Wanita Mengalami Tantangan Yang Berat Untuk Bisa Mencapai Level Direksi. (Foto: Shutterstock)
Dream – Konsultan Senior dari The Economics Intelligence Unit, Trisha Suresh, mengungkapkan peluang para perempuan Asia Tenggara menduduki posisi penting di perusahaan masih sangat sulit. Bias gender yang luas menjadi penghalang wanita menjadi pimpinan sebuah korporasi.
Dikutip dari Liputan6.com, Jumat 28 Juni 2019, persentase perempuan di jajaran direksi di ASEAN masih terbilang rendah.
" Perempuan menghadapi perjuangan berat untuk bisa duduk di kursi dewan direksi dibandingkan dengan rekan pria mereka,” kata dia di Jakarta.
Mengutip penelitian International Finance Corporation (IFC) berjudul Keanekaragaman Gender Dewan Perusahaan di ASEAN, perusahaan yang memiliki lebih dari 30 persen anggota dewan perempuan sebetulnya mencatat rata-rata Tingkat Pengembalian Aset atau Return of Assets (ROA) sebesar 3,8 persen.
Pencapaian itu lebih besar dari perusahaan yang tidak memiliki anggota dewan perempuan, dengan ROA sebesar 2,4 persen.
Dalam keterwakilan perempuan di dewan, Indonesia setara dengan rata-rata ASEAN (14,9 persen). Namun, Indonesia tertinggal dalam hal jumlah jumlah perempuan yang menduduki posisi manajemen senior (18,4 persen), jauh di bawah rata-rata ASEAN yakni 25,2 persen.
Trishna menyebutkan, kaum perempuan masih sulit untuk bisa mengembangkan karir lantaran banyaknya tantangan yang harus dihadapi, baik di level regional maupun perusahaan.
Di tingkat regional, ia memaparkan, perempuan masih harus menghadapi tekanan sebagai ibu rumah tangga, stereotip umum terkait sifat dan kebiasaan kaum hawa, sampai minimnya wadah untuk bisa menyalurkan bakat.
Sedangkan di level perusahaan, pengangkatan seorang dewan direksi masih cenderung didominasi oleh relasi antar sesama rekan lelaki.
" Untuk mengatasi budaya ini, perusahaan dapat mulai memperkenalkan mekanisme seleksi yang lebih formal untuk pemilihan keanggotaan dewan dan memberi kandidat perempuan visibilitas yang lebih besar melalui jaringan Iintas perusahaan atau direktori anggota dewan perempuan di seluruh negara," kata dia.
Upaya ini didorongnya lantaran dewan direksi sebuah perusahaan yang memiliki anggota perempuan telah terbukti menunjukkan kemampuan pengambilan keputusan yang lebih baik dengan menggunakan perspektif yang lebih luas. Ini memungkinkan terjadinya inklusivitas yang lebih besar dan pada akhirnya berbuah kinerja keuangan lebih baik.
" Bisnis inklusif yang mempromosikan kesetaraan gender, pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi, adalah kunci untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs)," kata dia.
(Sumber: Liputan6.com/Maulandy Rizky Bayu Kencana)
Advertisement
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya