Alasan Perempuan Pekerja AS Menyusut dan Kalah dari Jepang

Reporter : Ramdania
Selasa, 10 November 2015 12:01
Alasan Perempuan Pekerja AS Menyusut dan Kalah dari Jepang
Selama ini perempuan AS memimpin dunia maju dalam hal jumlah tenaga kerja wanita.

Dream - Sekitar sembilan bulan yang lalu, mantan Menteri Kesehatan Jepang, Hakuo Yanagisawa, menyalahkan negaranya atas menyusutnya populasi perempuan yang disebut sebagai mesin melahirkan.

" Yang bisa kita lakukan adalah meminta mereka (perempuan) untuk melakukan yang terbaik," tegasnya dalam pernyataan yang terdengar janggal bagi seluruh dunia, memperkuat stereotip gender yang masih melekat di Jepang jika laki-laki bekerja mencari uang dan perempuan duduk manis di rumah.

Namun data terakhir memperlihatkan pergeseran mengejutkan. Porsi perempuan Jepang sekarang melebihi perempuan Amerika dalam hal partisipasi angkatan kerja. Sekira 64 persen perempuan usia kerja di Jepang bekerja, dibandingkan dengan 63 persen perempuan Amerika.

Tingkat angkatan kerja Jepang melonjak dalam beberapa tahun terakhir sementara AS menurun dan kemudian mengalami stagnasi. Angka-angka ini mungkin membingungkan pengamat, terutama mereka yang mengingat bagaimana Yanagisawa mendefinisikan perempuan dengan kesuburan mereka.

Dan selama beberapa generasi, perempuan Amerika memimpin dunia maju dalam jumlah pekerja perempuan. Jadi apa yang terjadi? 

Ahli ekonomi tidak tahu pasti. Pelakunya bisa jadi kombinasi perubahan sikap terhadap ibu bekerja di Jepang dan dukungan yang relatif terbatas bagi ibu bekerja di AS.

Pada 2013, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengumumkan ia akan memprioritaskan kesetaraan gender di tempat kerja, menyebutnya 'penting untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan'.

Salah satu prioritas tersebut adalah menaikkan pangsa ibu yang kembali bekerja setelah kelahiran anak pertama mereka ke 55 persen pada tahun 2020, sebuah langkah yang ia percaya akan meningkatkan PDB sebesar 15 persen.

Seperti dikutip dari Gulf News, Selasa, 10 November 2015, sebuah laporan dari Kathy Matsui, partner perempuan pertama Goldman Sach di Jepang, memicu gagasan yang dijuluki 'Womenonics'.

" Jepang adalah negara dengan populasi yang menyusut karena penurunan tingkat kelahiran," tulis Abe di 'Wall Street Journal' edisi 2013. " Tapi womenomics menawarkan solusi dengan prinsip inti bahwa sebuah negara yang mempekerjakan dan mempromosikan lebih banyak perempuan akan tumbuh secara ekonomi, dan tidak kalah pentingnya, secara demografis juga. 

Sementara itu, pemulihan di AS telah berjalan sangat lambat, terutama bagi perempuan.

Sekitar 8,7 juta pekerjaan hilang selama resesi terakhir. Sejak berakhirnya masa resesi laki-laki mengalami sedikit kesulitan mendapatkan kembali pekerjaan, menurut Economic Policy Institute. Antara Februari 2010 dan Juni 2014, jumlah laki-laki yang mendapat pekerjaan naik 5,5 juta sementara perempuan naik 3,6 juta.

Ekonom Heidi Hartmann, presiden Institute for Women’s Policy, mengatakan AS tidak menawarkan kebijakan tempat kerja yang nyaman untuk keluarga seperti membayar cuti atau sakit keluarga, dan belum beranjak dalam satu dekade dari itu karena biaya perawatan anak juga melonjak.

" Pertanyaannya adalah? Mengapa kita tidak membuat kemajuan" kata Hartmann. " Itu sebagian karena perempuan tidak merasa mereka mendapatkan kesempatan yang adil di pasar tenaga kerja."

Satu hal perempuan pekerja Jepang memiliki banyak keunggulan dari pekerja Amerika: bantuan keuangan bagi ibu baru. Mereka menerima 58 minggu cuti hamil dan 26 harinya dibayar. Ayah berhak atas jumlah waktu yang sama, meskipun kurang dari 2 persen yang benar-benar mengambil cuti.

Abe juga telah berjanji untuk membuat 400.000 ruang penitipan baru secara nasional pada tahun 2018. Orang tua menerima tambahan berupa 'tunjangan anak' dari pemerintah, yang baru-baru ini dilaksanakan dan jumlahnya dua kali lipat untuk 'mengurangi beban ekonomi' keluarga.

Sementara orang tua di AS tidak menerima manfaat tersebut kecuali majikan mereka menyediakan itu. Diperkirakan 43 juta pekerja Amerika, sebagian besar dengan gaji di bawah standar, dilaporkan tidak memiliki akses ke cuti yang dibayar.

Para ekonom mengatakan itulah salah satu alasan AS tertinggal jauh di belakang negara-negara lain dalam upaya menciptakan keseimbangan karier dan hidup.

Beri Komentar