Makna ‘Nyirih’ dalam Tradisi Jawa

Reporter : Iwan Tantomi
Minggu, 6 Desember 2020 07:31
Makna ‘Nyirih’ dalam Tradisi Jawa
Yuk kenali maknanya lebih jauh!

Kalau berkunjung ke beberapa daerah di Indonesia, mungkin Sahabat Dream bisa menemukan orang-orang tua yang masih melakukan kebiasaan nyirih. Disebut juga dengan menginang, tradisi ini masih banyak dilakukan oleh masyarakat Batak, Aceh, Jawa, Sulawesi hingga Nusa Tenggara. Sebutan nyirih pun berbeda di berbagai daerah seperti nginang, bersugi, bersisik, menyepah atau nyusur.

Bukan hanya hobi semata, nyirih sendiri merupakan kebiasaan masyarakat tradisional yang sudah ada sejak 3000 tahun yang lalu. Mengunyah gulungan berisi bahan dan rempah khas Indonesia seperti pinang, kapur sirih, cengkeh, tembakau, dan gambir, tanaman asli Nusantara ini biasa disajikan di upacara-upacara penting seperti pernikahan, kelahiran, penyembuhan hingga kematian.

1 dari 3 halaman

Makna Bahan-Bahan Nyirih dalam Tradisi Jawa

Makna ‘Nyirih’ dalam Tradisi Jawa

Bukan asal dicampurkan dan dikunyah, bahan-bahan di dalamnya memiliki filosofi tersendiri di setiap bahan yang digunakan. Sirih misalnya melambangkan sifat rendah hati dan memuliakan orang lain. Makna ini diambil dari karakter sirih yang membutuhkan tanaman lain untuk tempatnya menjalar, tapi nggak merusak atau mematikan tempat hidupnya.

Sedangkan pinang yang memberikan warna merah saat nyirih merupakan lambang kejujuran dan melakukan pekerjaan sungguh-sungguh, yang diambil dari ciri pohon pinang yang tumbuh tinggi lurus ke atas. Kapur yang putih bersih menunjukkan ketulusan sementara gambir yang memberikan rasa sedikit pahit ini bermakna keteguhan hati untuk mencapai tujuan.

2 dari 3 halaman

Jadi Simbol Budaya di Berbagai Daerah

Makna ‘Nyirih’ dalam Tradisi Jawa

Dalam tradisi Jawa, nyirih menjadi simbol ketulusan dan rasa hormat pada orang lain. Tradisi ini pun dianggap sebagai bagian dari tata krama untuk orang-orang yang bertamu di istana atau desa. Menolak nyirih saat ditawari atau nggak menawarkan sirih malah dianggap sebagai penghinaan.

Misalnya, adat perkawinan Jawa Tengah pun mengenal prosesi balangan suruh dengan membungkus buah pinang, kapur sirih, gambir dan tembakau dalam daun sirih. Menariknya, bukan hanya di Jawa, penggunaan sirih pun dilakukan dalam tradisi pernikahan, seperti Makassar di mana ibu pengantin perempuan melakukan nyirih bersama pasangan pengantin di malam pertama. Begitu juga di daerah Sumatera yang menggunakan sirih sebagai undangan pernikahan.

Untuk acara ritual lainnya, sirih dan bahan lainnya seperti kapur, gambir dan pinang akan diletakkan di wadah berbahan perunggu atau perak. Alasnya dipilih yang bersulam emas sebagai simbol hati yang tulus dan sikap hormat untuk melengkapi upacara adat.

3 dari 3 halaman

Punya Manfaat untuk Kesehatan

Di balik filosofi yang menghormati orang lain, nyirih ternyata punya manfaat kesehatan. Rutin mengunyah campuran bahan alami asli Indonesia, nyirih dipercaya dapat membantu pencernaan, menenangkan mood, memperkuat gigi hingga menghilangkan bau mulut.

Uniknya, tradisi nyirih ini pun sempat dilakukan orang-orang Belanda di Batavia hingga abad ke-19 karena diyakini membantu menjaga kesehatan gigi. Begitu juga pelaut bangsa Eropa lainnya seperti Ibnu Batutah dan Vasco de Gama yang doyan mengunyah sirih.

Kini, tradisi nyirih hanya dilakukan oleh masyarakat tradisional atau ditemukan dalam upacara adat saja. Jika nggak dilestarikan, bisa jadi budaya yang sudah bertahan selama ribuan tahun ini pun hilang.

Sama seperti kekayaan rempah-rempah yang dimiliki Indonesia. Tanpa kesadaran dari masyarakat, warisan budaya Nusantara ini tentunya akan terancam. Berangkat dari sini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menghadirkan program Jalur Rempah.

Disebut mampu merekonstruksi perdagangan rempah di tanah air, program ini diharapkan menjadi platform yang menumbuhkan kebanggaan pada jati diri daerah-daerah di Indonesia. Selain itu, juga menggerakkan masyarakat untuk melestarikan, mengembangkan hingga memanfaatkan warisan budaya Jalur Rempah untuk pembangunan berkelanjutan.

Bukan hanya itu saja, Kemendikbud berencana mengajukan Jalur Rempah untuk mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai warisan dunia. Jika berhasil, hal ini dapat memperkuat diplomasi sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai poror maritim dunia.

Hingga saat ini, program Jalur Rempah telah membuat 20 titik awal rekonstruksi Jalur Rempah yang membentang dari Raja Ampat hingga Pesisir Selatan (Mandeh). Jangan sampai ketinggalan perkembangan program Jalur Rempah, yuk ikuti di sini. (eth)

Beri Komentar