Ilustrasi. (Foto: Shutterstock)
Dream - Siapa yang tak pernah makan mie instan? Mungkin hampir semua orang di Indonesia, dan sebagian besar warga negara tetangga, Malaysia atau Filipina, pernah mengonsumsinya.
Selain harganya murah, cara membuat mie instan juga mudah dan cepat. Tidak mengherankan jika mie instan jadi idola di ketiga negara tersebut.
Sayangnya, di balik murah, mudah dan lezatnya mie instan itu menyimpan bahaya bagi kesehatan dan gizi anak-anak di wilayah Asia Tenggara. Tentu saja jika kamu mengonsumsinya berlebihan.
Pada hari Selasa, 22 Oktober 2019, badan PBB yang mengurus masalah anak-anak, Unicef, mengeluarkan laporan yang mengejutkan tentang dampak mie instan.
Menurut laporan tersebut, rata-rata 40 persen anak-anak berusia 5 tahun ke bawah di ketiga negara itu mengalami kekurangan gizi, lebih tinggi dari jumlah rata-rata global. Mereka kekurangan gizi karena sering mengonsumsi mie instan.
" Jika anak-anak makan dengan gizi yang buruk, mereka juga akan hidup dengan buruk," kata direktur eksekutif Unicef, Henrietta Fore, dalam laporan State of the World's Children sejak tahun 1999.
Sementara itu, Hasbullah Thabrany, seorang pakar kesehatan masyarakat asal Indonesia, mengatakan orang tua punya pandangan yang salah tentang pola makan anak-anak.
Menurutnya, para orang tua hanya memikirkan bagaimana membuat perut anak-anak kenyang.
" Mereka tidak memikirkan kecukupan gizi dan nutrisi, seperti protein, kalsium atau serat dalam makanan anak-anak," kata Hasbullah.
Padahal, kekurangan zat besi akan merusak kemampuan anak untuk belajar, serta meningkatkan risiko kematian wanita selama atau setelah melahirkan.
Mueni Mutunga, spesialis nutrisi Unicef Asia, menyebutkan keluarga-keluarga di Asia Tenggara mulai meninggalkan diet tradisional yang menyehatkan.
Mereka sekarang telah beralih ke makanan 'modern' yang terjangkau, mudah diakses dan mudah disiapkan.
" Mie instan itu murah dan mudah menyiapkannya. Mie instan adalah pengganti yang cepat dan mudah untuk apa yang seharusnya menjadi diet seimbang," katanya.
Mie instan memang murah, tapi rendah akan nutrisi dan zat gizi penting seperti besi. Selain itu mie instan juga kurang mengandung protein.
" Mie instan juga memiliki kandungan lemak dan garam yang sangat tinggi," tambah Mutunga.
Indonesia adalah konsumen mie instan terbesar kedua di dunia, setelah China. Konsumsi mie instan di Indonesia mencapai 12,5 miliar bungkus pada tahun 2018.
Menurut World Instant Noodles Association, angka fantastis tersebut lebih banyak dari total mie instan yang dikonsumsi oleh warga India dan Jepang jika digabungkan.
Meskipun Filipina, Indonesia, dan Malaysia dianggap sebagai negara berpenghasilan menengah berdasarkan ukuran Bank Dunia, puluhan juta rakyatnya berjuang untuk menghasilkan cukup uang untuk bertahan hidup.
" Kemiskinan adalah masalah utamanya," kata T. Jayabalan, seorang ahli kesehatan masyarakat di Malaysia. Selain itu, banyak orang tua yang keduanya bekerja perlu membuat sarapan cepat untuk keluarga mereka.
Akibatnya mereka sangat bergantung pada mie instan sebagai makanan utama mereka, katanya.
Laporan Unicef juga menunjukkan bahwa walaupun terjadi penurunan stunting hampir 40 persen dari tahun 1990 hingga 2015 di negara-negara miskin, 149 juta atau lebih anak-anak muda saat ini masih terlalu pendek untuk usia mereka. Stunting adalah suatu kondisi klinis yang mengganggu perkembangan otak dan tubuh anak-anak.
Pada saat yang sama, setengah dari anak-anak muda di seluruh dunia di bawah usia 5 tahun tidak mendapatkan vitamin dan mineral.
Parahnya lagi, selama tiga dekade terakhir, malnutrisi anak dalam bentuk kelebihan berat badan atau obesitas melonjak di negara-negara berkembang.
" Beban tiga kali lipat ini - kurang gizi, kekurangan nutrisi penting, obesitas - semakin banyak ditemukan di negara yang sama, kadang-kadang di lingkungan yang sama, dan sering di rumah tangga yang sama," kata Victor Aguayo, kepala program nutrisi Unicef.
" Seorang ibu yang kelebihan berat badan atau obesitas dapat memiliki anak yang terhambat atau cacat pertumbuhannya," tambahnya.
Di semua kelompok umur, lebih dari 800 juta orang di dunia mengalami kelaparan dan 2 miliar lainnya mengonsumsi terlalu banyak makanan tidak sehat. Hal ini mendorong terjadinya epidemi obesitas, penyakit jantung, dan diabetes.
Sumber: The Star Online
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
9 Kalimat Pengganti “Tidak Apa-Apa” yang Lebih Hangat dan Empatik Saat Menenangkan Orang Lain
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
PT Taisho Luncurkan Counterpain Medicated Plaster, Inovasi Baru untuk Atasi Nyeri Otot dan Sendi
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Hasil Foto Paspor Shandy Aulia Pakai Makeup Artist Dikritik, Pihak Imigrasi Beri Penjelasan
Zaskia Mecca Kritik Acara Tanya Jawab di Kajian, Seperti Membuka Aib