat edaran tersebut, lanjut Gus Tajul, merupakan tindak lanjut dari Risalah Rapat Harian Syuriah PBNU Pada Kamis, 20/11/2025) berisi keputusan Syuriah PBNU yang memberikan batas waktu 3x24 jam kepada Gus Yahya untuk mengundurkan diri atau dimundurkan sejak risalah diterima.

"Ketika deadline itu terlampaui, maka otomatis opsi kedua yang berlaku. Maka untuk itulah Surat Edaran ini dibuat," jelasnya.

Dalam `surat edaran` yang tersebar terungkap lima poin yang menjadi dokumen Risalah Rapat Harian Syuriah PBNU dan diserahkan secara langsung kepada Ketua Umum Gus Yahya. Isi surat dan lima poin dalam Surat Edaran tersebut adalah:

Menindaklanjuti hasil keputusan Rapat Harian Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tanggal 29 Jumadal Ula 1447 H/20 November 2025 M di Jakarta sebagaimana Risalah Rapat terlampir, serta berdasarkan ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama yang berlaku, serta Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nomor 01/X/2023 tentang Pedoman Pemberhentian Pengurus, Pergantian Pengurus Antar Waktu, dan Pelimpahan Fungsi Jabatan Pada Perkumpulan Nahdlatul Ulama, melalui surat ini kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Bahwa pada tanggal 21 November 2025, bertempat di Kamar 209 Hotel Mercure Ancol, Jakarta, KH. Afifuddin Muhajir selaku Wakil Rais Aam PBNU telah menyerahkan secara langsung kepada KH. Yahya Cholil Staquf dokumen Risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU tanggal 20 November 2025 yang telah ditandatangani oleh Rais Aam PBNU selaku Pimpinan Rapat. Namun demikian, KH. Yahya Cholil Staquf kemudian menyerahkan kembali Risalah Rapat tersebut kepada KH. Afifuddin Muhajir.

2. Bahwa pada tanggal 23 November 2025 pukul 00.45 WIB (sistem Digdaya Persuratan), KH. Yahya Cholil Staquf telah menerima dan membaca surat Nomor 4779/PB.02/A.1.02.71/99/11/2025 tertanggal 01 Jumadal Akhirah 1447 H/22 November 2025 M perihal Penyampaian Hasil Keputusan Rapat Harian Syuriyah PBNU dengan Lampiran Risalah Rapat Harian Syuriyah (bukti terlampir). Dengan demikian, maka diktum kelima Kesimpulan/Keputusan Rapat Harian Syuriyah sebagaimana dimaksud dinyatakan telah terpenuhi. 

 

3 dari 5 halaman

3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas, maka KH. Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB.

4. Bahwa berdasarkan butir 3 di atas, maka KH. Yahya Cholil Staquf tidak lagi memiliki wewenang dan hak untuk menggunakan atribut, fasilitas dan/atau hal-hal yang melekat kepada jabatan Ketua Umum PBNU maupun bertindak untuk dan atas nama Perkumpulan Nahdlatul Ulama terhitung mulai tanggal

5. Bahwa untuk memenuhi ketentuan dan mekanisme yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (4) Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 10 Tahun 2025 tentang Rapat, Pasal 8 huruf a dan b Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pemberhentian Fungsionaris, Pergantian Antar Waktu dan Pelimpahan Fungsi Jabatan, serta Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nomor: 01/X/2023 tentang Pedoman Pemberhentian Pengurus, Pergantian Pengurus Antar Waktu, dan Pelimpahan Fungsi Jabatan Pada Perkumpulan Nahdlatul Ulama, maka Pengurus Besar Nahdlatul Ulama akan segera menggelar Rapat Pleno. Untuk selanjutnya, selama kekosongan jabatan Ketua Umum PBNU sebagaimana dimaksud, maka kepemimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sepenuhnya berada di tangan Rais Aam selaku Pimpinan Tertinggi Nahdlatul Ulama. Dalam hal KH Yahya Cholil Staquf memiliki keberatan terhadap keputusan tersebut, maka dapat menggunakan hak untuk mengajukan permohonan kepada Majelis Tahkim Nahdlatul Ulama sesuai dengan mkanisme yang telah diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelesaian Perselisihan Internal.

4 dari 5 halaman

PBNU Anggap Surat Tidak Sah

Menanggapi surat edaran tersebut, PBNU mengeluarkan tanggapan atas Surat Edaran yang disampaikan melalui surat Nomor 4786/PB.03/A.I.01.08/99/11/2025 soal Penjelasan tentang Keabsahan Surat yang ditandatangani Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dan Wakil Sekretaris Jenderal Faisal Saimima.

Dalam tanggapannya, PBNU menilai Surat Edaran yang ditandatangani Kiai Affifuddin Muhajir dan Kiai Ahmad Tajul Mafakhir tidak sah dan tidak mewakili keputusan resmi PBNU.

Melalui surat itu, Gus Yahya menjelaskan sejumlah poin yang menegaskan bahwa Surat Edaran tidak valid:

5 dari 5 halaman

1.⁠ ⁠Keabsahan Surat Edaran diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nomor 16 Tahun 2025 Tentang Pedoman Administrasi harus ditandatangani oleh Rais Aam, Katib Aam, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal.

2.⁠ ⁠Surat resmi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dinyatakan sah apabila telah dibubuhi stempel digital dengan QR Code Stempel Peruri di sebelah kiri bawah serta disertai footer resmi berisi keterangan “Dokumen ini ditandatangani secara elektronik oleh Digdaya Persuratan dan distempel digital oleh Peruri Tera. Untuk verifikasi, kunjungi https:/verifikasi-surat.nu.id dan masukan nomor surat, atau scan QRCode dengan Peruri Code Scanner”.

3.⁠ ⁠Surat resmi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tidak memuat watermark “DRAFT”. Apabila terdapat watermark tersebut, maka surat tersebut bukan surat final dan tidak memiliki kekuatan administrasi.

4.⁠ ⁠QR Code tanda tangan pada surat yang beredar apabila dipindai menghasilkan status “TTD Belum Sah”, sehingga surat tersebut tidak dapat dianggap sebagai dokumen resmi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

5.⁠ ⁠Nomor surat tersebut apabila diverifikasi melalui laman verifikasi.nu.id/surat akan menampilkan keterangan “Nomor Dokumen tidak terdaftar”, sehingga secara sistem dinyatakan tidak valid dan tidak tercatat dalam basis data resmi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Bupati Luwu Utara: Lembut di Dalam, Garang di Luar
Join Dream.co.id