Kopi Luwak (news.com.au)
Dream - Kopi luwak semakin tenar di dunia. Para penggila kopi dari berbagai belahan bumi rela merogoh kocek dalam-dalam untuk menikmati kopi yang difermentasi oleh kotoran luwak musang itu. Di luar negeri bahkan harganya mencapai Rp 5 juta perkilogram. Atau Rp 600 ribu percangkir.
Harga mahal dan kenikmatan rasa tak membendung hasrat para penikmatnya untuk mendapatkan kopi luwak. Bahkan, dari tahun ke tahun, permintaan kopi ini di dunia semakin meningkat. Bahkan, produksi kopi luwak, terutama Indonesia dan Filipina, sudah masuk tahap komersialisasi yang luar biasa.
Kondisi itu membuat kelompok penyayang binatang dunia prihatin. Mereka menuding luwak-luwak yang digunakan untuk memproduksi kopi itu diperlakukan tak kurang baik. Ditempatkan dalam kandang yang kotor, sempit, dan makanan yang diberikan tak sesuai dengan kehidupan liarnya.
Investigasi yang dilakukan oleh the People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) Asia menunjukkan, luwak-luwak itu tersiksa di dalam kandang. Mereka menemukan hewan itu mengalami ganguan perilaku neurotik. Seperti berputar-putar, menggigit papan, mengangguk-anggukkan kepala. Iu diduga karena akibat kurungan mereka.
Claire Fryer, aktivis PETA Australia sangat yakin siapapun yang membeli kopi luwak sangat khawatir dengan proses itu. " Ini hampir mustahil untuk terus menjalankan perusahaan (kopi luwak) dengan mengumpulkan biji dari kotoran luwak di alam liar," kata Fryer dikutip Dream dari news.com.au, Kamis 16 Oktober 2014 .
" Kita tahu beberapa biji masih dipasarkan dengan label ‘berasal dari alam liar’, tapi itu tidak mungkin terjadi," tambah Frey.
Dia mengatakan, berdasar investigasi yang dilakukan PETA, peternakan luwak di seluruh desa di Indonesia dan Filipina tidak diatur oleh pemerintah.
" Seorang petani menjelaskan, secara umum luwak dipelihara dalam kandang maksimal selama tiga tahun dan kemudian dilepaskan kembali ke alam liar, tetapi kebanyakan tidak akan bertahan," kata Fryer.
" Mereka menderita banyak untuk secangkir kopi." Menurut dia, undang-undang perlindungan satwa liar di Indonesia dan Filipina ‘lemah’ dan sulit untuk ditegakkan.
Menurut Frayer, petani kopi mencari cara bagaimana menghasilkan kopi dengan cara semurah mungkin. " Itu termasuk menempatkan luwak di dalam kandang dan memberi mereka biji kopi sebagai makanan ketika mereka biasanya memakan berbagai hal di luar di alam liar. Itu benar-benar dapat membuat mereka sangat sakit."
Menurut Frayer, investigasi yang dilakukan PETA ini merupakan tindak lanjut dari keluhan para wisatawan Australia di Bali, yang telah membangkitkan kekhawatiran tentang perlakuan terhadap hewan. Karena temuan ini, Sekolah Kopi Australia yang berbasis di Southport, Gold Coast, tidak lagi menyimpan kopi luwak. (Ism)
Advertisement
Walkot Tegal Selesai Akad Tepuk Sakinah Sambil Berdiri, Jokowi Sampai Tahan Tawa
Asam Urat di Usia Muda? Ini 7 Penyebab dan Cara Mencegahnya
Komunitas Muda Mudi Surabaya, Peduli Lingkungan Lewat Langkah Kecil Berdampak Nyata
BPKH Setor Rp2,7 Triliun ke Arab Saudi untuk DP Haji 2026
10 Usulan Dewan Pers Soal Perubahan UU tentang Hak Cipta