Ayah Dan Anak Lelaki/ Foto: Shutterstock
Dream - Hubungan ayah dan anak lelakinya bagi sebagian besar orang cenderung dingin dan kaku. Saat anak masih kecil, hubungan mungkin sering dibangun lewat permainan, saat antar jemput sekolah atau ketika melakukan pekerjaan lelaki lainnya.
Beranjak remaja, anak lelaki biasanya lebih sering menghabiskan waktu dengan teman-temannya. Para ayah mungkin merasa anaknya menarik diri dan hubungan semakin menjauh.
Untuk menjaga kualitas hubungan ayah dan anak lelakinya tetap baik memang bukan hal mudah. Ayah sebagai pihak yang lebih tua, harus lebih berusaha. Bagaimana caranya? Coba secara rutin ajukan pertanyaan ini pada anak lelaki kesayangannya.
1. “ Bagaimana perasaanmu?”
Anak laki-laki sering tidak terlalu berhubungan dengan perasaan mereka. Ini, sebagian, karena ayah mereka juga tidak. Laki-laki memang cenderung lebih mengandalkan logika, tindakan dan pemikiran kritis daripada perasaan.
Menanyakan perasaan bisa tampak lemah atau rentan. Justru di sinilah pentingnya peran ayah. Anak juga butuh sosok yang menunjukkan kalau membicarakan perasaan bukanlah hal lemah. Justru ini sangat baik bagi kesehatan mental. Tanyakan perasaan anak baik saat ia senang maupun sedih.
Gagasan bahwa pria kurang mampu atau kurang memiliki kebutuhan untuk terhubung secara emosional, membuat pria cenderung mudah kesepian. Ayah perlu membantu anak lelakinya mengenali dan berbicara tentang apa yang mereka rasakan secara terus menerus.
Hal ini bukan membuat anak menjadi emosional, tapi untuk validasi emosi agar anak tahu emosi yang dirasakan dan bagaimana mengendalikannya. Kita hanya perlu mendorong mereka untuk mengidentifikasi emosinya. Bisa saat sedih, kecewa, marah, gugup, takut dan masih banyak lagi.
Ini adalah pertanyaan mendasar, tetapi pertanyaan yang kuat. Anak-anak kita perlu memahami bahwa mereka bebas membuat keputusan, tetapi dengan bertanggung jawab.
Mereka bertanggung jawab atas tindakan mereka dan harus mempertimbangkan konsekuensi sebelum bertindak. Untuk itu sebelum anak membuat keputusan besar, tanyakan alternatif lain. Ini juga membantu anak melakukan analisis risiko dan kemungkinan yang bisa terjadi. Harapannya adalah, ketika anak mempertimbangkan dampak dari tindakannya,mereka dapat mempertimbangkan cara yang tepat untuk merespons di masa depan.
Sumber: AllProDad
Dream - Masa remaja bisa menjadi masa yang sulit bagi ayah dan anak perempuan. Ketika gadis kecil tumbuh menjadi wanita muda, mungkin sulit bagi ayah untuk mencari tahu bagaimana cara 'masuk' ke dunia mereka.
Dalam momen ini, seringkali ayah jadi sosok yang galak, kaku dan tak mau berkompromi. Alasannya, tentu saja untuk melindungi putri kesayangan mereka. Sayangnya hal ini justru membuat hubungan keduanya malah merenggang.
“ Sebagai orang tua, peran kita berubah dari waktu ke waktu. Ketika anak perempuan masih balita, tugas kita adalah melindungi mereka secara fisik dan emosional, tetapi seiring bertambahnya usia kita harus mengambil lebih banyak peran sebagai 'konsultan'," kata Jerry Bubrick, PhD, psikolog klinis di Child Mind Institute, dikutip dari Child Mind.
Konsisten menjaga komunikasi tetap baik di momen transisi anak perempuan ke usia remaja memang sangat menantang dan menguras emosi bagi para ayah. Untuk tetap berjalan dengan baik, coba lakukan beberapa hal berikut, yang sangat direkomendasikan para psikolog anak.
Ketika anak-anak masih kecil, penting untuk menjadi selalu memberi tahu, seperti " Jangan lari!" , " Jangan sentuh air panas" , " Tak boleh bicara dengan orang asing" .
Saat anak perempuan mulai remaja, hal itu tak bisa diterapkan. Pemikirannya mulai kritis, mereka punya argumentasi sendiri dan mulai mencari lebih banyak kebebasan.
“ Daripada membuat keputusan untuk mereka, coba untuk membimbingnya untuk membuat keputusan yang cerdas bagi diri mereka sendiri," kata Bubrick.
Membicarakan masalah bersama, alih-alih hanya memberikan solusi. Buka diskusi, ini akan membantu putri kesayangan merasa lebih nyaman datang kepada ayahnya saat ia ada masalah. Hal ini juga akan membantu anak keterampilan berpikir kritis yang sangat penting dan bakal dia gunakan sepanjang hidupnya.
Mengambil komunikasi yang tidak terlalu otoriter tidak berarti melepaskan semua aturan. Selalu sediakan ruang untuk diskusi dan negosiasi. Ini memberi anak-anak kesempatan untuk mengatakan apa yang paling penting bagi mereka, sehingga mereka memiliki dukungan.
“ Ketika diskusi dibuka berarti kita berusaha memahami anak, begitu pun anak akan menyiapkan argumentasinya. Dari sini kita bisa berbagi pengalaman dan memberi bimbingan, bukan perintah yang kaku," ujara Bubrick.
3. Jangan pelit pujian
Ketika anak perempuan sedang dalam masa remaja, masalah yang kerap dihadapinya adalah masalah kepercayaan diri. Terutama dalam hal penampilan. Saat anak perempuan tumbuh dewasa, ibu cenderung memimpin dalam percakapan pribadi dan menawarkan dukungan dan dorongan, dan ayah cenderung jadi penonton.
Sebaiknya, ayah lebih proaktif, terutama dalam melontarkan pujian. Misalnya saat anak berpakaian dengan warna cerah, saat hasil ulangannya bagus, atau ketika ia membuat masakan, lontarkan pujian. Ini akan sangat berdampak pada rasa percaya dirinya.
Advertisement
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Selamatkan Kucing Uya Kuya Saat Aksi Penjarahan, Sherina Dipanggil Polisi
Rekam Jejak Profesional dan Birokrasi Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Pengganti Sri Mulyani Indrawati