Ilustrasi Kartunis Sedang Menggambar. (Foto: Shutterstock)
Dream – Selama ini anime Jepang sangat kondang ke penjuru dunia. Namun, di balik animasi-animasi yang memberi banyak hiburan itu, ternyata menyimpan kisah pilu para animator.
Seorang animator Jepang, Terumi Nishii, mencuit melalui Twitter tentang kondisi kehidupan seniman animasi di Ngeri Sakura itu. Kata dia, sangat memprihatinkan. Gajinya sangat kecil.
Dikutip dari Next Shark, Sabtu 27 April 2019, animator Jojo’s Bizzare Adventure: Diamond is Unbreakable dan A Town Where You Live ini mengungkapkan kekecewaannya terhadap industri anime.
Di akun Twitter @Nishiiterumi1, Terumi tak menyarankan animator asing berkarier di Jepang. Terumi menyebut banyak karyawan Jepang yang menderita akibat pekerjaan yang berlebih.
“ Tak masalah seberapa besar kamu suka anime. Tapi, tidak disarankan untuk dating dan berpartisipasi di pekerjaan anime di Jepang. Industri animasi selalu lembur,” cuit dia.
Menurut dia, pada dasarnya industri animasi di Jepang memiliki bujet yang rendah, namun kualitasnya tinggi. Hal ini disebabkan oleh upahnya yang minim, tapi jam kerjanya panjang.
“ Kalau mungkin, anggarannya tidak naik,” cuit Terumi.
Terumi mengaku memulai karier dari bawah. Setelah bekerja dengan jam yang tinggi, wanita itu mendapatkan gaji sebesar 2.500 yen atau sekitar Rp317.222.
Setelah tahun pertama, uang yang diterima mencapai 60 ribu—100 ribu yen (Rp7,61 juta—Rp12,69 juta). Namun, upah yang diterima masih terbilang sedikit mengingat upah minimum di Tokyo mencapai 985 yen atau Rp124.985 per jam.
Tetap saja, promosi kariernya sebagai perancang karakter tidak meningkatkan kondisi kerjanya.
Terumi mengatakan, banyak animator bergantung kepada orang tua untuk bertahan hidup.
Survei Dewan Bantuan Animator Muda pada 2016 menunjukkan 35 persen karyawan animator yang berpengalaman kurang dari tiga tahun, masih tinggal bersama orang tua mereka.
Ada 18 persen yang hidup sendiri dan mengandalkan beberapa tunjangan.
Dia menyebut tak ada royalti atau bagi hasil yang diberikan untuk desainer karakter.
“ Anime Jepang tidak seperti royalti atau bagi hasil untuk desainer karakter. Bahan yang kami gambar dikumpulkan dan dibuang,” cuit Terumi.
Melihat kondisi ini, dia optimistis investor asing bisa mendorong perbaikan industri anime Jepang. Dia juga mengantisipasi perubahan bahwa industri animasi Jepang lebih banyak bekerja dengan bakat asing.
Advertisement

Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5

IOC Larang Indonesia Jadi Tuan Rumah Ajang Olahraga Internasional, Kemenpora Beri Tanggapan

Ada Komunitas Mau Nangis Aja di X, Isinya Curhatan Menyedihkan Warganet

Wanita 101 Tahun Kerja 6 Hari dalam Seminggu, Ini Rahasia Panjang Umurnya

Kenalan dengan CX ID, Komunitas Customer Experience di Indonesia

Ranking FIFA Terbaru, Indonesia Turun ke Peringkat 122 Dunia

Warung Ayam yang Didatangi Menkeu Purbaya Makin Laris, Antreannya Panjang Banget